Rangkaian sembahyang yang dilangsungkan di Pura Wira Buana Kompleks Akmil Magelang ini menerapkan protokol kesehatan. Para umat yang bersembahyang memakai masker dan jaga jarak. Kegiatan ini juga diikuti para Taruna Akademi Militer (Akmil) Magelang.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Magelang, I Gede Suarti mengatakan rangkaian Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944/2022 diawali dengan pengambilan air suci di Tuk Mas Grabag. Kemudian prosesi kedua dilakukan mecaru atau tawur kesanga.
"Melasti atau pengambilan air suci adalah untuk membersihkan Wana Agung, Wana alit, yaitu untuk menjaga keseimbangan. Jadi yang dibersihkan tidak hanya badan kita saja, tapi Wana Agung juga dibersihkan melalui air suci yang kita ambil tadi. Yang wana alit adalah pembersihan, pemikiran, perkataan, perbuatan melalui air suci yang kita terima tadi di Tuk Mas," kata Suarti saat ditemui di Pura Wira Buana Kompleks Akmil Magelang, Rabu (2/3/2022).
"Rangkaian yang kedua adalah mecaru atau tawur kesanga yang pengertian dari mecaru atau tawur kesanga adalah menjaga, melestarikan alam semesta dan menyucikan," sambung dia.
Suarti menyebut pihaknya juga mengarak ogoh-ogoh di sekitar pura. Hal ini dilakukan untuk menetralisir segala roh jahat di lingkungan pura maupun alam semesta.
"Yang ketiga melaksanakan ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh kita putarkan tidak pawai, tapi dilaksanakan di Pura Wira Buana. Maksud dan tujuannya adalah untuk menetralisir segala roh-roh jahat yang mengganggu kehidupan manusia baik yang ada di lingkungan pura maupun yang ada di alam semesta tadi yang di luar," ujarnya.
Suarti menjelaskan ujub sembahyang jelang Hari Raya Nyepi memohon kepada Sang Hyang Widhi Wasa supaya mendapatkan keanugrahan dalam pelaksanaan catur brata.
"Catur brata penyepian ada empat, yang pertama adalah tidak menyalakan api. Maksudnya tidak menyalakan api bukan hanya api saja, tetapi api yang ada dalam diri kita yaitu amarah, etika, sopan, santun, yang ada di tubuh kita. Yang kedua, amati lelanguan, jadi tidak bersenang-senang. Tidak bersenang-senang intinya introspeksi diri, tidak bepergian dan yang keempat adalah tidak bekerja," ujarnya.
"Nah ini, kalau kita ambil sekarang dengan situasi dan kondisi yang mana masih prokes, masih level 3, level 4 di tempat kita berarti umat Hindu sudah melakukan prokes dari pelaksanaan catur brata penyepian," sambung dia.
Pihaknya menjelaskan, karena masih dalam situasi pandemi COVID-19 juga melakukan doa khusus agar pandemi segera berakhir.
"Tetap ada (doa khusus). Ada doa khusus," tegasnya.
Kemudian selama berlangsungnya sembahyang, kata dia, selalu berpedoman kepada pemerintah. Untuk itu, area yang mampu menampung 500-an umat hanya sekitar 200-an umat saja.
"Kita selalu berpedoman kepada pemerintah atau disebut dengan Guru Wisesa, saya mengikuti. Apa yang kita lakukan, yang pertama adalah seharusnya kita kemarin melaksanakan melasti. Karena kita pada level 3, kami tidak melaksanakan cukup dengan pengambilan air suci tadi hanya 5 orang. Kalau kita lihat itu ukuran areal yang ada itu 500 (orang) cukup, tetapi karena ini situasi seperti ini hanya 200-an, jadi 50 persen sesuai level 3," pungkasnya.
(ams/ahr)