Kawasan Cadas Pangeran Sumedang menjadi salah satu kawasan cukup ikonik di Indonesia. Sebab, kawasan tersebut syarat akan nilai sejarah.
Kawasan Cadas Pangeran adalah bagian dari De Groote Postweg atau Jalan Raya Pos. Sebuah proyek pembangunan di bagian Utaranya Jawa. Proyek jalan itu terbentang dari Anyer (Barat Jawa) sampai Panarukan (Timur Jawa) atau berjarak sekitar 1.000 KM.
Negeri Belanda yang menguasai tanah air kala itu sedang di bawah Kekaisaran Prancis, Napoleon Bonaparte. Sementara wilayah Hindia Belanda sendiri, saat itu di bawah kepemimpinan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1762-1818).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantaran nilai historisnya itu, maka tidak jarang beberapa pecinta sejarah ada yang bernostalgia dengan menyusuri sepanjang jalan tersebut. Salah satunya melintasi kawasan bersejarah Cadas Pangeran.
Seperti yang dilakukan oleh Chairul Akhmad atau biasa disapa Cak Irul, warga Regency Pasar kemis, Kabupaten Tangerang. Ia bahkan menyusuri jalan tersebut dengan menaiki sepeda Federal model touring lengkap dengan perbekalan yang telah disiapkannya.
Tepat di Kawasan Cadas Pangeran, detikJabar berkesempatan berbincang-bincang dengannya yang diketahui adalah mantan pekerja media dari salah satu stasiun televisi swasta.
Sepekan sudah Cak Irul mengayuh sepeda kesayangannya dari mulai Dusun Tanjunglame, Desa Ujung Jaya, Pandeglang, Banten dan baru tiba di Kawasan Cadas Pangeran, Sumedang pada Selasa (26/12/2023) sore.
"Saya start dari Tangerang kemudian ke sebuah kampung yang ada di bagian paling barat pulau Jawa yang namanya Dusun Tanjunglame dan rencananya mau ke kampung terujung di bagian timur di Banyuwangi dekat Alas Purwo," ungkap Cak Irul kepada detikJabar di Kawasan Cadas Pangeran.
Ekspedisinya kali ini merupakan mimpi pribadinya sambil memotret langsung tentang sebuah evolusi dari jalur bersejarah yang dikenal sebagai jalur Anyer-Panarukan atau Jalan Raya Daendels.
"Perjalanan ini semestinya dilakukan pada tahun 2020 atau bertepatan dengan 212 tahun pembangunan Jalan Raya Daendels namun karena saat itu ada Pandemi COVID-19 jadi baru terlaksana sekarang," tuturnya.
Beberapa titik bersejarah di sepanjang jalur Anyer-Panarukan tak luput dari bidikan kamera ponselnya atau kamera gopro yang dibawanya. Itu kenapa perjalannya terhitung memakan waktu cukup lama.
Ia bahkan diketahui telah tujuh kali transit mulai di Cilegon, Jakarta, Kota Bogor, Puncak Bogor, Cianjur, Bandung dan Jatinangor (Sumedang).
"Saya istirahatnya kadang di rumah teman atau kadang di sebuah penginapan yang murah meriah, perjalan kali ini santai sih soalnya sambil ngambil video dan foto untuk dokumentasi," ujarnya.
"Jalan Asia Afrika Bandung atau tepatnya di Titik Nol Kilometer menjadi salah satu yang saya dokumentasikan dalam perjalanan karena di sana ada nilai historisnya," terangnya.
Suka duka dalam perjalanan dirasakan Cak Irul selama mengayuh pedal sepedanya. Menurutnya, tantangan terberatnya pada saat terjebak di tengah kemacetan atau saat turun hujan.
"Bagi pesepeda itu kalau sudah ketemu macet seperti saat melintasi jalur Puncak Bogor, wah itu repot banget. Terus saya juga terpaksa harus berhenti sejenak sesampainya di Bandung karena turun hujan," ucapnya.
Kendati demikian, berkesempatan bisa menyusuri jalur Anyer-Panarukan ditambah dengan bersepeda, baginya adalah satu pengalaman yang istimewa.
"Aku bisa melihat (kondisi) Indonesia jadi lebih dekat khususnya pulau Jawa dan khususnya lagi sepanjang Jalan Raya Daendels ini, saya bisa sambil membayangkan bagaimana evolusi suasana jalan dari sekian ratus tahun lalu sampai sekarang bahkan menjadi rute bagi jalan nasional, itu sangat membanggakan," ungkapnya.
"Meski di satu sisi saya pun terharu dengan banyaknya korban pada saat pembangunan jalan itu terutama dari mulai Puncak Bogor, Cianjur dan Cadas Pangeran ini," terangnya menambahlkan.
Sejauh perjalanan yang telah ditempuhnya, ia pun sedikit memahami kenapa Daendels saat itu membuat sebuah rute jalan seperti yang ada sekarang ini.
"Kenapa Daendels tidak membuat rute dari Bekasi langsung ke Pantura (Pantai Utara) saja dan ternyata jalur Anyer-Panarukan ini memiliki pemandangan alam sangat indah, belum lagi kaya akan hasil alam. Nah mungkin Daendels berpikir juga saat itu bagaimana hasil pertanian warga bisa dimanfaatkan lewat jalan ini," paparnya.
"Dulu, peruntukannya kan sebagai Jalan Pos dan militer tapi ada keuntungan lainnya, yakni mengangkut hasil alam, wah ini diibaratkan sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui," ujarnya menambahkan.
Menurutnya, Daendels adalah orang cerdas yang mampu memetakan kondisi geografis pulau Jawa dengan sumber daya alamnya saat itu.
Demi ekspedisinya itu, Cak Irul sampai rela merogoh uang tabungannya. Ia sendiri menargetkan bisa tiba di Banyuwangi dalam satu pekan ke depan.
"Sepanjang di perjalanan, saya bisa menikmati pemandangan alam, sambil gowes sepeda saya juga sambil membayangkan bagaimana kondisi alam dan warga pada saat itu," ucapnya.
(mso/mso)