Niat Puasa Rajab Disatukan Puasa Qadha Ramadhan, Apakah Boleh?

Niat Puasa Rajab Disatukan Puasa Qadha Ramadhan, Apakah Boleh?

Tya Eka Yulianti - detikJabar
Kamis, 09 Jan 2025 20:05 WIB
Close-up of religious Muslim woman and her family praying before the meal at dining table on Ramadan.
Ilustrasi niat puasa sunah Rajab disatukan dengan Qadha Ramadhan (Foto: Getty Images/Drazen Zigic)
Bandung -

Salah satu amalan yang sayang untuk dilewatkan di bulan Rajab seperti saat ini adalah puasa sunah Rajab. Namun, tidak sedikit umat mumslim yang bertanya-tanya, apakah boleh puasa sunah Rajab bisa digabung dengan niat qadha puasa Ramadhan yang belum habis dibayar?

Puasa Rajab adalah puasa sunah yang dilaksanakan di bulan Rajab yang merupakan bulan ketujuh dalam kalender Islam. Sementara puasa qadha adalah puasa untuk membayar puasa yang tidak bisa dilakukan saat bulan Ramadhan.

Menggabungkan niat puasa sunnah dengan qadha Ramadhan sering menjadi topik pembahasan di kalangan umat Muslim. Hal ini terkait dengan keutamaan kedua jenis puasa tersebut. Di satu sisi, qadha puasa Ramadhan adalah kewajiban yang harus ditunaikan sebelum datangnya Ramadhan berikutnya, sedangkan puasa sunnah Rajab merupakan amalan yang penuh keberkahan di bulan istimewa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Artikel ini akan membahas secara mendalam pandangan para ulama terkait penggabungan niat puasa Rajab dengan qadha Ramadhan. Simak penjelasan lengkapnya untuk memahami hukum dan tata cara yang sesuai dengan ajaran Islam.

Keutamaan puasa Rajab, Imam al-Ghazali dalam kitab Ihyâ 'Ulumiddîn mengutip dua hadits tentang puasa di bulan Rajab.

ADVERTISEMENT

"Satu hari berpuasa pada bulan haram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab), lebih utama dibanding berpuasa 30 hari pada bulan selainnya. Satu hari berpuasa pada bulan Ramadhan, lebih utama dibanding 30 hari berpuasa pada bulan haram.

Kemudian dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda:

"Barang siapa berpuasa selama tiga hari dalam bulan haram, hari Jumat, dan Sabtu, maka Allah balas setiap satu harinya dengan pahala sebesar ibadah 900 tahun."

Dalam hadis lainnya Rasulullah SAW bersabda,

"Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari maka laksana ia puasa selama sebulan." (HR At-Thabrani).

Dari Abu Hurairah (sahabat Nabi Muhammad SAW), Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa puasa pada tanggal 27 Rajab, Allah mencatatnya sebagaimana orang yang puasa selama 60 bulan."

Pada dasarnya, tidak ada dalil yang menjelaskan batasan penentuan mengenai hari apa maupun tanggal dalam pengamalan puasa Rajab. Untuk itu, pengamalan puasa sunah ini ada perbedaan pendapat di kalangan ahli.

Puasa Rajab bisa dilakukan satu hari, tujuh hari, delapan hari, hingga 10 hari atau juga bisa dilakukan selang sehari.

Kemudian dalam pelaksanaannya, banyak yang masih memiliki utang puasa Ramadhan menggabungkan puasa Rajab dengan puasa qadha. Namun, apakah praktik seperti ini sebenarnya dibenarkan?

Puasa Rajab dan Puasa Qhada Disatukan Apakah Boleh?

Dikutip dari NU Online, puasa rajab sebagaimana puasa sunnah lainnya sah dilakukan dengan niat berpuasa secara mutlak, tidak disyaratkan ta'yin (menentukan jenis puasanya). Misalkan dengan niat "Saya niat berpuasa karena Allah", tidak harus ditambahkan "karena melakukan kesunnahan puasa Rajab". Sementara puasa qadha' Ramadhan tergolong puasa wajib yang wajib ditentukan jenis puasanya, misalkan dengan niat "Saya niat berpuasa qadha Ramadhan fardlu karena Allah".

