Kasus kekerasan hingga membuat nyawa mahasiswa UTM, EJ (20) melayang, tampaknya bukan yang pertama di Jawa Timur. Beberapa kasus serupa di kalangan remaja, menunjukkan dampak buruk kekerasan ini dapat mempengaruhi lingkungan sosial secara luas.
Pakar Psikologi Universitas Airlangga, Atikah Dian Ariana M.Sc., M.Psi., mengatakan, fenomena ini seringkali disebut kekerasan dalam hubungan berpacaran. Secara umum, ia menyebut ada dua wujud kekerasan, yakni fisik dan verbal.
"Kekerasan itu perwujudan dari perilaku agresif, ada fisik dan verbal. Verbal melalui kata-kata, olokan kalau fisik sesuatu yang sifatnya seperti perilaku, sama seperti kasus di UTM yang membakar, memukul itu," kata Atikah Dian Ariana ketika dikonfirmasi detikJatim, Selasa (3/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, penyebab utama kekerasan adalah ketidakmampuan meregulasi emosi secara efektif. Emosi dalam hal ini tidak hanya emosi negatif, tetapi ada banyak macam seperti perasaan senang, kecewa, sedih, marah dan lain sebagainya.
"Semua itu bagian dari emosi, ketika seseorang mempunyai kemampuan meregulasi emosi yang kurang baik, dia akan selalu merasa dirinya tidak nyaman dengan perubahan emosi yang terjadi," sebutnya.
"Misalnya dia selalu positif, selalu baik, tapi kemudian ada kekecewaan dengan orang yang dekat dengan dia. Ada informasi yang tidak disangka, sehingga tidak mampu meregulasi emosi, muncul perilaku kekerasan lah karena tidak mampu mengelola emosi secara efektif," sambungnya.
Dalam konteks pacaran, keinginan mendominasi bisa muncul sebagai bagian dari relasi intrapersonal, yang mungkin dipengaruhi oleh pengalaman traumatis di masa lalu. Seseorang yang dulunya menjadi korban kekerasan, dalam perkembangannya, bisa saja justru menjadi pelaku.
"Itu bisa terjadi, dulu menjadi korban kemudian menjadi pelaku. Karena apa? karena dia tidak mampu mengelola emosinya dengan cara yang lebih positif dan sehat," terangnya.
Tekanan mental, faktor internal, dan karakteristik pribadi seseorang bisa mempengaruhi caranya memandang diri sendiri. Seringkali merasa minder dan kurang percaya diri, meskipun yang ditunjukkan justru keinginan untuk menunjukkan kekuatan, seolah-olah lebih unggul dari orang lain.
"Hal ini bisa dipengaruhi oleh pola asuh yang mengajarkan bahwa untuk mendapatkan kasih sayang, seseorang harus menguasai, atau mungkin juga dipengaruhi oleh tontonan yang dilihat, lingkungan teman sebaya," ungkap dia.
Selain itu, ada pula budaya yang mendukung norma-norma tertentu, seperti anggapan bahwa laki-laki harus tangguh dan dominan. Meskipun mahasiswa sudah berada pada tahap dewasa awal, mereka tetap bisa terpengaruh oleh faktor internal maupun eksternal.
"Sehingga dalam beberapa kasus, itu bisa mendorong perilaku mereka untuk melakukan kekerasan, bahkan pembunuhan, jika tidak mampu membedakan batasan yang sehat dalam hubungan," jelas Dosen Psikologi Unair itu.
Dalam sebuah relasi intrapersonal, komunikasi seharusnya dibangun dengan kesadaran bahwa setiap individu tetap independen, meskipun ada interaksi yang saling memengaruhi.
"Ada kalanya seseorang merasa tidak nyaman atau merasakan tanda-tanda peringatan (red flag), sebaiknya mereka menguatkan diri dan kembali pada kodrat bahwa mereka berhak keluar dari relasi atau lingkungan yang tidak sehat," tegas dia.
Adapun, para korban juga bisa mencari dukungan dan curhat dengan teman, keluarga, atau bahkan layanan profesional seperti perlindungan untuk perempuan dan anak, serta layanan kesehatan. Ini merupakan langkah untuk mengatasi situasi yang tidak menyenangkan.
"Terus ada suatu saat seseorang memiliki pandangan dan menganggap hal-hal buruk yang terjadi sebagai aib atau sesuatu yang harus disembunyikan, itu adalah pemahaman yang keliru," ujar dia.
Sehingga, penting untuk memahami bahwa dalam setiap relasi, meskipun ada kebersamaan yang saling terjalin, masing-masing individu tetap independen. Setiap individu memiliki hak untuk melindungi dirinya dalam kondisi tertentu.
"Jika merasa tidak nyaman dengan perbedaan ruang pribadi atau kurangnya keterbukaan, itu bisa menjadi indikasi adanya hal yang perlu diperbaiki, ada yang perlu diberesi. Untuk itu, mencari bantuan profesional adalah pilihan yang bijak," pungkasnya.
(hil/iwd)