Polri Tak Pecat Brotoseno, Pukat UGM: Toleransi untuk Koruptor

Polri Tak Pecat Brotoseno, Pukat UGM: Toleransi untuk Koruptor

Jauh Hari Wawan S - detikJateng
Selasa, 31 Mei 2022 21:41 WIB
Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, Kamis (16/5/2019).
Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman. Foto: Usman Hadi/detikcom
Yogyakarta -

Mantan penyidik Bareskrim Polri yang pernah tersandung kasus korupsi, AKBP R Brotoseno dikabarkan aktif berdinas di kepolisian. Padahal kasus itu sudah berkekuatan hukum tetap dan Brotoseno dinyatakan bersalah dalam putusan.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman mengkritik keputusan Polri yang tidak memecat anggotanya yang tersangkut korupsi itu. Dia menjelaskan anggota Polri dapat dipecat seperti yang tertuang dalam aturan di PP No 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri.

Namun, Zaen menyebut dalam aturan ini memang terdapat kelemahan terutama dalam pasal 12 ayat 1 huruf a.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"(Di pasal itu) Ada dua ketentuan untuk diberhentikan dengan tidak hormat ketika melakukan tindak pidana. Yang pertama sudah ada putusan yang inkracht, yang kedua menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan dalam kepolisian," kata Zaenur saat dihubungi wartawan, Selasa (31/5/2022).

Zaenur menduga, aturan ini yang kemudian digunakan oleh Polri untuk tidak memecat Brotoseno. Sebab, dalam klausul pasal itu ada frasa menurut pertimbangan pejabat.

ADVERTISEMENT

"Jadi kalau sisi dasar hukum sepertinya, ini mungkin lho ya, saya duga itu menggunakan pasal 12 ayat 1 huruf a," ucapnya.

Keputusan ini menurutnya bisa menjadi masalah. Sebab, yang dipertahankan walaupun telah tersandung kasus korupsi adalah anggota kepolisian.

"Menjadi bermasalah adalah ketika seorang eks terpidana korupsi tetap dipertahankan berada dalam dinas kepolisian. Apa masalahnya, akan timbul pertanyaan dari masyarakat," ucapnya.

Zaen berujar, masyarakat bisa mempertanyakan keseriusan Polri dalam upaya memberantas korupsi. Kemudian, polisi bisa dianggap tidak menunjukkan sikap nol toleransi terhadap korupsi.

"Tidak menunjukkan zero tolerance untuk sikap korupsi. Karena kan terbukti melakukan tindak pidana korupsi tetapi ternyata masih ditoleransi," katanya.

Seharusnya, kata Zaenur, seorang yang sudah menjadi terpidana korupsi tidak lagi dipertahankan sebagai penyelenggara negara. Apalagi sebagai anggota kepolisian.

"Jadi saya melihat bahwa meskipun barangkali secara aturan bisa dicari dasar hukumnya tetapi ini tidak tepat, tidak menunjukkan keteladanan yang baik, dapat menimbulkan tanda tanya di masyarakat dan juga dapat mengurangi citra baik polisi di mata rakyat," ujarnya.

Ia melanjutkan, kasus Brotoseno ini seharusnya menjadi evaluasi bagi internal Polri. Selanjutnya, ia meminta pemerintah agar merevisi UU No 1 tahun 2003 yang memiliki celah terpidana korupsi untuk kembali aktif di kepolisian.

"Untuk pemerintah menurut saya (PP No 1 tahun 2003) harus direvisi. Saran revisinya adalah anggota kepolisian dapat diberhentikan dengan tidak hormat apabila dipidana penjara berdasarkan keputusan hukum yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap cukup di situ. Jangan ditambah menurut pertimbangan pejabat. Karena kemudian unsur subjektifnya akan kental daripada unsur objektifnya," pungkasnya.

Diketahui, AKBP Raden Brotoseno divonis bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi oleh pengadilan, beberapa tahun lalu. Namun, dia ternyata hingga kini masih tercatat sebagai anggota Polri.

Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri telah menggelar sidang kode etik dan menjatuhkan sanksi kepada Brotoseno. Namun, sanksinya bukan pemecatan.

"Dan dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri serta direkomendasikan dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat demosi," kata Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo, dalam keterangan tertulis seperti yang dikutip dari detiknews, Senin (30/5/2022).




(ahr/ahr)


Hide Ads