Kebanyakan tempat kopi pada umumnya berada di tengah kota dengan kebisingan polusi. Bahkan beberapa diantaranya tempat kopi biasanya berada di pinggir jalan besar.
Bagi masyarakat yang bosan dengan kopi dengan suasana perkotaan, sudah layaknya mencoba tempat kopi yang berada di sebuah gang. Tempat tersebut jauh dari jalan raya dan kebisingan kendaraan.
Tempat nongkrong tersebut adalah Pituin Coffee. Terletak di Gang Al Abror, Kampung Bojong Buah, Desa Pangauban, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pituin Coffee berada di dalam sebuah gang pemukiman padat. Namun suasana tempat kopi tersebut nampak sejuk dengan udara segar. Hal tersebut membuat para pengunjungnya betah jika nongkrong di tempat tersebut.
Pemilik Pituin Coffe, Dian Farid (42) menjelaskan asal-usul nama dan awalnya tempat kopi tersebut berdiri. Menurutnya nama Pituin merupakan salah satu kata dalam bahasa Sunda.
"Pituin kita ambil dari namanya dulu, itu kan diambil dari kata bahasa sunda, yang artinya asli atau original, tulen. Dengan akhiran namanya menggunakan bahasa ingris Coffee," ujar Dian, saat ditemui detikJabar, Minggu (5/11/2023).
Dian mengaku proses usahanya dimulai saat dirinya menjadi aktivis lingkungan di Desa Mekarjaya, Kecamatan Banjaran. Dirinya fokus dalam melestarikan lingkungan dengan menanam kopi arabica di lahan kritis.
"Kita awal menanam tahun 2006 di Desa Mekarjaya, Kecamatan Banjaran. Target kita awalnya ekologi. Ternyata semakin ke sini kopi semakin berkembang," katanya.
Setelah itu dirinya berhenti menanam dan fokus bekerja di salah satu bank pada tahun 2008 silam. Namun bekerja dengan orang lain tak membuatnya berkembang. Sehingga dirinya memutuskan keluar dari perusahaan bank tersebut.
"Terus saya bekerja di salah satu bank sampai 10 tahun. Kemudian resign dan berpikir untuk usaha lagi. Soalnya saya punya basic menanam kopi, balik lagi aja ke gunung di Banjaran itu," jelasnya.
![]() |
Dian langsung memulai usaha dengan menjual kopi jenis greenbean dan membuka gudangnya di Soreang. Setelahnya langsung terpikirkan membuka kedai di daerah Cilampeni tahun 2018 silam.
"Pada perjalanannya banyak yang ingin mencoba kopi pituin. Saya sudah membrandin nama pituin, dengan menjual grenbean sama jualan kopi bubuk. Terus saya coba anak-anak yang suka nyortir kopi untuk ngambil kelas barista. Akhirnya bisa nyeduh, kalau ada tamu, dibikinin," bebernya.
"Dipikir-pikir kalau punya tempat, lumayan juga ada yang beli kali yah. Yaudah buka aja kedai di Cilampeni dari tahun 2018 sampai 2020. Pas ramai-ramainya COVID-19," tambahnya.
Pituin Coffee terpaksa menutup tempat saat COVID-19 merajalela pada tahun 2020. Kemudian dirinya berpikir untuk kembali membuka kedai dengan konsep yang baru dengan memanfaatkan lahan kosong.
"Akhirnya ini ada tanah kosong milik mertua yang gak dipake. Kondisinya gelap aja we, anak-anak yang lewat juga suka pada lari, da takut. Terus kan ini juga ada rumah tua yang kosong. Yaudah kita putuskan buat renovasi aja dikit-dikit," kata Dian.
Dengan lokasi di dalam gang, lahan tersebut direnovasi dengan secara perlahan. Namun tidak mengindahkan suasana keasrian di lokasi tersebut.
"Jadi kita renovasi bertahap, ada bar bekas sekretariat peduli lingkungan. Terus yang rumah kosong dijadikan gudang produksi untuk roasting. Perlahan kita beli mesin roasting. Semua di apdet secara natural aja," ungkapnya.
Pituin Coffe dengan mengedepankan konsep rumah. Makanya jika yang nongkrong di wilayah tersebut berasa sedang berada di rumah.
"Memang kalau kedai-kedai sekarang tumbuh dengan konsep yang bagus dan biaya besar. Kita mah begini aja, mengendepankan tempat yang homie, tidak ada polusi kendaraan, tidak bising. Jadi ini memang yang betul-betul pengen ngobrol, pengen istirahat, diskusi, kajian," tuturnya.
Pituin Coffe buka dari jam 14.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Berbagai jenis kopi, non kopi dan makanan tersedia dengan berbagai harga yang masih terjangkau masyarakat. Dengan rata-rata harga dari Rp 15 ribu sampai Rp 25 ribu.
(yum/yum)