Di balik hiruk-pikuk jalanan Kota Cirebon, tepatnya di Jalan Pasuketan, Kecamatan Lemahwungkuk, berdiri megah sebuah gedung tua yang telah menjadi saksi bisu perubahan zaman. Gedung itu dikenal sebagai British American Tobacco atau lebih akrab disebut gedung BAT, sebuah peninggalan era Hindia Belanda yang menyimpan banyak cerita.
Di bagian depannya, warna putih masih mendominasi, meski terkesan kusam akibat usia yang hampir mencapai satu abad. Jendela dan pintu besar menonjol di fasadnya, sementara di bagian tengah gedung terdapat tulisan Anno 1924, menandai tahun berdirinya gedung ini. Di masa lalu, gedung BAT bukan sekadar bangunan tua. Di sini, sejarah industri rokok Cirebon bermula.
Kabar tentang pendirian gedung BAT, banyak diberitakan dalam surat kabar Hindia Belanda yang terbit pada masa itu. Dalam surat kabar, Algemeen Handelsblad edisi 8 Maret 1925, misalnya. Disebutkan, rencana pembangunan gedung sudah ada sejak tahun 1923 oleh perusahaan British American Tobacco Company.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan mungkin tidak diketahui oleh sebagian besar pembaca kami bahwa British American Tobacco Company , salah satu grup manufaktur rokok global terbesar, beroperasi di sebagian besar negara di Eropa, serta di Amerika Utara dan Selatan, Mesir, Afrika Selatan, Australia, New Selandia dan Cina memiliki pabrik rokok yang besar, dan sejak akhir tahun 1923 sebuah pabrik telah didirikan di Cheribon," tulis Algemeen handelsblad edisi 8 Maret 1925.
Kala itu yang menjadi cikal bakal dari gedung BAT adalah sebuah pabrik bernama SS Michael. Lewat pembangunan gedung BAT mereka berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi rokok dari 8.000 batang per menit menjadi 56.000 batang per menit. Setelah pabrik SS Michael dibeli, lewat jasa biro arsitek F.D Cuypers dan Hulswit, gedung BAT dibangun dengan gaya arsitektur Art Deco, sebuah gaya arsitektur bangunan yang populer pada masa itu.
Pada 9 Maret 1924 mulai dilakukan pemasangan tiang pancang beton pertama untuk pembangunan gedung BAT. Beton juga digunakan untuk membangun lantai dua dan tiga gedung BAT yang dihubungkan dengan fondasi pelat beton yang bertulang.
Menurut koran tersebut, hampir semua bangunan gedung BAT menggunakan beton bertulang dengan fondasi yang juga menggunakan beton. Setelah jadi, bangunan dengan luas sekitar 2000 meter persegi tersebut, memiliki tiga lantai yang terbagi dalam tiga sayap gedung utama, dan beberapa ruangan.
Untuk di lantai dasar terdapat lorong menuju halaman, tangga utama dengan pondok porter, ruang untuk juru masak, engineer, departemen untuk menangani kecelakaan, ruang dokter, ruang apotek, ruang pemeriksaan, dapur, ruang makan dan kamar mandi. Terdapat juga lift yang digunakan untuk mengangkut barang material ke lantai atas.
Dipaparkan juga alasan dari dibangunnya gedung BAT dengan menggunakan beton dan membagi departemen dalam beberapa ruangan, adalah untuk mencegah terjadinya kebakaran.
"Pembagian lokal antardepartemen mencegah penyebaran api, sehingga dapat dipadamkan dengan lebih mudah, terutama karena halaman hanya dapat diakses oleh pemadam kebakaran. Di perusahaan yang memiliki begitu banyak orang, yang bekerja di ruangan yang relatif kecil, semua ini sangat penting demi keselamatan. Selain itu, konstruksi gedung yang tahan api, dengan atap besi dan penutup beton, juga di lantai paling atas, sudah menawarkan keamanan semaksimal mungkin," tulis Algemeen handelsblad edisi 8 Maret 1925.
