Badan Pertanahan Nasional (BPN) mulai mengukur lahan kuari atau tambang terbuka batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jateng, yang akan dimanfaatkan untuk proyek Bendungan Bener, Selasa (8/2) lalu. Namun, proses pengukuran sempat ricuh hingga 67 warga diamankan polisi.
Pasukan gabungan polisi dan TNI diterjunkan dalam pengamanan pengukuran lahan kuari tersebut.
Kabid Humas Polda Jateng Kombes M Iqbal Alqudusy menjelaskan, petugas melakukan pendampingan atas permintaan dari pihak BPN. Sebelumnya, Kanwil BPN Jateng sudah melakukan audiensi dengan Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi pada Senin (7/2).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kepala BPN menyatakan kepada Kapolda bahwa Proyek Pembangunan Waduk Bener tercantum dalam Perpres No 109 tahun 2022 Tentang perubahan ke 3 atas Perpres No 3 tahun 2016 tentang percepatan pembangunan proyek strategis nasional. Untuk itu Polda Jateng dan stakeholder terkait diminta membantu," ujar Iqbal dalam keterangannya, Selasa (8/2).
"Sekitar 250 personel gabungan sudah disiapkan dari unsur TNI-Polri dan Satpol PP," tambahnya.
Dari pengamatan detikJateng, proses pengukuran itu berjalan lancar. Di sisi lain, warga yang menolak kuari menggelar istigasah hingga berujung ricuh. Istigasah yang awalnya berjalan damai akhirnya dihentikan.
Sontak suasana yang tadinya khusyuk pecah ketika petugas berusaha mengejar dan menangkap warga tersebut. Tak hanya itu, puluhan orang pun diangkut ke Mapolres Purworejo. Kericuhan yang dimulai sekitar pukul 11.00 WIB itu berakhir sekitar pukul 12.00 WIB.
Suasana semakin mencekam ketika satu per satu warga lain dikejar hingga ke dalam rumah dan diamankan petugas. Tampak beberapa ibu-ibu juga ikut menangis histeris melihat hal itu.
Ganjar Pranowo Minta Maaf
Sementara itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meminta maaf terkait insiden saat pengukuran lahan di Desa Wadas, Selasa (8/2) lalu.
"Saya ingin minta maaf kepada seluruh masyarakat, khususnya masyarakat Purworejo, terkhusus yang ada di Desa Wadas, karena kejadian kemarin mungkin merasa betul-betul tidak nyaman," ujar Ganjar dalam keterangan pers yang digelar di Mapolres Purworejo, Rabu (9/2).
"Saya minta maaf dan saya bertanggung jawab," demikian ditegaskan kembali oleh Ganjar di ujung kalimatnya.
Ganjar Pranowo kemudian buka suara soal pengukuran lahan terdampak Proyek Bendungan Bener di Desa Wadas yang berujung ricuh. Ganjar mengatakan pihaknya menggandeng Komnas HAM untuk memfasilitasi dialog dengan pihak pro maupun kontra di Desa Wadas.
"Kenapa kami ajak Komnas HAM? Karena Komnas HAM akan menjadi institusi netral yang kita harapkan menjembatani," terangnya.
Ia menyebut Pemprov Jateng bersama Bupati Purworejo, Polda Jateng, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS SO), BPN, bergerak setelah ada putusan kasasi yang menolak gugatan warga terkait pembangunan Bendungan Bener. Ganjar menyebut Komnas HAM turut dilibatkan karena menjadi institusi netral yang diharapkan bisa merangkul pihak yang kontra.
Pengukuran pada Selasa (8/2), Ganjar melanjutkan, dilakukan atas permintaan masyarakat yang setuju dengan adanya pembangunan.
"Masyarakat yang bertemu dengan Komnas HAM, yang sudah sepakat minta segera diukur. Kami mencoba berkomunikasi dengan tokoh agama, masyarakat di Desa Wadas bahwa kami akan masuk," paparnya.
"Kami tidak akan masuk kepada mereka yang belum sepakat untuk menghormati mereka dengan sikapnya. Untuk itulah kami sangat prudence, kami sangat hati-hati," ujar Ganjar.
