Cerita Masjid Agung Manonjaya: Pernah Hancur Diguncang Gempa Tasik

Cerita Masjid Agung Manonjaya: Pernah Hancur Diguncang Gempa Tasik

Faizal Amiruddin - detikJabar
Senin, 20 Feb 2023 08:30 WIB
Masjid Agung Manonjaya Tasikmalaya
Masjid Agung Manonjaya Tasikmalaya (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar)
Tasikmalaya -

Saat ini, nilai sejarah dari bangunan Masjid Agung Manonjaya itu mengalami penurunan. Hal itu sebagai dampak perjalanan waktu serta terjadinya bencana alam yang menyebabkan kerusakan bangunan.

Masjid ini yang berada di depan alun-alun Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya ini dibangun pada 1837. Itu artinya di tahun 2023 ini, usia bangunan masjid sudah 186 tahun.

"Usia yang panjang serta terjadinya gempa bumi, menyebabkan kerusakan pada bangunan, sehingga tak heran jika nilai sejarahnya mengalami penurunan," kata Juru Pelihara Masjid Agung Manonjaya Rusliana, belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia memperkirakan bagian-bagian asli dari bangunan ini ditaksir hanya tersisa sekitar 25 persen. "Kalau kusen, jendela dan rangka-rangka kayunya masih asli. Itu kayu jati," kata Rusliana.

Dari prasasti yang ditempel di dinding masjid, pembangunan Masjid Agung Manonjaya dilakukan pada 1837 pada masa Bupati Raden Tumenggung Danuningrat. Kemudian di tahun 1889 diperluas pada masa kepemimpinan Raden Tumenggung Wiraadiningrat.

ADVERTISEMENT

Dari dokumen sejarah yang disusun oleh DKM Masjid Agung Manonjaya renovasi di masa pasca kemerdekaan dilakukan pada 1957 sampai 1958.

Kondisi masjid saat itu sudah banyak mengalami kerusakan dan pelapukan di bagian-bagian kayu. Sehingga dibentuklah panitia renovasi.

"Perbaikan masjid ini bersifat reservasi, artinya sebatas memperbaiki bagian-bagian bangunan yang rusak dan mengembalikannya ke bentuk semula," kata Rusliana.

Masjid Agung ManonjayaMasjid Agung Manonjaya Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar

Panitia reservasi masjid pada saat itu diketuai oleh Mochamad Udjo Idjudin yang saat itu menjabat sebagai Kepala KUA Manonjaya. Selain itu panitia juga melibatkan tokoh masyarakat, para amil dan lebe dan masyarakat Manonjaya.

Kecintaan masyarakat Manonjaya untuk merawat bangunan masjid juga saat itu diwujudkan dengan adanya program Misrak, kependekan dari Kemis Saperak. Program ini ada adalah cara warga iuran atau urunan, setiap hari Kamis mereka menyumbang satu rupiah atau saperak.

Selain itu para agnia atau orang-orang kaya di wilayah itu juga memberikan bantuan berupa material bangunan dan lainnya.

Usai perbaikan di tahun 1958 itu, kemudian di tahun 1974 bangunan Masjid Agung Manonjaya kembali mengalami kerusakan. Untuk yang kedua kalinya masyarakat Manonjaya pun secara swadaya kembali melakukan perbaikan. Sosok Mochamad Udjo Idjudin kembali menjadi ketua panitia renovasi masjid.

"Lalu pada tahun 1977 Masjid Manonjaya mengalami kerusakan akibat bencana alam gempa bumi. Nah kali ini ada bantuan dari pejabat pemerintah," kata Rusliana.

Menteri Dalam Negeri pada saat itu yakni Amir Mahmud memberikan bantuan. Pelaksanaan perbaikan tidak lagi dilakukan oleh masyarakat. Melainkan oleh pemborong alias pihak ketiga yang ditunjuk oleh pemerintah.

Sekitar 10 tahun berselang, bangunan Masjid Agung Manonjaya kembali mengalami kerusakan. Sehingga pada tahun 1988 dilakukan kembali perbaikan. Kali ini renovasi diprakarsai oleh Wadana atau Pembantu Bupati wilayah Manonjaya.

Renovasi yang dilakukan cukup signifikan, itu terlihat dari kepanitian yang diberi nama Panitia Pemugaran Masjid Agung Manonjaya.

Tapi walau direnovasi besar, pelaksanaannya tetap diawasi atau berkoordinasi dengan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala.

Masjid Agung ManonjayaMasjid Agung Manonjaya Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar

Namun entah apa yang terjadi selang 4 tahun atau pada 1992 kembali dilakukan pemugaran yang dilakukan oleh Pemprov Jawa Barat dengan nama Proyek Pelestarian dan Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala.

Pemugaran ini diantaranya meliputi perbaikan atap, penampil serambi timur, teras dan lantai bangunan utama, serambi, pintu, jendela dan plesteran tiang-tiang serambi. Proyek itu selesai pada Februari 1992 dan diresmikan oleh Bupati Tasikmalaya Adang Roesman dan Kakanwil Depdikbud Provinsi Jawa Barat.

Selanjutnya pada 2 September 2009 Tasikmalaya diguncang gempa bumi 7,2 SR. Masjid Agung Manonjaya mengalami kerusakan yang cukup signifikan. Sehingga pada tahun 2011 dilakukan perbaikan yang cukup besar. "Perbaikan hampir total, sebagian besar bangunan diperbaiki," kata Rusliana.

Perbaikan meliputi atap bersusun tiga, atap menara tengah dan menara kembar, sebagian besar tiang penyangga, dinding dan lantai. Perbaikan ini bertahan hingga sekarang.

Akibat rentetan perbaikan itu pula keaslian atau nilai sejarah Masjid Agung Manonjaya mengalami penurunan. "Misalnya tiang atau rangka bangunan yang semula berupa kayu jadi ukuran 30 cm x 30 cm, diganti oleh beton dengan ukuran yang sama. Tapi tentunya walau keaslian berkurang, kecintaan masyarakat untuk merawat masjid bersejarah ini tidak berkurang," kata Rusliana.

(yum/yum)


Hide Ads