Brigadir Nopriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir Yoshua tewas dalam baku tembak dengan Bharada E di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7). Menurut keterangan polisi, Brigadir Yoshua diduga melecehkan istri Kadiv Propam Putri Candrawati hingga memicu baku tembak dengan Bharada E yang merupakan ajudan Kadiv Propam.
Pihak keluarga mengungkapkan sejumlah kejanggalan atas tewasnya Brigadir Yoshua. Kejanggalan yang sama bahkan dirasakan oleh Menko Polhukam Mahfud Md dan anggota Komisi III DPR RI, Trimedya Panjaitan. Keduanya meminta polisi untuk mengungkap kasus ini secara transparan.
Keluarga ungkap kejanggalan
Dilansir dari detikNews, pihak keluarga membeberkan sejumlah kejanggalan atas meninggalnya Brigadir Yoshua. Kejanggalan itu di antaranya kondisi jenazah Brigadir Yoshua yang tewas dengan tujuh luka tembak di tubuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak keluarga pun menilai tak seharusnya Brigadir Yoshua mendapatkan luka tembak sebanyak itu. Menurut keluarga, penembakan terhadap Brigadir Yoshua sungguh brutal.
"Kalau memang adik saya melakukan hal tersebut, kenapa ditembak sebanyak itu. Itu nggak masuk logika, melakukan tembakan pertama nggak kena sasaran, kalau memang dia melakukan pelecehan, kenapa tembakan seperti itu, seperti pembunuhan secara brutal," kata kakak Brigadir Yoshua, Yuni Hutabarat, Selasa (12/7).
Selain luka tembak, pihak keluarga juga mendapati sejumlah luka di tubuh Brigadir Yoshua. Seperti luka memar yang diduga bekas penganiayaan. Menurut pihak keluarga, bekas penganiayaan dapat terlihat jelas di wajah Brigadir J. Sebab, rahang Brigadir Yoshua bergeser. Begitu juga dengan sejumlah luka memar di bagian tubuh dan kaki korban.
Kejanggalan lain yang diungkap oleh pihak keluarga yakni tidak adanya CCTV di rumah dinas Kadiv Propam tersebut.
Yuni juga mempertanyakan mengenai keberadaan ponsel milik adiknya. Menurutnya, dengan ponsel itu akan banyak hal baru yang bisa terungkap.
"Kami juga menanyakan handphone adik kami, itu sampai sekarang tidak ada disampaikan ke kami. Alasannya tidak ditemukan, padahal bukti lain katanya bisa ditemukan, HP kok nggak bisa ditemukan," tanya dia.
Kejanggalan yang terakhir yakni pihak keluarga sempat dilarang melihat jenazah Brigadir Yoshua. Alasan sudah menjalani proses autopsi.
Orang tua Brigadir Yoshua tetap ingin membuka peti itu. Mereka tak mau tanda tangan penyerahan jenazah jika peti tak dibuka.
"Lalu, setelah runding-runding, barulah dibuka petinya dan dilihat cuma sebatas dua kancing pakaian saja. Waktu itu dibuka sambil menunjukkan kalau di tubuhnya sudah dilakukan autopsi," ucap Rohani.
Menko Polhukam Mahfud Md angkat bicara
"Kasus ini memang tak bisa dibiarkan mengalir begitu saja karena banyak kejanggalan yang muncul dari proses penanganan maupun penjelasan Polri sendiri yang tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwanya," kata Mahfud seperti yang dilansir detikNews, Rabu (13/7).
Menurutnya langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yakni membentuk tim investigasi khusus merupakan langkah yang tepat. Langkah itu disebut Mahfud telah mewakili sikap pemerintah.
Selain itu, Mahfud melihat ada orang-orang kredibel di dalam tim yang dipimpin oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono itu.
"Itu sudah mewakili sikap dan langkah pemerintah sehingga Kemenko Polhukam akan mengawalnya," ujarnya.
