Invasi Rusia ke Ukraina dikhawatirkan sejumlah pihak berbuntut perang dunia III. Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Marten Hanura, menilai kekhawatiran itu terburu-buru.
"Kalau akan kah perang dunia III, kekhawatiran terlalu terburu-buru, saya kira masing-masing negara akan mengalkulasi risiko dan kerugian, itu yang membuat bahwa kalau masing-masing negara nekat bisa terjadi, tapi saya rasa rational choice masih dimiliki oleh masing-masing negara," kata Marten saat dihubungi detikJateng, Kamis (24/2/2022).
Marten menjelaskan sebanyak 40 persen pasokan gas Amerika dan Uni Eropa dari Rusia. Sehingga jika ada perang terbuka maka Uni Eropa terancam gelap gulita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misal negara sekutu atau Amerika ya, kalau bicara aliansi kan di Uni Eropa banyak pasokan gas dari Rusia, 40 persen, kalau mau perang terbuka maka berpikir kalau perang dengan Rusia dan Rusia tidak memasok gas nanti Uni Eropa bisa gelap gulita. Pertimbangan Rusia juga kan dia menyalurkan melalui pipa melalui Ukraina, kalau berkonflik mau didistribusikan melalui apa," jelasnya.
Marten juga menjelaskan konflik Rusia-Ukraina sudah terjadi sejak 2014 yang eskalasinya makin meningkat. Rusia sudah memberikan sinyal dengan mendekatkan pasukan tentaranya ke Rusia bulan Januari lalu.
"Awal Januari ada kekhawatiran, dari satelit, tentara Rusia mendekat ke Ukraina dan dianggap menyerang. Setelah beberapa hari, pasukan tentara Rusia ditarik mundur. Ini sinyalemen, Putin sebenarnya tidak ingin rusuh atau konflik di Ukraina, namun dengan syarat beberapa kepentingan Rusia bisa diakomodir terutama kepentingan isu Ukraina masuk NATO yang jadi ancaman serius secara geopolitik di Eropa Timur terutama Rusia," ujarnya.
Marten juga menjelaskan soal ancaman yang dimaksud jika Ukraina masuk NATO. Ia mengawali penjelasan dengan warning dari Rusia kepada NATO, Amerika, dan sekutunya sejak 1999. Hal itu terjadi karena sejak Uni Soviet jatuh tahun 1990 negara-negaranya terpecah dan banyak yang bergabung dengan Uni Eropa dan NATO. Rusia pun mulai merasa pengaruhnya di Eropa Timur berkurang sehingga merasa terancam.
"Jadi melihat dasarnya ada pada Rusia foreign policy, menyatakan dengan banyak pecahan Uni Soviet bergabung dengan NATO dan Uni Eropa merupakan sebagai basic threat atau ancaman mendasar. Ketika negara di sekeliling Rusia yang bisa disebut buffer zone atau negara penyangga atau pelindung berada di bawah NATO atau Uni Eropa, nantinya dikhawatirkan akan didirikan pangkalan militer seperti pangkalan nuklir dan sebagainya, itulah yang dimaksud dalam foreign policy sebagai fundamental threat. Jadi saya kira Rusia sudah sering menyampaikan, jadi kalau kepentingannya itu tidak diakomodir pasti Rusia akan melakukan tindakan yang dianggap oleh Barat agresif," jelas Marten.
Untuk mengetahui perkembangan berita Rusia serang Ukraina simak di sini.
(sip/rih)