Sembilan nyawa melayang dibunuh Wowon Erawan alias Aki (60), bersama dua rekannya Solihin alias Duloh (70) dan M Dede Solehudin. Para pelaku dengan keji melakukan pembunuhan berantai bak serial killer di Bekasi dan Cianjur.
Wowon diketahui menghabisi nyawa korbannya dengan memberikan racun dan juga mencekik leher hingga tewas. Polisi mengungkap, ada motif ekonomi dalam insiden pembunuhan ini.
Pengamat Sosial Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengatakan, dilihat dari motif pelaku menjanjikan bentuk investasi bodong atau 'gaib' karena modus menggandakan uang secara supranatural , artinya dia bisa memperbanyak uang ketika diinvestasikan kepada dirinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rupanya mereka tidak mampu, ketika ditagih mereka menghabisi orang-orang yang menagih dan saksi dari kejadian tersebut yang merupakan keluarga mereka sendiri," kata Devie via sambungan telepon, Jumat (20/1/2023).
Ia mengungkapkan, berdasarkan penelitian yang pernah ada dari Universitas Slovenia memang ukuran kebahagiaan itu salah satunya memiliki uang, walaupun tanpa uang mereka bisa bahagia.
Menurutnya, karena ingin bahagia melalui uang, maka banyak orang yang terobsesi memiliki uang, tapi tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana caranya agar uang ini bisa bertambah.
Devie juga menjelaskan, OJK mencatat misalnya dalam rentang waktu 2010-2020 lebih dari Rp 114 triliun uang masyarakat hilang, karena terjebak investasi yang salah.
"Jadi keinginan agar bisa terus pundi-pundi penghasilan merupakan hal wajar sebenarnya, tapi karena tidak punya pengetahuan kepada siapa dan bagaimana caranya, kemudian ada sosok-sosok yang dianggap dihormati. Gini, di Indonesia ini pola hubungan sosialnya disebut patron klien, patron klien itu adalah hubungan sosial lokomotif gerbong," ungkapnya.
"Ada kelompok masyarakat yang jadi lokomotif, artinya apa? Dia dilihat masyarakat. Siapa saja? Saya sebut 4K, K pertama kekuasaan, orang yang berkuasa entah dia kepala geng, sampai presiden pasti dihormati dan didengar. K kedua, adalah kekayaan, orang kaya di Indonesia pasti didengar dan diikuti perilakunya. K ketiga adalah ketenaran, orang yang tenar mau di TikTok arau geng nya adalah orang pasti didengarkan dan K keempat adalah kewibawaan, itu bisanya tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat," jelasnya.
Jika dilihat dan diperhatikan pola orang-orang yang menipu, seperti sultan-sultan palsu, sebut saja Dony Salmanan dan Indra Kenz pasti menunjukkan dia orang kaya lalu kemudian terkenal, maka dengan mudah orang akan mengikuti.
"Orang gak perlu ngecek lagi, pokoknya kalau sudah kelihatan kaya dan tenar, maka potensi Anda diikuti sangat tinggi dan ini terjadi," ujarnya.
Devie menuturkan, para penipu ini mengidentikan dirinya sebagai tokoh yang kemudian punya kewibawaan karena katanya punya ilmu supranatural. "Itu yang buat orang mau percaya sama yang investasi ini pada si tokoh-tokoh ini dan buat mereka percayakan hal tersebut dan mudah memberikan uangnya kepada penjahat ini," tuturnya.
Devie juga mengatakan, banyak orang yang miskin gara-gara investasi bodong dan hal itu membuat miris.
"Tapi sebenarnya yang parah itu banyak orang di luar sana jadi miskin gara-gara penjahat ekonomi ini, mereka gak pake membunuh uang orang hilang yang tadinya mau dipakai naik haji orang tua, sekolahkan anak ke luar negeri misalnya, semua hilang, orang jadi miskin tiba-tiba gara-gara investasi bodong seperti ini, baik yang janji supranatural dan motif lain," ucapnya.
Devie menuturkan, dibutuhkan banyak pihak yang membantu pemerintah menuntaskan permasalahan ini.
"Pemerintah tidak sendirian, artinya teman-teman seperti perguruan tinggi, NGO bergerak bersama untuk sosialisasikan literasi keuangan itu harus terus bergerak. Karena, masyarakat bisa dapatkan kesenangan, kekayaan dengan mudah maka potensi orang-orang yang memang berniat jahat menjanjikan satu kemudahan yang palsu tidak lagi bisa beroperasi," katanya.
Menurut Devie, masyarakat harus punya benteng diri, memahami bahwa kesenangan itu bisa diperoleh lewat kerja keras dan cara yang benar. Hal ini perlu disosialisasikan kepada semua kalangan, karena korban dari investasi bodong dengan berbagai modus ujungnya sama investasi bodong tidak mengenal jenis kelamin, tidak mengenal latar belakang ekonomi dan sebagainya.
"Semuanya, berpotensi menjadi korban tidak ada yang kebal dari investasi bodong, karena pada dasarnya manusia ingin mengejar kesenangan, nah naluri mencari kesenangan lah kemudian dimanfaatkan, dieksploitasi, dimanipulasi oleh orang-orang tertentu," pungkasnya.
(wip/yum)