Tertulis juga, gedung BAT mampu untuk menampung sekitar 80 mesin rokok, termasuk mesin karton dan pengemas rokok. Tetapi, saat baru berdiri, gedung BAT baru memiliki 60 mesin rokok dengan kapasitas sebelas juta batang rokok per hari, dalam satu bulan gedung BAT mampu memproduksi rokok mencapai dua ratus lima puluh juta batang rokok.
![]() |
Kebanyakan rokok dari pabrik BAT di ekspor ke luar negeri, seperti India dan Belanda. Satu bungkus rokok berisi 10 batang rokok dengan harga 5 sen per bungkus.
Untuk memproduksi jutaan rokok, pabrik BAT dibantu oleh ribuan pekerja pribumi. Ada sekitar 2000 penduduk pribumi yang bekerja di pabrik BAT, dalam satu bulan mereka mendapatkan gaji sekitar 36.000 gulden, tidak hanya gaji, mereka juga mendapatkan perawatan kesehatan gratis selama bekerja di pabrik BAT.
Selain keindahan arsitekturnya, gedung pabrik BAT disebut juga sebagai pabrik rokok yang meningkatkan roda perekonomian di Cirebon kala itu.
"Suatu keberuntungan bahwa BAT, selain desain pabriknya yang efisien, juga karena tampilannya yang bagus, tentunya akan menjadi tempat yang menarik di Cirebon. Namun, yang lebih penting dari hal ini adalah manfaat ekonomi dan manfaat lain yang akan diperoleh dari pendirian perusahaan ini bagi Cheribon. Ribuan keluarga mencari nafkah di sini secara langsung dan tidak langsung, sementara pasokan material, transportasi dan pengiriman dan lain-lain yang juga menguntungkan," tulis Algemeen handelsblad edisi 8 Maret 1925.
Dalam surat kabar De Indische courant edisi 28 Oktober 1925, menyebutkan, peresmian gedung BAT yang dilakukan pada tanggal 29 Agustus 1925. Ketika itu, peresmian gedung banyak dihadiri oleh pejabat seperti Konsul Jenderal Inggris, Direktur pertanian dan perindustrian, Walikota, manajer dan beberapa pejabat terkait. Dalam sambutanya, wali kota Cirebon Mr Schotman menyampaikan, bahwa pembangunan pabrik akan membawa kesejahteraan di kalangan penduduk, karena membuka ribuan lapangan pekerjaan bagi ribuan orang.
Meski begitu, dalam surat kabar, Batavia Nieuwsblad edisi 22 Juli 1930. Dikabarkan, akibat dari perluasan wilayah dan beroperasinya pabrik BAT. Penduduk Tionghoa yang tinggal di sekitar pabrik BAT melakukan protes dan meminta ganti rugi. Pasalnya, penduduk Tionghoa yang rumahnya dekat dengan pabrik BAT merasa terganggu karena kebisingan mesin pabrik yang beroperasi.
Menurut mereka, suara bising dari mesin pabrik, menyebabkan keretakan di setiap dinding rumahnya. Tak hanya itu, pabrik yang beroperasi juga mengeluarkan bau menyengat yang mengganggu penduduk sekitar pabrik.
"Penduduk Tionghoa telah menarik tidak kurang dari lima belas saksi dan menuntut ganti rugi kira-kira sama dengan hadiah utama dari lotre. Kasus ini akan ditangani oleh Dewan Kehakiman di Batavia. Bisa dimaklumi, masyarakat Cheribon sangat penasaran dengan hasilnya," tulis Batavia Nieuwsblad edisi 22 Juli 1930.
Dalam perkembangan nya, pabrik BAT sempat mengalami pasang surut. Pada saat Perang Dunia II, pabrik sempat berhenti beroperasi karena adanya tentara Jepang yang mengambil aset gedung BAT. Dan kembali beroperasi setelah perang pada tahun 1949, kemudian, pada tahun 2010 karena pabrik BAT dipindahkan ke Malang, Jawa Timur. Pabrik BAT Cirebon resmi ditutup kembali.
Sejak saat itu, gedung BAT Cirebon kosong, oleh pemerintah Kota Cirebon gedung BAT dijadikan bangunan cagar budaya. Ke depan, Pemkot Cirebon akan melakukan revitalisasi gedung BAT, dan menjadikannya sebagai tempat destinasi wisata industri kreatif dan ritel.
(iqk/iqk)