Politisi PDIP Trimedya Panjaitan minta aparat transparan. Simak di halaman selanjutnya..
Trimedya Panjaitan minta aparat transparan
Anggota Komisi III DPR RI, Trimedya Panjaitan mengungkap adanya kejanggalan dan mempertanyakan olah TKP kasus baku tembak polisi di rumah dinas Kadiv Propam yang dinilai tidak transparan. Dia juga mengingatkan jangan sampai terjadi fitnah terhadap orang yang sudah meninggal dalam kasus tersebut.
Sejumlah hal yang disorotinya antara lain rentang waktu kejadian dengan awal terungkap, hasil visum, dan proses olah TKP yang terkesan tidak transparan.
"Kemudian olah TKP-nya, kenapa olah TKP tidak transparan," kata Trimedya kepada wartawan seperti dilansir detikNews, Rabu (13/7).
Politikus PDIP tersebut menekankan pengungkapan fakta dan kebenaran kasus baku tembak antarpolisi menjadi tanggung jawab moral Polri. Jangan sampai, sebut anggota DPR dapil Sumut II itu, yang tidak bersalah justru difitnah.
"Perlu diungkap benar nggak dia ini. Jangan sampai kita ini berdosa. Yang sulit dimaafkan, orang yang sudah meninggal kita masih fitnah lagi. Sudah meninggal masa harus kita fitnah lagi," ujar Trimedya.
Lebih lanjut, Trimedya juga mengusulkan kasus baku tembak yang menyebabkan satu orang anggota polisi tewas tersebut tak cuma ditangani ditangani penyidik setingkat Polres, namun ditangani langsung dari Mabes Polri.
"Tarik ke Mabes Polri, jangan tingkat Polres lagi," tegasnya.
Polisi jelaskan soal pelecehan
Polri memberi penjelasan soal pelecehan hingga beredarnya kabar miring di baliknya yang berujung baku tembak yang menewaskan Brigadir Nopriansyah Yoshua Hutabarat. Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan polisi fokus ke materi penyidikan.
"Ya kami agak sensitif menyampaikan ini. Tentunya itu masuk dalam materi penyidikan yang tidak dapat kami ungkap ke publik," ujar Budhi Herdi Susianto dalam jumpa pers, demikian dikutip dari detikNews, Rabu (13/7).
Budhi mengatakan menerima laporan dari istri Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo dengan dugaan pelecehan. Sementara itu, dugaan pelecehan perlu bukti kuat.
"Yang jelas kami menerima LP atau Laporan Polisi ibu Kadiv Propam dengan pasal persangkaan 335 dan 289. Tentunya ini akan kami buktikan, akan kami proses. Karena ya setiap warga negara punya hak yang sama di muka hukum sehingga equality government of the law benar-benar akan kami harapkan," jelasnya.
Saat ditanya soal hubungan Brigadir Yoshua dengan istri Ferdy Sambo, Budhi menegaskan pihaknya tak bisa berasumsi karena tak ada bukti.
"Tidak ada alat bukti ataupun bukti yang mendukung adanya hal tersebut. Jadi kami tidak berani berasumsi. Kami hanya berdasarkan fakta yang kami temukan di TKP," ucap Budhi.
Budhi mengungkap Brigadir Yoshua masuk ke dalam kamar pribadi Ferdy kemudian melecehkan dan menodongkan senjata ke kepala istri Kadiv Propam tersebut.
"Jadi pada saat ibu tertidur terbangun kaget kemudian menegur saudara J, saudara J membalas, 'Diam kamu!' sambil mengeluarkan senjata yang ada di pinggang dan menodongkan Ibu Kadiv. Kemudian Ibu Kadiv teriak minta tolong dan di situlah saudara panik apalagi mendengar ada suara langkah orang berlari yang mendekat ke arah suara permintaan tolong tersebut," jelasnya.