Menggabungkan niat puasa Rajab dengan puasa qadha' Ramadhan hukumnya diperbolehkan (sah) dan pahala keduanya bisa didapatkan. Bahkan menurut Syekh al-Barizi, meski hanya niat mengqadha' puasa Ramadhan, secara otomatis pahala berpuasa Rajab bisa didapatkan.

Kesimpulan di atas didasarkan atas keterangan dalam kitab Fathul Mu'in beserta hasyiyahnya, I'anatuth Thalibin sebagai berikut:

وبالتعيين فيه النفل أيضا فيصح ولو مؤقتا بنية مطلقة كما اعتمده غير واحد (وقوله ولو مؤقتا) غاية في صحة الصوم في النفل بنية مطلقة أي لا فرق في ذلك بين أن يكون مؤقتا كصوم الاثنين والخميس وعرفة وعاشوراء وأيام البيض أو لا كأن يكون ذا سبب كصوم الاستسقاء بغير أمر الإمام أو نفلا مطلقا (قوله بنية مطلقة ) متعلق بيصح فيكفي في نية صوم يوم عرفة مثلا أن يقول نويت الصوم ( قوله كما اعتمده غير واحد) أي اعتمد صحة صوم النفل المؤقت بنية مطلقة وفي الكردي ما نصه في الأسنى ونحوه الخطيب الشربيني والجمال الرملي الصوم في الأيام المتأكد صومها منصرف إليها بل لو نوى به غيرها حصلت إلخ زاد في الإيعاب ومن ثم أفتى البارزي بأنه لو صام فيه قضاء أو نحوه حصلا نواه معه أو لا وذكر غيره أن مثل ذلك ما لو اتفق في يوم راتبان كعرفة ويوم الخميس انتهى

"Dan dikecualikan dengan pensyaratan ta'yin (menentukan jenis puasa) dalam puasa fardlu, yaitu puasa sunnah, maka sah berpuasa sunnah dengan niat puasa mutlak, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama.

"Ucapan Syekh Zainuddin, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu, ini adalah ghayah (puncak) keabsahan puasa sunnah dengan niat puasa mutlak, maksudnya tidak ada perbedaan dalam keabsahan tersebut antara puasa sunnah yang berjangka waktu seperti puasa Senin-Kamis, Arafah, Asyura' dan hari-hari tanggal purnama. Atau selain puasa sunnah yang berjangka waktu, seperti puasa yang memiliki sebab, sebagaimana puasa istisqa' dengan tanpa perintah imam, atau puasa sunnah mutlak".

"Ucapan Syekh Zainuddin, dengan niat puasa mutlak, maka cukup dalam niat puasa Arafah dengan niat semisal, saya niat berpuasa."

"Ucapan Syekh Zainuddin, sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama, maksudnya lebih dari satu ulamaberpegangan dalam keabsahan puasa sunnah dengan niat puasa mutlak. Dalam kitabnya Syekh al-Kurdi disebutkan, dalam kitab al-Asna demikian pula Syekh Khatib al-Sayarbini dan Syekh al-Jamal al-Ramli, berpuasa di hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa secara otomatis tertuju pada hari-hari tersebut, bahkan apabila seseorang berniat puasa beserta niat puasa lainnya, maka pahala keduanya berhasil didapatkan. Dalam kitab al-I'ab ditambahkan, dari kesimpulan tersebut, Syekh al-Barizi berfatwa bahwa apabila seseorang berpuasa qadha (Ramadhan) atau lainnya di hari-hari yang dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat berpuasa sunnah atau tidak. Ulama lain menyebutkan, demikian pula apabila berketepatan bagi seseorang dalam satu hari dua puasa rutin, seperti puasa hari Arafah dan puasa hari Kamis.

(Syekh Zainuddin al-Malibari dan Syekh Abu Bakr bin Syatha, Fathul Mu'in dan Hasyiyah I'anatuth Thalibin, Surabaya, al-Haramain, tanpa tahun, juz 2, halaman 224).

Selain itu, dalam Kitab Al-I'lab ditambahkan bahwa Syekh al-barizi berfatwa seseorang yang mengqadha puasa Ramadhan di hari-hari yang dianjurkan berpuasa mendapatkan pahala kedua puasa bahkan tanpa niat puasa sunnah. Hal yang sama berlaku jika puasa bertepatan pada puasa rutin di hari Arafah dan Kamis.

Wallahu a'lam bishawab. Semoga membantu




(tey/tey)


Hide Ads