Belasan warga terdampak Tol Jogja-Solo di Klaten yang menolak besaran ganti rugi terancam pembayaran dititipkan ke pengadilan (konsinyasi). Ketetapan ini setelah Mahkamah Agung menolak keberatan yang diajukan oleh warga.
Penolakan warga sendiri dikarenakan besaran uang ganti rugi (UGR) tidak sesuai harapan, begini curhatnya.
"Pada dasarnya dengan program nasional ini saya cocok, setuju. Tapi ternyata dalam menilai bangunan tidak sesuai keadaan," ungkap Widodo (50), warga Desa Pepe, Kecamatan Ngawen, kepada detikJateng, Kamis (14/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Widodo, tanahnya seluas 112 meter persegi yang kena tol dengan bangunan rumah. Nilainya hanya ditaksir sekitar Rp 300 juta lebih sedikit.
"Hanya dinilai Rp 300 juta sekian. Harganya tidak sepadan dengan rumah yang belum diapa-apakan, nilainya hampir sama dengan rumah yang baru payung megar, padahal rumah saya sudah layak," papar Widodo.
Untuk itu, ucap Widodo, masyarakat berharap ada revisi mengenai besaran UGR. Selain itu surat penilaian yang diberikan ke warga turut dipertanyakan karena tidak ada kop dan tanda tangan.
"Kertas yang diserahkan ke masyarakat soal nilai UGR juga tidak ada cap stempel dan tanda tangan, secara hukum tidak sah," imbuh Widodo.
Widodo mengaku dirinya tidak mempersoalkan rencana konsinyasi pembayaran ke pengadilan. Mau dibayarkan di mana pun terserah pemerintah.
"Asal sesuai dengan permintaan warga tidak masalah mau dibayar di mana pun. Dibayar di Jakarta juga tidak masalah asal sesuai keinginan warga," pungkas Widodo.
Warga lain, Margono (53), mengaku soal konsinyasi tidak masalah. Dibayarkan di mana pun warga tidak masalah asalkan nilai UGR naik sesuai keinginan warga.
"Yang penting harga kita naik, lebih sejahtera lah. Berkas penilaian itu diterima warga 28 Oktober 2021 lalu, tidak ada musyawarah dan tahu-tahu diundang diberi kertas penilaian," terang Margono.
Menurut Margono, dirinya belum tanda tangan. Dia berharap ada revisi harga yang layak karena proyek tol berpengaruh ke kehidupan warga.
"Ya tolonglah, hargailah rakyat yang kena jalan tol. Kita pisah sama keluarga lain, pastilah kehidupan sehari-hari terpengaruh karena sudah ada yang digempur, sudah ada yang pergi dan lainnya," lanjut Margono.
Sumiyati (34), warga lain yang menolak nilai UGR mengatakan rumah keluarganya ada dua unit. Dia merasa nominal UGR seakan-akan plafon dan dinding rumah tidak diganti rugi.
"Plafon dan dinding seperti tidak dibayar. Mau dibayar di mana saya tidak tahu, yang jelas inginnya dinaikkan nilainya," kata Sumiyati pada detikJateng.
Sebelumnya diberitakan, pembayaran UGR lahan milik 13 warga Klaten yang terdampak proyek Tol Jogja-Solo dititipkan ke pengadilan atau dikonsinyasi. Langkah tersebut diambil karena pengajuan keberatan 13 warga tersebut atas nilai UGR ditolak Mahkamah Agung (MA) dan mediasi gagal.
(apl/rih)