Cerita Pohon Belimbing di Masjid Majasem, Konon Ditanam Sunan Kalijaga

Cerita Pohon Belimbing di Masjid Majasem, Konon Ditanam Sunan Kalijaga

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Minggu, 03 Apr 2022 17:59 WIB
Pohon belimbing Masjid Majasem di Desa Pakahan, Kecamatan Jogonalan.
Pohon belimbing Masjid Majasem di Desa Pakahan, Kecamatan Jogonalan, Klaten. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng.
Klaten -

Masjid Majasem di Dusun Majasem, Desa Pakahan, Kecamatan Jogonalan, Klaten, Jawa Tengah, diyakini sebagai peninggalan Wali Songo. Di halaman masjid itu terdapat sebatang pohon belimbing yang konon ditanam Sunan Kalijogo.

Dari pantauan detikJateng, pohon belimbing itu tingginya sekitar tiga meter. Daunnya lebih kecil dari pohon belimbing pada umumnya. Pohon itu ditanam di sisi utara halaman yang terbuka dan tidak ada pohon lainnya. Batang pohon terbawah memiliki diameter sekitar 10-15 centimeter.

Tekstur batang pohon belimbing itu sekilas menyerupai bonsai meskipun ukurannya tidak kerdil. Batang pohon itu juga sudah tidak utuh. Sebab, setengah batangnya sudah hilang menyisakan rongga. Kulit pohon hanya tersisa di sisi selatan saja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Majasem, Sugimin (69), mengatakan keberadaan pohon belimbing itu tidak terlepas dari sejarah awal masjid.

"Masjid ini dulu bernama Langgar Kalimosodo, dibangun tahun 1385 Masehi. Setelah selesai dibangun, Sunan Kalijogo menanam pohon belimbing itu,'' tutur Sugimin kepada detikJateng, Jumat (31/3/2022) lalu.

ADVERTISEMENT

Pohon belimbing Masjid Majasem di Desa Pakahan, Kecamatan Jogonalan.Pohon belimbing Masjid Majasem di Desa Pakahan, Kecamatan Jogonalan. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Dijelaskan Sugimin, pohon belimbing itu ditanam untuk simbol dakwah saat Sunan Kalijogo mempopulerkan tembang Ilir-Ilir. Melalui tembang dan pohon itu, diharapkan masyarakat memegang rukun Islam yang disimbolkan dengan buah belimbing.

"Kita itu diibaratkan cah angon (penggembala) yang diminta menjaga lima itu (rukun Islam) meskipun lunyu (licin, sulit). Yaitu untuk sebo mengko sore mumpung padang rembulane (untuk menghadap sore selagi bulan masih terang)," papar Sugimin.

Sejak ditanam Sunan Kalijogo pada tahun 1385 Masehi, Sugimin menambahkan, tinggi pohon belimbing itu tidak pernah melebihi bangunan masjid. "Sejak dulu pohonya ya cuma segitu. Sejak orang tua dan kakek-kakek saya, besarnya ya juga cuma segitu," lanjut dia.

Senada diutarakan Wakil ketua DKM Masjid Majasem, Wagimin (59). "Dari dulu saya kecil juga segitu (ukurannya). Tapi ya maklum karena yang menanam menurut cerita adalah para wali," sebut Wagimin kepada detikJateng.

Meskipun usianya diyakini sudah ratusan tahun, imbuh Wagimin, pohon belimbing itu tidak pernah bertambah tinggi. "Usianya sudah ratusan tahun, tidak pernah direncek (dipangkas rantingnya). Ya mungkin karena yang menanam wali," ujar Wagimin.

Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata Pemuda Olahraga dan Kebudayaan Pemkab Klaten Yuli Budi Susilowati mengatakan, Masjid Majasem sudah masuk data cagar budaya. "Sudah lama masuk data BPCB. Tapi diserahkan ke kami sekitar tahun 2019. Perawatannya swadaya dan berkoordinasi dengan BPCB," jelas Yuli kepada detikJateng.




(dil/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads