'Kemanusiaan Tidak Mengenal Hari Libur'

Serba-serbi Warga

'Kemanusiaan Tidak Mengenal Hari Libur'

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Senin, 31 Mar 2025 06:00 WIB
Ridwan Kemal (kanan).
Ridwan Kemal (kanan). (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Takbir menggema di langit Palabuhanratu. Rumah-rumah bercahaya temaram, meja makan penuh dengan ketupat dan rendang, dan tawa sanak saudara menghangatkan suasana.

Namun, di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Palabuhanratu, Ridwan Kemal (31) tetap berjaga. Bukan di rumah bersama istri dan keluarganya, melainkan di ruangan penuh pasien yang datang silih berganti.

Kemal bukan berasal dari Palabuhanratu. Ia lahir dan besar di Jampang Kulon, sementara istrinya tinggal di Kota Sukabumi. Sejak bertugas di RSUD Palabuhanratu, ia harus menjalani kehidupan yang terpisah dari istri dan keluarganya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tahun ini, Kemal kembali mendapat jadwal piket, bertugas di hari raya. Saat kebanyakan orang sibuk memilih pakaian terbaik untuk Salat Id dan menyiapkan hidangan khas Lebaran, Kemal justru mengenakan seragam dinas keperawatannya, bersiap menghadapi pasien yang mungkin datang dalam kondisi darurat.

Setiap hari, setelah lelah berjibaku di IGD, ia hanya bisa pulang ke kamar kecilnya di dekat rumah sakit. Dan ketika Lebaran tiba, jarak yang memisahkan itu terasa lebih berat.

ADVERTISEMENT

"Lebaran di rumah itu rasanya beda, suasananya hangat. Tapi ya sudah, saya di sini karena ini tugas saya," katanya dengan suara pelan menceritakan momen ketika bekerja saat Lebaran kepada detikJabar, akhir pekan lalu.

Berdasarkan catatan Kemal, lebaran tahun ini adalah keenam kalinya ia harus merayakan Idul Fitri di rumah sakit. Tahun lalu ia sempat merayakan Lebaran di rumah, tapi tahun ini, lagi-lagi ia berada di IGD.

"Saya mulai bertugas di IGD sejak 2015, begitu lulus kuliah langsung masuk sini. Kalau dihitung-hitung, ini sudah enam kali saya Lebaran di rumah sakit," ujar Kemal.

Tahun lalu, ia akhirnya bisa merayakan Lebaran di rumah. Namun, anehnya, ia justru merasa ada yang kurang.

"Rasanya saya malah kepikiran. Saya membayangkan teman-teman di IGD berjaga tanpa saya, membayangkan pasien yang datang butuh pertolongan. Jadi ketika tahun ini kebagian masuk lagi, saya sudah siap," katanya.

"Sudah tugas, jadi saya ambil senangnya saja. Kalau kita pikirin terus betapa beratnya, ya makin berat rasanya. Saya lebih memilih melihat sisi baiknya, karena di luar sana, ada keluarga yang berharap pasien kami bisa pulang dalam kondisi lebih baik," lanjutnya.

Meski suasana rumah sakit saat Lebaran lebih sepi dibanding hari biasa, IGD tetap menerima pasien dengan berbagai kondisi, mulai dari keluhan ringan hingga keadaan darurat yang mengancam nyawa.

"Kalau lebaran biasanya jumlah pasien turun, tidak seramai hari biasa. Biasanya pasien datang setelah Salat Id, mayoritas karena sakit perut, darah tinggi, atau stroke ringan. Tapi kalau sudah masuk hari kedua dan ketiga, itu biasanya mulai naik lagi, termasuk kecelakaan lalu lintas yang parah," ujarnya.

Dari enam kali merayakan Lebaran di rumah sakit, ada satu kejadian yang tak pernah ia lupakan. Kala itu ia menyelamatkan seorang korban kecelakaan lalu lintas.

"Pernah suatu kali menerima pasien kecelakaan motor, kondisinya cedera kepala berat. Saat itu suasana IGD cukup tegang, karena kami tahu peluangnya tipis. Tapi kami tetap berusaha sebisa mungkin, semua tenaga dan fokus dikerahkan. Akhirnya, alhamdulillah, pasien itu bisa kami selamatkan," katanya.

Sejak menikah tiga tahun lalu, Kemal tidak hanya meninggalkan orang tua di rumah saat bertugas, tapi juga istrinya. "Istri dan keluarga sudah paham. Ini sudah menjadi bagian dari pekerjaan saya. Kalau pas dapat jadwal jaga, ya mau bagaimana lagi? Mereka memberikan dukungan penuh, meskipun kadang saya tahu ada rasa sedih juga," ujarnya.

Istrinya sering mengirim pesan berisi foto makanan Lebaran di rumah, berharap bisa berbagi suasana meski hanya lewat layar ponsel. Kadang, saat IGD sedang lengang, Kemal menyempatkan video call sebentar, sekadar melihat wajah orang-orang yang dicintainya.

"Orang tua saya pernah bilang, 'Nak, kalau di rumah sakit masih ada orang yang lebih butuh kamu, ya sudah, kami tunggu saja di rumah'. Itu yang bikin saya selalu kuat," lirih Kemal, menahan haru.

Kemal bersyukur, setidaknya ia memiliki lingkungan kerja yang nyaman di IGD. Para rekan-rekannya sudah seperti keluarga kedua baginya.

"Kami sudah terbiasa satu sama lain. Kalau ada yang sedih karena harus masuk kerja saat Lebaran, pasti yang lain menghibur. Kadang ada yang bawa makanan dari rumah, jadi tetap bisa merasakan sedikit suasana Lebaran meski di rumah sakit," katanya.

Bagi Kemal, ia bukan satu-satunya orang yang harus mengorbankan momen Lebaran demi pekerjaan. Ada banyak profesi lain yang juga tetap berjaga di hari raya.

"Polisi tetap bertugas menjaga arus mudik dan keamanan, petugas PLN harus siap sedia kalau ada pemadaman listrik, pemadam kebakaran juga harus siaga. Bahkan, pekerja kebersihan tetap bekerja membersihkan sampah setelah malam takbiran," katanya.

"Kadang saya pikir, banyak orang yang mungkin tidak sadar, bahwa di balik kenyamanan mereka merayakan Lebaran, ada banyak orang yang tetap bekerja untuk memastikan semuanya berjalan lancar. Jadi, saya tidak merasa sendiri," lanjutnya.

Dari semua kelelahan dan pengorbanan yang ia rasakan, ada satu hal yang selalu menjadi pelipur lara bagi Kemal, ucapan terima kasih dari pasien yang ia rawat.

"Sering sekali pasien datang lagi ke IGD setelah sembuh, hanya untuk bilang 'terima kasih. Kadang ada yang bawa bingkisan atau makanan, terutama saat Lebaran. Itu bentuk apresiasi kecil yang bikin saya merasa pekerjaan ini begitu berharga," katanya dengan mata berbinar.

Baginya, perayaan Lebaran bukan tentang di mana ia berada, tetapi tentang apa yang bisa ia lakukan untuk orang lain.

"Lebaran bukan sekadar duduk di meja makan bersama keluarga, tapi tentang bagaimana kita bisa berbagi. Dan kalau yang saya bisa bagi adalah tenaga dan keahlian saya untuk menyelamatkan orang lain, maka saya sudah cukup merasa bersyukur," tutupnya seraya berucap pelan, kemanusiaan tak mengenal hari libur.

(sya/orb)


Hide Ads