Pakar soal Rusuh Babarsari: Ada Eskalasi Kekerasan tapi Polisi Tak Antisipasi

Pakar soal Rusuh Babarsari: Ada Eskalasi Kekerasan tapi Polisi Tak Antisipasi

Tim detikJateng - detikJateng
Rabu, 06 Jul 2022 14:01 WIB
Sejumlah ruko dan motor di daerah Babarsari, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman, DIY, rusak dan terbakar, Senin (4/7/2022).
Sejumlah ruko dan motor di daerah Babarsari, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman, DIY, rusak dan terbakar, Senin (4/7/2022). (Foto: Tim detikJateng)
Solo -

Konflik horizontal diduga melatarbelakangi serentetan kerusuhan yang terjadi di Babarsari Jogja, Senin (4/7) lalu. Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, menyebut ada eskalasi kekerasan yang terjadi namum polisi tidak mengantisipasi hal tersebut.

Reza mengatakan konflik horizontal yang dimaksud, tidak berlangsung seketika. Sudah sejak lama kelompok-kelompok tertentu diasosiasikan dengan tindak-tanduk kekerasan dan menggelisahkan masyarakat.

Tentu keliru jika masalah pidana dianggap sebagai ciri atau kebiasaan kelompok tertentu. Tapi karena kejadiannya berulang dan lagi-lagi dilakukan kelompok yang sama, maka memang secara kognitif publik menemukan benang merah antar peristiwa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masalah kesukuan kita kesampingkan. Kita lihat saja perbuatannya. Pokoknya, ketika siapa pun melakukan perbuatan pidana dan mengganggu kamtibmas, maka ya proses saja secara hukum," terang Reza dalam keterangan tertulis yang diterima detikJateng, Rabu (6/7/2022).

Reza mencontohkan peristiwa Cebongan yang sempat membuat heboh beberapa waktu lalu. Kejadian kekerasan yang memakan korban personel TNI, kemudian direspons lewat aksi balasan.

ADVERTISEMENT

Reza menyebut, rangkaian kekerasan atau premanisme berhenti beberapa waktu setelah kejadian tersebut. Namun bibit-bibit kekerasan muncul kembali.

"Dan disayangkan bahwa eskalasi kekerasan sedemikian rupa tidak diantisipasi oleh Polres Sleman dan/atau Polda DIY," jelas dosen di Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Kemenkumham tersebut.

Reza mengatakan dibutuhkan kerja kepolisian berskala luas, masif, dan terus-menerus untuk melumpuhkan anasir-anasir kekerasan di Babarsari. Pihaknya mengusulkan pergantian kepemimpinan di Polres Sleman.

"Untuk itu, Polda DIY dan/atau Mabes Polri dapat mempertimbangkan pergantian kepemimpinan Polres Sleman," kata dia.

Sebagai respons terhadap aspirasi Gubernur DIY, lanjutnya, pemimpin Polres Sleman yang baru patut diberikan tenggat waktu maksimal untuk memulai dan melengkapi pemberkasan hingga P-21. Dengan tetap menaati ketentuan yang berlaku, penggunaan cara represif layak dijadikan sebagai salah satu opsi penanganan terhadap pihak-pihak yang menjadi target operasi penegakan hukum.

"Demi tegaknya hukum dan memulihkan selekasnya rasa aman masyarakat Jogja, saya mendukung penggunaan cara represif oleh Polri tersebut," tegasnya.




(aku/mbr)


Hide Ads