Sopir Bus Perlu Perhatikan Ini Saat Lintasi Jalur Ekstrem Seperti di Bantul

Sopir Bus Perlu Perhatikan Ini Saat Lintasi Jalur Ekstrem Seperti di Bantul

Tim detikcom - detikJateng
Rabu, 09 Feb 2022 10:11 WIB
Kasus kecelakaan tunggal bus parwisata yang menewaskan 13 orang di Bukit Bego, Bantul terus berlanjut. Polisi telah melakukan sejumlah upaya seperti olah TKP, memeriksa saksi-saksi, hingga melarang bus melintas di Jalan Imogiri-Dlingo saat akhir pekan.
Liak-liuk Jalan Dlingo-Imogiri, Bukit Bego, lokasi kecelakaan maut bus di Bantul. Foto: Dok. Google Maps
Solo - Kecelakaan bus yang terjadi di Imogiri, Bantul, menyisakan cerita pilu. Belasan penumpang tewas akibat kecelakaan bus wisata yang menabrak tebing itu.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melakukan investigasi yang mendalam terkait kecelakaan itu. Ada beberapa hal yang menjadi temuan.

Di sisi lain, melintasi jalan ekstrem seperti di Imogiri itu memang perlu persiapan khusus. Hal ini untuk menghindari terjadinya kejadian serupa.

Mengenali medan

Plt Kepala Sub Komite Moda Investigasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT Ahmad Wildan menduga salah satu pemicu kecelakaan maut di Bantul itu karena pengemudi belum mengenali medan yang dilalui.

Hal itu diperkuat dengan temuan bahwa bus sempat mengalami mesin mati saat melintas di tanjakan. Wildan menduga pengemudi telat oper gigi.

Gagal nanjak karena telat pindah gigi, dia (sopir) tidak hafal medan. Dikiranya masih dilahap pakai gigi 2 atau gigi 3 dan mesinnya pasti mati," tutur Wildan, Selasa (9/2/2022).

Gunakan engine brake

Bus dan kendaraan berat lain biasanya menggunakan sistem rem angin. Hal ini membuat pengemudi harus menghemat angin saat melintasi jalan yang menurun.

"Kasus ini sama persis dengan di Balikpapan. Di sana, pengemudinya bilang tekanannya anginnya pada 5 bar. Dan dia tidak bisa injak rem lagi karena anginnya tekor. Bukan karena malfunction tetapi karena penggunaan," jelas Wildan.

Agar bisa berhemat angin, pengemudi perlu untuk menggunakan gigi rendah saat melintas jalan yang turun. Dengan demikian kecepatan bus akan tertahan mesin atau yang dikenal dengan engine brake.

Dalam kasus yang terjadi di Bantul, Wildan menduga pengemudi telat memindah persneling ke gigi rendah. Akibatnya, persneling justru masuk ke gigi netral.

"Itu tidak mungkin terjadi, pasti akan masuk ke gigi netral. Dalam kecepatan tinggi gigi tidak bisa dipindahkan (diturunkan) dari tiga ke dua, empat ke tiga, dua ke satu," kata Wildan.

Tarik handbrake di kondisi darurat

Dalam hasil pemeriksaan KNKT, pengemudi bus pariwisata itu hanya berupaya mengurangi kecepatan dengan menurunkan gigi. Nahas, persneling justru masuk ke gigi netral sehingga bus justru melaju tanpa hambatan dari mesin.

Wildan menyebut dalam kondisi serupa pengemudi seharusnya memanfaatkan handbrake atau rem tangan. Hal itu sebagai upaya untuk mengurangi kecepatan saat rem blong.

Dalam pemeriksaan yang dilakukan, posisi handbrake saat kecelakaan dalam posisi tidak ditarik. Wildan menduga pengemudi tidak sempat memanfaatkan piranti itu lantaran panik.

"(Sopir) Panik tidak bisa narik handbrake. Ini diketahui (karena) posisi handbrake belum tertarik," kata dia.


(ahr/rih)


Hide Ads