Dramatis Penyelamatan Terakhir Tragedi Kemah Santri Ngruki 35 Tahun Silam

Dramatis Penyelamatan Terakhir Tragedi Kemah Santri Ngruki 35 Tahun Silam

Bayu Ardi Isnanto - detikJateng
Minggu, 27 Mar 2022 12:03 WIB
Kilas balik tragedi kemah santri Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo di Gunung Lawu pada 1987.
Sosok Khumaidi dan Slamet Jafar dalam buku Kisah Nyata Musibah Gunung Lawu. Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikJateng)
Sukoharjo -

Sebanyak 16 orang santri dan ustaz Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, meninggal dunia saat mengikuti kegiatan kemah liburan akhir tahun 1987. Penyelamatan korban terakhir berlangsung dramatis. Seperti apa kisahnya?

Kegiatan kemah itu berlangsung di bumi perkemahan Mojosemi pada Senin 14 Desember 1987. Peristiwa tragis berawal saat keesokan harinya peserta kemah ditugaskan berjalan ke arah puncak Gunung Lawu via Singolangu.

Dalam buku Kisah Nyata Musibah Gunung Lawu yang diterbitkan Ponpes Al Mukmin mengungkap sebenarnya peserta tak diwajibkan untuk mencapai puncak Gunung Lawu. Yang diwajibkan yakni peserta harus sudah kembali ke bumi perkemahan pada pukul 15.00 WIB hari itu juga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat itu para peserta memulai perjalanan dengan bekal makanan yang hanya cukup untuk sehari. Namun sebagian dari mereka hanya bahkan tak mengenakan jaket.

"Karena kegiatan itu hanya bersifat pengenalan. Maka sekali lagi ia benar-benar tekankan kepada seluruh rombongan sampai di manapun di tengah perjalanan, mereka harus balik arah kembali ke perkemahan," demikian tertulis dalam buku tersebut.

ADVERTISEMENT

Namun yang terjadi, dua dari total lima kelompok yang berangkat tak juga kembali. Kelompok yang tak kembali yakni kelompok II dan III.

Proses pencarian hingga penyelamatan oleh anggota TNI, Polri dan SAR berlangsung berhari-hari. Hingga Sabtu, 19 Desember 1987, ada 15 jenazah korban yang dimakamkan. Sembilan jenazah dimakamkan di dekat Ponpes Al Mukmin Ngruki. Enam jenazah lainnya dibawa oleh keluarga untuk dimakamkan di daerah asalnya masing-masing. Salah satunya ialah Amin Jabir dari Lamongan, keluarga dari Amrozi, Muklas dan Ali Imron yang terlibat Bom Bali I.

Salah seorang saksi hidup, anggota kelompok II, Slamet Jafar, mengaku tidak mengetahui secara pasti penyebab kematian para korban, tapi menurutnya mereka meninggal dunia karena kedinginan ditambah dengan cuaca buruk saat itu. Hal yang sama dalam buku Kisah Nyata Musibah Gunung Lawu, tak ditemukan penjelasan rinci kondisi terakhir para korban.

Penyelamatan terakhir

Hingga Sabtu 19 Desember 1987, masih ada dua orang yang belum ditemukan. Mereka adalah Abdul Wahab dan Ahmad Khumaidi, ustaz dan pembimbing kelompok III.

Ketika seluruh rombongan sudah pulang dan melakukan pemakaman, Abdul Wahab dan Khumaidi masih berjuang mencari jalan. Dengan kelelahan dan tak ada lagi bekal, mereka terus berjalan meski hanya perlahan.

Hujan yang terus turun setiap hari membuat mereka semakin lemah. Sampai hari Minggu, 20 Desember 1987, Khumaidi dan Abdul Wahab hanya bisa diam di tempat dan berpasrah pada Allah.

Malam harinya, hujan kembali turun dengan lebat. Khumaidi mendengar Abdul Wahab bergerak-gerak kemungkinan karena menggigil. Tiba-tiba Abdul Wahab jatuh dari ketinggian 5 meter dan hanya terdengar suara Abdul Wahab mengucap asma Allah berkali-kali hingga terdiam.

Khumaidi sudah tak punya tenaga, bahkan untuk menengok kondisi rekannya itu. Dia hanya bisa meringkuk dan melawan rasa dingin yang mendera.

Senin, 21 Desember 1987, Khumaidi tak berpindah dari posisinya yang semalaman diguyur hujan. Tanpa disangka-sangka, datanglah seseorang yang melihat Khumaidi.

"Kebetulan ada pencari jamur yang lewat situ, Khumaidi selamat. Padahal enam hari tidak makan. Sedangkan Abdul Wahab meninggal," ujar Jafar saat ditemui di Ponpes Al-Mukmin Ngruki, Kamis (24/3).

Kegiatan perkemahan masih digelar

Setelah 35 tahun berlalu. Musibah yang terjadi dahulu menjadi pelajaran berharga bagi Ponpes yang didirikan Ustaz Abu Bakar Ba'asyir tersebut.

Kegiatan di luar kelas seperti perkemahan kini masih tetap digelar oleh Ponpes Al Mukmin. Namun tentunya prosedur kegiatan sudah diatur lebih baik.

"Biasanya kami libur semester ada kegiatan outbond di alam. Kadang juga jalan kaki sampai ke umbul Cokro pada malam hari, paginya berenang di sana," kata Humas Ponpes Al Mukmin, Muchson saat dijumpai detikJateng, Sabtu (26/3).

Sedangkan untuk santriwati, kegiatan luar kelas biasanya digelar dalam bentuk lomba di sekolah. Akan tetapi kegiatan-kegiatan tersebut sudah dua tahun ini ditiadakan.

"Dua tahun ini kami tiadakan sementara karena pandemi COVID-19," katanya.




(bai/sip)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads