Round-Up

Menguak Selubung Misteri Tewasnya Brigadir Yoshua di Rumah Kadiv Propam

Tim detikNews - detikJateng
Kamis, 14 Jul 2022 07:30 WIB
Solo -

Brigadir Nopriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir Yoshua tewas dalam baku tembak dengan Bharada E di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7). Menurut keterangan polisi, Brigadir Yoshua diduga melecehkan istri Kadiv Propam Putri Candrawati hingga memicu baku tembak dengan Bharada E yang merupakan ajudan Kadiv Propam.

Pihak keluarga mengungkapkan sejumlah kejanggalan atas tewasnya Brigadir Yoshua. Kejanggalan yang sama bahkan dirasakan oleh Menko Polhukam Mahfud Md dan anggota Komisi III DPR RI, Trimedya Panjaitan. Keduanya meminta polisi untuk mengungkap kasus ini secara transparan.

Keluarga ungkap kejanggalan

Dilansir dari detikNews, pihak keluarga membeberkan sejumlah kejanggalan atas meninggalnya Brigadir Yoshua. Kejanggalan itu di antaranya kondisi jenazah Brigadir Yoshua yang tewas dengan tujuh luka tembak di tubuhnya.

Pihak keluarga pun menilai tak seharusnya Brigadir Yoshua mendapatkan luka tembak sebanyak itu. Menurut keluarga, penembakan terhadap Brigadir Yoshua sungguh brutal.

"Kalau memang adik saya melakukan hal tersebut, kenapa ditembak sebanyak itu. Itu nggak masuk logika, melakukan tembakan pertama nggak kena sasaran, kalau memang dia melakukan pelecehan, kenapa tembakan seperti itu, seperti pembunuhan secara brutal," kata kakak Brigadir Yoshua, Yuni Hutabarat, Selasa (12/7).

Selain luka tembak, pihak keluarga juga mendapati sejumlah luka di tubuh Brigadir Yoshua. Seperti luka memar yang diduga bekas penganiayaan. Menurut pihak keluarga, bekas penganiayaan dapat terlihat jelas di wajah Brigadir J. Sebab, rahang Brigadir Yoshua bergeser. Begitu juga dengan sejumlah luka memar di bagian tubuh dan kaki korban.

Kejanggalan lain yang diungkap oleh pihak keluarga yakni tidak adanya CCTV di rumah dinas Kadiv Propam tersebut.

Yuni juga mempertanyakan mengenai keberadaan ponsel milik adiknya. Menurutnya, dengan ponsel itu akan banyak hal baru yang bisa terungkap.

"Kami juga menanyakan handphone adik kami, itu sampai sekarang tidak ada disampaikan ke kami. Alasannya tidak ditemukan, padahal bukti lain katanya bisa ditemukan, HP kok nggak bisa ditemukan," tanya dia.

Kejanggalan yang terakhir yakni pihak keluarga sempat dilarang melihat jenazah Brigadir Yoshua. Alasan sudah menjalani proses autopsi.

Orang tua Brigadir Yoshua tetap ingin membuka peti itu. Mereka tak mau tanda tangan penyerahan jenazah jika peti tak dibuka.

"Lalu, setelah runding-runding, barulah dibuka petinya dan dilihat cuma sebatas dua kancing pakaian saja. Waktu itu dibuka sambil menunjukkan kalau di tubuhnya sudah dilakukan autopsi," ucap Rohani.

Menko Polhukam Mahfud Md angkat bicara

"Kasus ini memang tak bisa dibiarkan mengalir begitu saja karena banyak kejanggalan yang muncul dari proses penanganan maupun penjelasan Polri sendiri yang tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwanya," kata Mahfud seperti yang dilansir detikNews, Rabu (13/7).

Menurutnya langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yakni membentuk tim investigasi khusus merupakan langkah yang tepat. Langkah itu disebut Mahfud telah mewakili sikap pemerintah.

Selain itu, Mahfud melihat ada orang-orang kredibel di dalam tim yang dipimpin oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono itu.

"Itu sudah mewakili sikap dan langkah pemerintah sehingga Kemenko Polhukam akan mengawalnya," ujarnya.

Politisi PDIP Trimedya Panjaitan minta aparat transparan. Simak di halaman selanjutnya..




(aku/ahr)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork