Kisah Tukang Ojek Pangkalan Cirebon yang Bertahan di Era Digital

Serba-serbi Warga

Kisah Tukang Ojek Pangkalan Cirebon yang Bertahan di Era Digital

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Sabtu, 21 Sep 2024 20:30 WIB
Pangkalan Ojek Logam di Kota Bandung.
Ilustrasi pangkalan ojek (Foto: Wisma Putra/detikJabar)
Cirebon -

Di bawah terik matahari siang yang membakar, Amin, seorang pria berusia 62 tahun, menunggu penumpang memesan jasa ojek miliknya. Setiap hari, ia mangkal di depan Terminal Harjamukti, Kota Cirebon. Meski tubuhnya tak lagi sekuat dulu, semangatnya untuk mencari nafkah tetap berkobar.

Dulu menjadi tukang ojek merupakan usaha sampingannya, pada awalnya kehidupan Amin diwarnai dengan tumpukan kertas koran yang ia antar ke berbagai pelosok.

Selama lebih dari dua puluh lima tahun, Amin menjadi loper koran, profesi yang pernah memberinya harapan dan kebanggaan. Setiap hari, ia menjual ratusan eksemplar koran, menghidupi keluarganya dengan hasil jerih payahnya. Namun, masa kejayaan itu mulai pudar seiring dengan kemajuan teknologi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perlahan-lahan profesi loper koran mulai meredup. Amin pun akhirnya meninggalkan dunia loper koran dan memilih fokus menjadi tukang ojek konvensional agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

"Nah sebelumnya itu saya bekerja sebagai loper koran sambil sampingan jadi tukang ojek. Tapi setelah berhenti jadi loper koran, baru fokus jadi tukang ojek saja. Alasan berhenti jadi loper koran yah itu karena adaya ponsel," tutur Amin, Sabtu (21/9/2024).

ADVERTISEMENT

Menjadi tukang ojek konvensional di era modern tentu tak mudah. Seperti halnya profesi loper koran yang tergerus oleh digitalisasi, kehadiran ojek online juga membawa dampak besar bagi Amin. Pendapatanny

a menurun drastis.

"Sebelum adanya ojek online, dalam sehari tuh penumpang banyak, nggak bisa dihitung. Misal, kalau ada yang penumpang dari sini terminal sampai pangurangan itu bisa sampai Rp 200.000, itu cuma satu jalan, bisalah sehari dapat Rp 250.000. Tapi sekarang, ini dari pagi saja baru dapat Rp 25.000, paling banyak dapat Rp 75.000, bahkan kadang-kadang nggak dapat," tutur Amin.

Amin tidak menolak keberadaan ojek online, namun baginya, mengikuti perkembangan teknologi bukanlah perkara mudah. "Faktornya apa, saya sudah tua, handphone dan motornya harus bagus, sama banyak aturannya. Jadi agak kesulitan lah buat adaptasi," tutur Amin.

Meski begitu, Amin tetap menjalani profesinya dengan penuh kesabaran. Dengan empat cucu yang menunggu di rumah, ia terus berjuang meski seringkali penghasilan yang diperolehnya tidak menentu.

"Harapan nya saya, kalau sekarang kan sudah tua, cucu saja sudah empat, meski kesulitan, saya hanya bisa bersabar dan bersyukur saja," tutur Amin.

(iqk/iqk)


Hide Ads