Boyamin Saiman berhasil meraih gelar sarjana hukum di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tanpa melalui ujian skripsi. Ternyata, selain Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) itu, ada 680 mahasiswa UMS lulus kuliah tanpa melalui ujian skripsi.
Hal ini menyusul adanya program Outcome Based Education (OBE) yang mulai diterapkan UMS mulai Juli 2021.
"Sejak saya menjabat sebagai Wakil Rektor 1, kita memberlakukan OBE, menyusun skripsi tidak harus laporan yang tebal luarannya. Bisa produk hukum, peraturan perundangan, kajian naskah akademik, kalau ini namanya rekayasa sosial, pemberdayaan, advokasi masyarakat, dihargai setara skripsi tugas akhir," terang Wakil Rektor 1 bidang Pendidikan UMS, Harun Joko Prayitno kepada detikJateng, Rabu (1/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain Boyamin, Harun menyampaikan, ada 680 mahasiswa jurusan S1 yang sudah lulus lebih dulu tanpa ujian skripsi.
"Desember 2021 lalu, UMS meluluskan 680 mahasiswa tanpa skripsi, belum termasuk Boyamin," paparnya.
Temuan atau produk mahasiswa sebagai pengganti skripsi juga sudah melalui verifikasi. Bahkan jurnal para mahasiswa ada yang sudah terindeks scopus.
"Produk para mahasiswa kita verifikasi, jurnal itu diunggah di sistem atau dijadikan sebagai sebuah temuan. Dan artikel ilmiah ini sudah terindeks scopus itu sekitar 500," ungkapnya.
Harun mengatakan, produk-produk para mahasiswa menjadi bagian pengganti skripsi yang patut dihargai sebagai karya ilmiah.
"Upaya proses hukum atau produk seperti teknik menemukan rancang bangun harus dihargai setara tesis. Menghasilkan jembatan, tidak perlu tesis lagi, sudah diuji oleh lapangan," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman ternyata baru saja lulus S1. Dia resmi mendapatkan gelar Sarjana Hukum dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada 23 Mei 2022.
Boyamin mengakui dirinya menyelesaikan studi sarjana S-1 selama 30 tahun. Dari Ponorogo, dia datang ke Solo dan memulai studinya tahun 1992.
"Semester tujuh saya sudah mulai mengajukan skripsi sambil menyelesaikan sisa dua mata kuliah wajib. Saat itu skripsi saya mengenai pendirian partai politik baru, saat itu kan partai cuma tiga," kata Boyamin kepada wartawan di Solo, Senin (30/5).
Skripsinya itu terbengkalai ketika dirinya menjadi anggota DPRD Solo tahun 1997-1999 dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Tapi setelah reformasi skripsi saya jadi expired. Saya malu kalau kembali ke kampus nganggur," ujar dia.
Boyamin kemudian mendirikan kantor hukum Kartika Law Firm di Solo pada 1999. Dia lalu mendirikan sejumlah organisasi, termasuk MAKI pada 2007. Tahun 2008, dia kembali mendirikan kantor hukum, yakni Boyamin Saiman Law Firm di Jakarta.
Tahun lalu, Boyamin dipanggil oleh Dekan Fakultas Hukum UMS. Titik itulah yang membuatnya ingin menyelesaikan studinya di UMS.
"Saya putuskan untuk menyelesaikan," katanya.
Pada skripsinya ini, dia memilih judul 'Hukum dan HAKI: Relasi Negara dan Warga Negara Dalam Melindungi Hak Cipta'. Skripsi tersebut berkaitan dengan hak cipta karya-karya Ki Nartosabdo, dalang wayang kulit legendaris asal Semarang.
(apl/rih)