Masuk di era distrupsi membuat gaya kampanye dari masing-masing pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Cirebon mulai memanfaatkan media sosial. Oleh karena itu, Bawaslu Kabupaten Cirebon secara rutin melalui tim siber yang dibentuk mengawasi secara intens di sejumlah kanal-kanal media sosial.
Ketua Bawaslu Kabupaten Cirebon, Sadarudin Parapat menyampaikan pengawasan ini sesuai dengan surat edaran Bawaslu RI nomor 102 tahun 2024 tentang pengawasan siber. "Bawaslu Kabupaten Cirebon sudah memfasilitasi untuk melakukan tim pengawasan siber di sarana media sosial terkait black campaign dan semacamnya," ucapnya kepada detikJabar, Senin (7/10/2024).
Secara rinci ia menjelaskan pengawasan yang dilakukan oleh tim siber Bawaslu Kabupaten Cirebon yakni memantau akun yang terdaftar dari masing-masing calon yang dijadikan alat sarana kampanye. "Sesuai aturan memang dari masing-masing paslon punya kuota akun media sosial yang harus didaftarkan maksimal sebanyak 20 akun," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun demikian, Bawaslu Kabupaten Cirebon tidak hanya memantau akun dari masing-masing calon. Tetapi juga memantau pergerakan di media sosial secara keseluruhan sebagai bentuk pencegahan terjadinya black campaign.
"Pengawasan media sosial bukan hanya yang didaftarkan, maka diawasi secara keseluruhan," tuturnya.
Dari data yang didapatkan, paslon nomor urut satu Rahmat-Imam hanya memiliki satu akun media sosial Instagram yang didaftarkan. Kemudian paslon nomor urut dua Imron-Agus mendaftarkan sejumlah akun media sosial di antaranya Intagram enam akun, TikTok enam akun, dan Facebook tiga akun.
Lalu untuk paslon nomor urut tiga Wahyu-Solichin hanya mendaftarkan tiga akun media sosial Instagram. Sedangkan paslon nomor urut empat Luthfi-Dia mendaftarkan akun Instagram tiga, Facebook dua, TikTok dua dan Youtube satu akun.
"Pengawasan siber dilakukan setiap hari oleh tim yang kami bentuk," jelasnya.
Sejauh ini pihaknya mengaku masih mengalami kendala dengan keterbatasannya alat pendukung untuk melakukan pengawasan siber. Pasalnya belum didukung oleh alat-alat profesional untuk memantau secara keseluruhan.
"Sejauh kami belum temukan pelanggaran di media sosial, karena kami sadar belum didukung oleh sistem yang profesional," paparnya.
Maka dengan demikian, pihaknya meminta masyarakat untuk bisa turut berpartisipasi mengawasi selama masa kampanye terutama di media sosial. Bilamana menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah akun seperti melakukan black campaign pihaknya meminta untuk segera melapor.
"Kendala sejauh ini karena tidak didukung dengan sistem yang profesional sehingga sampai sejauh ini masih terbatas pemantauan di media sosial. Jadi kami minta kepada masyarakat untuk bisa bersama-sama mengawasi selama masa kampanye ini," pungkasnya.
Kadis Diminta Pantau Medsos
Sementara itu, Pj Bupati Cirebon Wahyu Mijaya meminta kepada ASN dan tenaga honorer untuk bisa tetap netral tidak terlibat mendukung salah satu pasangan calon (paslon). Wahyu juga meminta agar kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau kepala dinas (kadis) di lingkungan Pemkab Cirebon memantau medsos pegawainya.
"Dalam surat edaran sudah saya sampaikan beberapa waktu lalu untuk netralitas ASN, baik PNS maupun P3K itu sudah pasti diyakinkan untuk netral. Termasuk juga pegawai yang dibayarkan oleh pemerintah Kabupaten Cirebon (tenaga honorer), itu juga diminta untuk netral," tegasnya.
Untuk menjaga sikap netralitas, ia secara langsung dalam kegiatan rapat pimpinan meminta kepada setiap kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk dapat memantau tenaga honorer.
"Sudah kami sampaikan kepada seluruh kepala perangkat daerah untuk memantau semua pegawai yang ada di masing-masing perangkat daerahnya termasuk di kecamatan supaya jangan sampai ada pegawai yang mendukung salah satu paslon," kata Wahyu.
Ia juga meminta kepada masing-masing SKPD untuk bisa memantau pergerakan media sosial dari masing-masing tenaga honorer.
"Media sosialnya juga harus selalu dipantau untuk menjaga sikap netralitas," bebernya.
Tidak main-main, sanksi terberat bagi tenaga honorer yang terbukti mendukung salah satu paslon adalah pemberhentian sesuai ketentuan yang berlaku.
"Punishment (hukuman) sesuai dengan ketentuannya saja sebagai ASN ikuti ketentuan ASN nya. Kalaupun dia sebagai tenaga kontrak maupun tenaga honorer yang dibayar APBD itu juga ada ketentuannya, jadi sesuaikan dengan itu saja dan sanksi terberat bisa diberhentikan," pungkasnya.
(sud/sud)