Pria Sukabumi Ingin Pulang ke Tanah Air Usai 'Terperangkap' di Laos

Pria Sukabumi Ingin Pulang ke Tanah Air Usai 'Terperangkap' di Laos

Siti Fatimah - detikJabar
Selasa, 23 Agu 2022 21:44 WIB
buying illegal foreign passport hands exchanging money and documents buyer seller
ilustrasi penipuan (Foto: (Thinkstock)
Sukabumi -

AF (28) pria asal Kecamatan Citamiang, Kota Sukabumi mengungkapkan kondisi terkini di Laos. Diketahui, ia dan satu orang temannya inisial GG (27) diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ke negeri seribu gajah itu.

Dia mengatakan, kondisinya masih belum berubah sejak sepekan lalu. Ia masih 'disekap' di sebuah apartemen tempatnya bekerja. Mereka tak diberi akses untuk keluar apartemen sejak menginjakkan kaki di Laos.

"Di sini saya kondisi alhamdulillah, tapi masih ditahan. Makan di kasih tapi air (minum) beli, di sini juga kalau misalkan air kisaran harga 3 - 18 yuan," ujar AF dalam pesan suara yang diterima, Selasa (23/8/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, ia mengungkapkan jika ingin kembali ke Tanah Air, mereka harus menyiapkan uang sebesar US$ 4.000 atau sekitar Rp 59 juta (kurs dolar Rp 14.864). Besaran itu, kata dia, didapat saat agen menjual mereka ke perusahaan.

"Keukeuh perusahaan minta ganti rugi sebesar US$ 4.000 karena perusahaan teh itu jadi ngeluarin duit US$ 4.000 (sesuai) harga beli kita dari agen. Jadi agen ngejual kita seharga itu, perusahaan keukeuh minta uang segitu," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Dia mengatakan, lokasinya saat ini masih di Golden Triangle Special Economic Zone Gateaway, Tonpheung, Laos. Dia meminta pertolongan agar KBRI menanggapi permohonannya untuk dipulangkan ke Indonesia.

Selain tidak diperbolehkan keluar apartemen, mereka juga bekerja selama 12 jam dari pukul 00.00 sampai 12.00 waktu setempat.

"Saya berharap ada pihak KBRI dan pemerintah cepat membantu kita. Soalnya bisa dibilang banyak yang nggak betah, kerjanya dari jam 12 malam sampai jam 12 siang," kata dia.

Dia khawatir jika tak segera diambil tindakan, ia dan temannya akan dipindahkan ke perusahaan atau negara lain. Terlebih, bekal hidup mereka di Laos kian menipis.

"Bekal paling buat beli air saja dicukup-cukupin. Kalau dari pihak KBRI katanya sudah diproses cuman masih lama. Takutnya kalau misalkan kelamaan, perusahaan enggak mau nampung, terus takutnya saya dioper ke perusahaan lain," ucapnya.

Selain AF, ada WNI asal Pontianak inisial G. Dia juga merasa tertipu bekerja di Laos dan menginginkan untuk pulang ke tempat tinggalnya.

"Nama saya G dari Lampung, cuman alamat KTP di Pontianak. Sama pekerjaan kami juga tertipu di Laos ini jadi minta tolong, tolong jemput kami tembus ke KBRI, kami di sini ga bisa kemana-mana. Kerja kami 12 jam, jadi mohon bantuannya nggak tahu lagi harus gimana," kata G.

Sebagai informasi, kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) itu bermula saat kedua pria itu mendapatkan penawaran kerja di Thailand. Alih-alih bekerja di negara gajah putih itu, keduanya ternyata dipindahkan ke Laos melalui jalur darat. Di Laos, mereka bekerja untuk sebuah perusahaan semacam trading. Alat komunikasi dan akses ke luar apartemen ditutup.

"Kalau informasi awalnya, mereka itu dijanjikan bekerja di salah satu perusahaan di negara Thailand melalui salah seorang penyalur kerja yang dikenalnya di Sukabumi dengan upah sekitar US$ 1.000," kata Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Barat Jejen Nurjanah.

Jejen menyebut, kasus tersebut sudah ditangani oleh Mabes Polri dan didampingin oleh Migran Care.

"Berdasarkan rapat koordinasi SBMI Jawa Barat bersama International Organization for Migration (IOM) di Bogor kemarin, bahwa kasus TPPO asal warga Cisaat ke Negara Laos itu kini sudah ditangani oleh Mabes Polri," ucapnya.




(dir/dir)


Hide Ads