Situs Ini Konon Turunnya Ilham Panembahan Senopati Dirikan Keraton Jogja

Situs Ini Konon Turunnya Ilham Panembahan Senopati Dirikan Keraton Jogja

Muhammad Aris Munandar - detikJateng
Sabtu, 19 Mar 2022 16:02 WIB
Situs Khayangan Wonogiri diyakini sebagai turunnya ilham Panembahan Senopati dirikan Keraton Jogja
Situs Kahyangan Wonogiri diyakini sebagai turunnya ilham Panembahan Senopati dirikan Keraton Jogja (Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng)
Wonogiri -

Situs Kahyangan yang berada di Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Wonogiri diyakini sebagai petilasan Raden Danang Sutawijaya alias Panembahan Senopati bertapa. Situs ini pula yang diyakini sebagai tempat turunnya ilham bagi Panembahan Senopati membabat Alas Mentaok yang menjadi cikal bakal Keraton Jogja.

Diyakini dari bertapa di Situs Kahyangan ini Panembahan Senopati berhasil mendirikan Kesultanan Mataram atau Kerajaan Mataram Islam pada 1586. Petilasan Panembahan Senopati ini berada di kawasan hutan.

Di kawasan itu mengalir air sungai yang jernih dan deras yang berasal dari Jawa Timur. Di sekeliling sungai itu terdapat perbukitan yang didominasi pepohonan hijau.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di kawasan Kahyangan ada sejumlah tempat yang disakralkan dan berkaitan erat dengan pertapaan Panembahan Senopati. Di antaranya adalah Selo Bethek, Selo Panangkep, Selo Payung, Kedung Pesiraman dan Watu Pasholatan.

Kelima tempat itu lokasinya berurutan dari bawah menuju ke atas. Jarak antarselo sekitar 15 meter. Sedangkan jarak dari Selo Payung menuju Kedung Pesiraman sekitar 700 meter. Sementara itu, Watu Pasholatan hanya berjarak lima meter dari Kedung Pesiraman.

ADVERTISEMENT

Juru Kunci Kahyangan, Suwarto (53) mengatakan Kahyangan merupakan tempat pertapaan Raden Danang Sutawijaya sebelum babat Wono Mentaok (Hutan Mentaok) di Yogyakarta.

"Saat datang pertama kali di Kahyangan, Danang Sutawijaya melakukan pertapaan di Selo Bethek. Namun di tempat itu belum mendapatkan ilham," kata dia saat ditemui detikJateng, Sabtu (19/3/2022).

Di Selo Bethek, Danang Sutawijaya bertemu dengan Nyai Puju, warga setempat yang mempunyai pekerjaan sebagai pencari kayu di hutan. Nyai Puju diutus agar meladeni apa yang menjadi kebutuhan Danang Sutawijaya selama di Kahyangan.

Karena sudah lama bertapa di Selo Bethek tak kunjung mendapatkan ilham, Danang Sutawijaya memutuskan untuk pindah bertapa ke Selo Payung dengan melewati Selo Panangkep. Selo Panangkep tidak digunakan bertapa oleh Danang Sutawijaya. Namun selo itu digunakan untuk bertapa Kiai Sidik Premono.

"Saat di Selo Payung, Danang Sutawijaya disusul oleh Nyai Widyononggo, abdi kinasih dari Kanjeng Ratu Kidul. Nyai Widyononggo ini diutus Ratu Kidul untuk menyusul Danang Sutawijaya," ungkap Suwarto.

Nyai Widyononggo diutus dan dilarang kembali sebelum Ratu Kidul menyusul ke Kahyangan. Selang waktu lama akhirnya Ratu Kidul menyusul ke Kahyangan. Ratu Kidul bertemu dengan Danang Sutawijaya di aliran sungai, tepatnya di bawah Selo Payung.

"Saat bertemu Ratu Kidul berkata ke Danang Sutawijaya, jika mau menikah dengan dirinya maka apa yang diinginkan Danang Sutawijaya akan dibantu. Di Selo Payung itu, Danang Sutawijaya sudah mendapatkan ilham," ujar dia.

Setelah mendapatkan ilham di Selo Payung, Danang Sutawijaya dan Ratu Kidul melakuan siraman di Kedung Pesiraman. Ketika keduanya sedang saling bersenang, ada seseorang yang mengerti hingga membuat Ratu Kidul kaget.

Orang yang sedang mendapati Danang Sutawijaya dan Ratu Kidul di pesiraman adalah Ki Puju. Pasalnya, Ki Puju sedang berada di kawasan Kahyangan karena sedang mencari istrinya yaitu Nyai Puju. Karena Ratu Kidul kaget, tasbih yang digunakan Danang Sutawijaya jatuh bertebaran di kawasan pesiraman.

"Danang Sutawijaya berkata jika ia tidak mempermasalahkan tasbihnya jatuh berarakan. Namun jika nanti anak keturunannya napak tilas di Kahyangan dan menemukan butiran tasbih itu, bisa dipakai untuk cekelan atau pegangan. Begitu juga dengan airnya," papar Suwarto.

