Herry Wirawan lolos hukuman mati. Pemerkosa 13 santri itu divonis penjara seumur hidup. Berikut fakta-fakta persidangan kasus itu.
Putusan penjara seumur hidup dibacakan majelis hakim yang diketuai Yohanes Purnomo Suryo dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung kemarin. Dalam putusannya, hakim tak mengamini tuntutan jaksa hukuman mati.
1. Vonis Bui Seumur Hidup
Hakim menilai perbuatan Herry Wirawan telah terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 81 ayat 1, ayat 3 dan 5 jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup," ucap hakim.
2. Hukuman Kebiri Kimia Tidak Dikabulkan
Selain hukuman mati, hukuman kebiri kimia juga tak dikabulkan. Hakim punya alasan tersendiri mengenai kebiri kimia ini. Hakim menilai, Herry sudah divonis penjara seumur hidup, sedangkan kebiri kimia bisa dilakukan setelah Herry menjalani pokok pidananya.
"Menimbang dengan demikian, oleh karena tindakan kebiri kimia baru dapat dilakukan setelah terdakwa menjalani pidana pokok paling lama dua tahun, sementara apabila dituntut kemudian diputus pidana mati dan penjara seumur hidup yang tidak memungkinkan selesai menjalani pidana pokok maka tindakan kebiri kimia tidak dapat dilaksanakan," kata hakim.
3. Denda Rp 500 Juta Digugurkan
Hakim juga menggugurkan pidana denda terhadap Herry Wirawan. Sebab, kata hakim, sebagaimana Pasal 67 KUHP seseorang yang dihukum mati atau penjara seumur hidup tak bisa dikenakan pidana tambahan.
"Menimbang bahwa tentang tuntutan penuntut umum denda yang dijatuhkan terhadap terdakwa yaitu sebesar Rp 500 juta dengan subsider satu tahun kurungan majelis berpendapat berdasarkan Pasal 67 KUHP, ketika orang dijatuhi hukuman mati dan pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh dijatuhi pidana lagi," ujar hakim.
4. Pembubaran Yayasan Milik Herry Tak Dikabulkan
Begitu juga dengan tuntutan pembubaran Yayasan Manarul Huda milik Herry Wirawan. Menurut hakim, pembubaran tersebut perlu dilakukan melalui gugatan perdata. Sebab, Yayasan Herry sudah terdaftar dan berbadan hukum yang tercatat di Kementerian Hukum dan HAM.
"Majelis hakim berpendapat Yayasan Manarul Huda yayasan berbadan hukum. Oleh karana berbadan hukum maka pendirian dan pembubaran mengacu pada Undang-Undang yayasan," kata hakim.
5. Pembayaran Restitusi Dialihkan ke Negara
Sedangkan untuk pembayaran restitusi atau ganti rugi terhadap korban, hakim mengalihkan pembayaran restitusi sebesar Rp 331 juta dialihkan ke negara atau kepada Kementerian PPA.
Restitusi tersebut diajukan oleh 12 orang korban Herry Wirawan. Adapun nominal restitusi yang diberikan beragam dari terendah sebesar Rp 8,6 juta hingga paling besar Rp 85 juta. Sehingga total pembayaran restitusi sebesar Rp 331.527.186 juta.
"Oleh karena terhadap terdakwa tidak dibebani kewajiban membayar restitusi meskipun merupakan hukuman tambahan, namun majelis hakim berpendapat bahwa pembayaran restitusi tersebut di luar ketentuan hukuman tambahan sesuai pasal 67 KUHP. Maka restitusi harus dialihkan ke pihak lain," ujar hakim.
Menurut dia, pengalihan itu sesuai dengan peraturan Nomor 43 Tahun 2017 tentang pemberian restitusi bagi anak korban tindak pidana. Dalam aturan tersebut, kata hakim, apabila pelaku berhalangan, dialihkan kepada siapa membayar restitusi itu.
"Majelis hakim berpendapat bahwa tugas negara adalah melindungi dan menyejahterakan warganya, negara hadir melindungi warga negaranya dan perkara ini adalah para anak korban dan anak korban maka majelis hakim berpendapat bahwa tepat apabila beban pembayaran restitusi diserahkan kepada negara," tutur Hakim.
(dir/bbn)