Di sisi lain, kata Ganjar, Komnas HAM secara proaktif juga mendatangi para warga yang kontra. Pihaknya pun masih membuka ruang dialog dengan warga yang kontra agar bisa segera tercapai kesepakatan.
Penjelasan BPN
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jawa Tengah Dwi Purnama juga angkat bicara terkait panasnya suasana di Wadas saat dilakukan pengukuran.
"BPN dalam hal ini melaksanakan UU 2/2012 jo PP 19, bahwa tahap saat ini adalah pelaksanaan tugasnya di Kementerian ATR/BPN, penlok (penetapan lokasi) pernah dilakukan gugatan namun gugatan ditolak. Sehingga kita selaku pelaksana melakukan pengukuran dalam rangka untuk mengetahui jumlah luas tiap bidang tanah, pemegang hak, tanam tumbuh di atasnya," kata Dwi.
Menurutnya, pengukuran dilakukan terhadap bidang tanah milik warga yang menerima penetapan lokasi.
Dalam pengukuran tanah ini, BPN membentuk 10 tim dengan jumlah sekitar 80 orang dari BPN, Dinas Pertanian, pendamping, dan pemilik tanah. Dwi menyebut target setiap hari bisa menyelesaikan 15-20 bidang per tim.
"Kita harapkan 200-an bidang per hari. Target iden inven (identifikasi dan inventarisasi) bisa selesai pada Kamis," ujarnya.
Dwi melanjutkan, pihaknya menyoroti pemberitaan dengan narasi seolah-olah BPN melakukan pengambilalihan tanah warga.
"Yang sering jadi masalah di berita-berita itu, pengambilalihan seolah-olah, tidak. Kita sekarang justru melaksanakan hak masyarakat untuk mengetahui luas masing-masing kepemilikan, tanah, tanaman tumbuh di atasnya, kita inventarisasi dan identifikasi, setelah selesai, di-appraisal, nanti muncul namanya ganti untung, karena nilai pasti nilai yang tidak merugikan pemilik," paparnya.
"Kita bukan ambil alih, tugas kita semua tim adalah dalam rangka menginventarisasi identifikasi. (Tanah warga) Yang belum (menerima), belum dilaksanakan, nanti ada mekanisme," lanjutnya.
Dwi menambahkan, pihaknya kembali menggarisbawahi bahwa saat ini masih proses untuk penentuan nilai pembayaran pemerintah.
Polisi Lepas Warga yang Sempat Diamankan
Dalam kesempatan yang sama, Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi mengatakan bahwa terkait insiden pihaknya mengamankan 64 warga di Mapolres Purworejo dan akan dibebaskan dalam 1x24 jam.
"64 orang diamankan, saat ini berada di Polres Purworejo. Silakan cek, hari ini kami bebaskan," ungkap Ahmad Luthfi, Rabu (9/2).
Penahanan sementara tersebut, Luthfi menambahkan, harus dilakukan untuk mencegah adanya benturan antara warga yang menerima pengukuran dengan warga yang menolak.
Terkait dengan isu pengepungan masjid oleh aparat kepolisian saat terjadi kericuhan, Ahmad Luthfi membantah informasi yang beredar tersebut. Dia menyebut ada pihak-pihak yang melakukan framing dan membuat foto serta potongan video saat polisi berjaga di sekitar masjid agar menjadi viral.
"Di video viral polisi melakukan penyerbuan terhadap masjid, (ini) tidak (benar). Perlu kami luruskan, tidak ada pengepungan masjid. (Justru) yang di dalam kami amankan," imbuhnya.
Pada saat itu, lanjutnya, terjadi aksi pengejaran dari warga yang setuju dengan pengukuran terhadap warga yang menolak pengukuran. Warga yang menolak pengukuran itu pun berlari masuk ke dalam masjid. Melihat potensi benturan itu, polisi justru akhirnya melindungi warga yang berada di dalam masjid dari kejaran.
"Sekali lagi, kegiatan sesuai SOP, tidak ada penembakan, tidak ada kekerasan., prinsipnya, Polda Jateng memfasilitasi kegiatan pengukuran (tanah)," tandasnya.
(rih/dil)