PP Muhammadiyah Soroti Polisi Tak Berseragam di Wadas: Itulah Preman!

PP Muhammadiyah Soroti Polisi Tak Berseragam di Wadas: Itulah Preman!

Dinda Leo Listy - detikJateng
Kamis, 10 Feb 2022 16:03 WIB
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, Jumat (13/9/2019).
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo. (Foto: dok detikcom)
Purworejo - Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dr Trisno Raharjo, mengatakan aparat kepolisian menggunakan cara lama saat melakukan tindakan pengamanan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Selasa (8/2/2022) lalu. Dia menyebut cara polisi tak jelas prosedurnya.

"Cara-cara lama yang tidak jelas prosedurnya, tidak jelas duduk persoalannya, sehingga kita (warga Desa Wadas) sebagai warga negara tidak tahu sebenarnya dalam posisi apa saat diamankan di sana (di Mapolres Purworejo)," kata Trisno dalam konferensi pers pasca-penangkapan warga Desa Wadas 8-9 Februari 2022 secara daring via akun YouTube Yayasan LBH Indonesia, Kamis (10/2/2022).

Menurut Trisno hal tersebut telah menodai ketentuan hukum acara yang seharusnya diterapkan oleh kepolisian. Trisno kemudian mengutip keterangan dari LBH selaku tim pendamping hukum warga Wadas soal status tersangka untuk tiga warga Desa Wadas.

Disebutkan bahwa tiga warga tersebut dikenakan UU ITE itu pasal 28 dan KUHP pasal 14 dan 15. Menurut Trisno, penetapan status tersangka itu berlebihan.

"Sebab, kalau memang ini ada hal yang harus diselesaikan menggunakan ketentuan hukum pidana, maka patut dipertanyakan, kenapa kepolisian melibatkan pihak-pihak di luar kepolisian (orang berpakaian sipil)," kata Trisno.

Saat mendatangi Polres Purworejo, Trisno mengatakan pihaknya mendapat penjelasan bahwa orang-orang yang berpakaian sipil di Desa Wadas pada Selasa itu semuanya anggota polisi.

"Itu tidak boleh sama sekali. Kalau menggunakan pendekatan kepolisian yang resmi, mereka juga harus menggunakan seragam resmi. Nggak perlu menggunakan pakaian masyarakat sipil yang biasa kita sebut polisi berpakaian preman," kata Trisno.

Jika kedatangan polisi yang berseragam resmi untuk mengamankan proses pengukuran lahan, Trisno berujar, tidak perlu lagi mengerahkan polisi berpakaian preman. "Lalu apa maksudnya dengan datang ke tempat masyarakat. Menurut saya tidak perlu. Karena mereka kan bukan sedang mengukur rumah (warga)," kata Trisno.

Trisno menambahkan, tidak sepantasnya polisi menyematkan berbagai ketentuan pidana kepada warga sementara aparatnya sendiri melakukan tindakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

"Kalau aparat penegak hukum itu harus hadir (untuk melakukan tindakan pengamanan dalam proses pengukuran lahan), maka hadirlah dengan seragam. Bila tidak berseragam, ya itulah preman, itulah pengacau, itulah yang harus ditangkap, itulah yang harus dikeluarkan dari wilayah (Desa Wadas) sana," kata Trisno dengan nada tegas.

Penjelasan Polda Jateng Soal Pengerahan Pasukan

Polda Jateng sebelumnya memberikan penjelasan soal kehadiran petugas gabungan di Desa Wadas. Polda Jateng menyatakan pengawalan tersebut dilakukan atas permintaan tim BPN.

Pernyataan itu disampaikan Kabid Humas Polda Jateng Kombes M Iqbal Alqudusy. Iqbal menyebut permintaan itu disampaikan Kepala Kanwil BPN Jateng saat beraudiensi dengan Kapolda Jateng, Senin (7/2) pagi.

"Kepala BPN menyatakan kepada Kapolda bahwa Proyek Pembangunan Waduk Bener tercantum dalam Perpres No 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ke-3 atas Perpres No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Proyek Strategis Nasional. Untuk itu, Polda Jateng dan stakeholder terkait diminta membantu," ujar Iqbal, Selasa (8/2).

Iqbal menyebut ada ratusan personel yang disiagakan di lokasi. Dia menyebut kegiatan pengukuran luas tanah yang rencananya dibebaskan saat ini luasnya mencapai 124 hektare.

"Sekitar 250 personel gabungan sudah disiapkan dari unsur TNI-Polri dan Satpol PP. Saat ini sudah standby di lokasi. Adapun kegiatan pengukuran masih berlangsung dan berjalan lancar," tambahnya.




(dil/sip)


Hide Ads