Setelah itu, Danang Sutawijaya bersedia menjadi suami Ratu Kidul beserta anak keturunan Ratu Tanah Jawa. Setelah meninggalkan Kahyangan, Danang Sutawijaya berhasil babat alas Tanah Mentaok dan menjadi raja dengan gelar Panembahan Senopati.

Situs Khayangan Wonogiri diyakini sebagai turunnya ilham Panembahan Senopati dirikan Keraton JogjaSitus Kahyangan Wonogiri diyakini sebagai turunnya ilham Panembahan Senopati dirikan Keraton Jogja. Selo Payung menjadi salah satu tempat tirakat di Situs Kahyangan (Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng).

Keturunan Panembahan Senopati yang pernah napak tilas di Kahyangan adalah Sultan Agung atau Raja Mataram ketiga. Menurut Suwarto, hingga kini sejumlah orang masih banyak yang berdatangan ke Kahyangan untuk napak tilas.

"Kalau dulu kan Panembahan Senopati itu bertapa, semedi. Tapi kalau zaman sekarang itu sudah tidak bertapa, ya hanya napak tilas seperti biasanya. Panembahan Senopati kan tujuannya untuk babat Wono Mentaok. Orang zaman dulu itu nuruti apa isi hati, hingga akhirnya bisa sampai ke sini," kata dia.

Suwarto mengatakan orang napak tilas itu menurut keyakinan masing-masing sesuai dengan apa yang diminta. Pada dasarnya tidak ada patokan baku tentang hari apa harus napak tilas di Kahyangan. Namun, biasanya orang berdatangan banyak pada Malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon.

"Setiap orang mempunyai cara sendiri saat napak tilas. Ya ada yang hanya sekedar datang, ada pula yang bermalam di sana juga. Karena laku (apa yang dijalankan) orang dulu dengan sekarang itu berbeda," kata dia.

Suwarto tak memungkiri jika sejumlah tokoh pernah datang ke Kahyangan untuk napak Tilas. Di antaranya adalah Presiden Indonesia kedua yaitu Soeharto. Namun, akhir-akhir ini, saat pandemi Covid-19, tidak ada tokoh-tokoh yang berkunjung ke Kahyangan.

Saat detikJateng berkunjung ke Kahyangan pada Kamis (17/3/2022) malam atau bertepatan dengan malam Jumat Pon, kawasan Kahyangan tampak sepi pengunjung. Sejak pukul 19.00-21.00 WIB, hanya ada satu pengunjung yang mendatangi Kahyangan.

Orang yang enggan disebut namanya itu merupakan warga lokal yang beralamat di Tirtomoyo. Pria paruh baya itu mengaku jika pada waktu tertentu, ia berkunjung ke Kahyangan sendiri. Biasanya, ia bermalam di Kahyangan hingga pagi hari dengan tujuan napak tilas.

Suasana malam di Kahyangan cukup gelap. Namun di jalan setapak menuju Selo Bethek hingga Selo Payung terdapat penerangan. Suara deras aliran sungai menyelimuti suasana malam di Kahyangan.

Sejumlah media sesaji seperti dupa, bunga dan menyan terdapat di setiap selo. Di setiap selo, terutama di Selo Bethek dan Selo Payung disediakan tempat berkarpet hijau untuk para pengunjung.

Salah seorang penjaga di Kahyangan yang biasa berada di area Selo Payung, Bambang, mengatakan jika selama pandemi pengunjung turun drastis. Bahkan pada malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon yang biasa ramai juga terpantau sepi.

"Yang datang justru orang jauh, luar daerah. Kalau orang daerah sini itu istilahnya sudah mendapatkan berkahnya atau sudah kaberkatan. Tujuan orang ke sini macam-macam, ada yang ingin jabatan dan beberapa keinginan kuat lainnya," kata Bambang.

Di Kahyangan ada sejumlah benda dan bangunan yang dianggap keramat. Di antaranya adalah bonglot, yaitu batu kecil yang digunakan Panembahan Senopati untuk mandi atau menggosok tubuhnya.

"Dulu kan belum ada sabun, pakainya batu bonglot itu. Mandinya di Kedung Pesiraman. Di atasnya ada pasolatan, tempat Sholat Panembahan Senopati yang beralaskan batu. Saat ini di sekelilingnya dikasih pagar," kata Suwarto.

Suwarto mengatakan, sebagian orang masih ada yang meyakini dan mencari butiran tasbih milik Panembahan Senopati yang jatuh bertebaran di sungai. Butiran tasbih itu terbuat dari Manik Waringin dan Kecubung. Namun, Suwarto tidak mengetahui apakah butiran itu masih atau tidak karena rentang waktunya sudah lama.

"Bangunan bangsal itu hanya sekedar untuk peristirahatan untuk para pengunjung yang datang. Kalau nama-nama selo atau batu itu memang dari dulu seperti itu. Selo payung itu bukan berarti batu yang ada payungnya," kata Suwarto.

Menurut Suwarto, punden yang berada di Kahyangan bagian dari Keraton Yogyakarta, meskipun wilayah Kahyangan masuk dalam Solo Raya. Maka, penjaga di Kahyangan berasal dari abdi dalam Keraton Yogyakarta.




(ams/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads