Kemah liburan akhir tahun yang diikuti ratusan santri Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo di Gunung Lawu pada 1987 lalu berakhir duka. Sebanyak 16 orang meninggal dunia dalam peristiwa itu. Seorang saksi hidup menceritakan kisahnya.
Saksi bernama Slamet Jafar, menceritakan dirinya termasuk dalam rombongan kelompok II, satu dari dua kelompok yang tak pulang ke perkemahan pada waktu yang telah ditentukan. Pria asal Pemalang ini mengisahkan rombongannya tersesat hingga harus bermalam di alam liar tanpa perlengkapan yang cukup.
"Malam itu cuaca buruk, karena memang bulan Desember, hujan setiap hari. Kebetulan ada tempat yang agak menjorok seperti gua, sehingga bisa agak berteduh dari hujan," kata Jafar saat dijumpai di Ponpes Al Mukmin Ngruki, Kamis (24/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jafar merupakan siswa kelas 1 SMA yang baru beberapa bulan sekolah di Ponpes Al Mukmin. Sebelumnya, Jafar sempat mengenyam pendidikan keperawatan di Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Muhammadiyah di Pekalongan.
Beruntung, ilmu keperawatan yang dia miliki dapat dimanfaatkan untuk membantu anggota kelompok II yang sakit. Ada anggota yang kram, kejang-kejang meskipun tak parah, sampai menggigil kedinginan.
Rabu, 16 Desember 1987 pagi, Jafar dan kawan-kawan memiliki semangat baru untuk menyusuri jalan pulang. Akhirnya mereka menemukan pipa air dan menyusurinya hingga sampailah di perkemahan sekitar pukul 10.00 WIB.
"Sebetulnya mereka yang bisa kembali ke perkemahan itu hanya beruntung saja bisa menemukan jalan. Karena kita memang nggak punya persiapan untuk itu," ujar pria yang kini bekerja di Balai Pengobatan Ponpes Al Mukmin itu.
Berhasil mencapai perkemahan, Jafar pun tak sempat beristirahat setelah mengetahui kelompok III masih belum kembali. Dia bersama sejumlah kawan kembali naik untuk mencari kelompok III.
Mereka menemukan anggota kelompok III di kawasan Ceret. Kondisi mereka tergeletak di dataran yang dikelilingi pohon tinggi. Namun ada tiga orang yang masih hidup.
"Ada tiga yang masih hidup, tapi satu sudah tidak bisa berkomunikasi. Yang dua orang saya ajak geser agar mentalnya membaik. Kalau berada di dekat teman yang meninggal bisa drop mereka," kata Jafar.
Kemudian tim SAR, TNI dan Polri datang membawa bantuan untuk menyelamatkan mereka. Seluruh korban dievakuasi ke rumah sakit. Hingga Sabtu, 19 Desember 1987, ada 15 jenazah yang dimakamkan. Sembilan jenazah dimakamkan di dekat Ponpes Al Mukmin Ngruki.
Enam jenazah lainnya dibawa oleh keluarga untuk dimakamkan di daerah asalnya masing-masing. Salah satunya ialah Amin Jabir dari Lamongan, keluarga dari Amrozi, Muklas dan Ali Imron yang terlibat Bom Bali I.
Dua korban terakhir ditemukan oleh seorang pencari jamur. Dua orang tersebut yakni Abdul Wahab dan Ahmad Khumaidi, ustaz dan pembimbing kelompok III. Ketika seluruh rombongan sudah pulang dan melakukan pemakaman, Abdul Wahab dan Khumaidi masih berjuang mencari jalan. Dengan kelelahan dan tak ada lagi bekal, mereka terus berjalan meski hanya perlahan.
Baca juga: Gibran Bertemu Hary Tanoe di Jogja, Ada Apa? |
Hujan yang terus turun setiap hari membuat mereka semakin lemah. Sampai hari Minggu, 20 Desember 1987, Khumaidi dan Abdul Wahab hanya bisa diam di tempat dan berpasrah pada Allah.
Malam harinya, hujan kembali turun dengan lebat. Khumaidi mendengar Abdul Wahab bergerak-gerak kemungkinan karena menggigil. Tiba-tiba Abdul Wahab jatuh dari ketinggian 5 meter dan hanya terdengar suara Abdul Wahab mengucap asma Allah berkali-kali hingga terdiam.
Khumaidi sudah tak punya tenaga, bahkan untuk menengok kondisi rekannya itu. Dia hanya bisa meringkuk dan melawan rasa dingin yang mendera.
Senin, 21 Desember 1987, Khumaidi tak berpindah dari posisinya yang semalaman diguyur hujan. Tanpa disangka-sangka, datanglah seseorang yang melihat Khumaidi.
"Kebetulan ada pencari jamur yang lewat situ, Khumaidi selamat. Padahal enam hari tidak makan. Sedangkan Abdul Wahab meninggal," ujar Jafar.
Ternyata selama ini Khumaidi dan Abdul Wahab berjalan sampai ke Blumbang yang lebih dekat dari jalur Cemoro Sewu. Khumaidi dan jenazah Abdul Wahab lalu dievakuasi.
Kini makam sembilan orang santri di dekat Ponpes Al Mukmin sudah tak bisa lagi dilihat. Sebab makam-makam tersebut sudah tertumpuk makam baru.
(bai/sip)