Dua tahun setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 21 Juli 1947, Belanda kembali menyerang Indonesia, lewat Agresi Militer Belanda I. Kabar tentang serangan Agresi Militer Belanda I, banyak diberitakan oleh surat kabar Hindia Belanda, seperti dalam surat kabar Limburghsch edisi 22 Juli 1947.
"Beberapa jam setelah Belanda mengumumkan bahwa tindakan militer akan diambil untuk mengakhiri perselisihan dengan Republik Indonesia, pesawat pembom tempur Belanda mulai melakukan serangan bom dan penembakan di wilayah yang luas saat fajar hari ini, di bawah hujan lebat di bandara-bandara republik. Pada saat yang sama, pasukan darat Belanda mulai menyerang posisi Indonesia di Jawa Barat," tulis surat kabar Limburghsch 22 Juli 1947.
Salah satu kota penting yang diserang kala itu adalah Cirebon, tepat pada hari pertama penyerangan, Belanda mengirimkan dua pesawat tempur ke Cirebon. Dengan membawa puluhan bom, pesawat tersebut terbang membombardir Cirebon, seperti yang dipaparkan dalam koran Nieuw Provinciale Courant edisi 23 Juli 1947.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dua pesawat Belanda menjatuhkan 25 bom di Cheribon kemarin, 13 di antaranya dilaporkan jatuh di pangkalan kereta api yang penting," tulis koran Nieuw Provinciale Courant edisi 23 Juli 1947.
Tak hanya kereta api, Belanda juga menyerang tempat umum penting lain, seperti pelabuhan dan hotel. Dalam koran Limburgsh Dagblad, mereka datang dengan menggunakan kapal dan pesawat amfibi. Kala itu, penduduk Cirebon diharapkan untuk tetap tenang, karena penyerangan tidak menggunakan taktik bumi hangus.
"Sebuah pesawat Belanda menjatuhkan selebaran di atas kota, yang ditandatangani oleh Jenderal Spoor, di mana ia mendesak penduduk untuk tenang dan beristirahat serta menyerukan untuk tidak menggunakan taktik bumi hangus," tulis Limburgsch Dagblad 22 Juli 1947.
Setelah berhasil menguasai Cirebon, pasukan Belanda berlanjut ke Cirebon Timur sampai pelabuhan Tegal. Pegiat sejarah dari komunitas Cirebon History, Putra Lingga Pamungkas, membenarkan bahwa pada saat Agresi Militer Belanda I, terjadi penyerangan ke Cirebon. "Iya memang Cirebon ketika itu diduduki Belanda, pada saat Agresi Militer Belanda I tahun 1947 ," tutur Lingga belum lama ini.
Kala itu, lanjut Lingga, tentara Belanda banyak menduduki tempat penting di Cirebon, seperti hotel, pelabuhan dan stasiun. Lingga memaparkan, sempat terjadi pertempuran antara tentara Belanda dengan tentara Republik Indonesia.
Menurut Lingga, pertempuran tersebut terjadi di sebuah wilayah yang sekarang dikenal dengan Jalan Perjuangan, Kesambi, Kota Cirebon. "Pertempuran berlokasi di jalan Kartini sampai Jalan Perjuangan, tepat di sampingnya itu jalan Evakuasi yang dahulu menjadi tempat mengevakuasi korban perang," tutur Lingga.
Lingga memaparkan, pasukan yang ikut bertempur, dikenal dengan nama pasukan Kancil Merah yang dipimpin oleh Jenderal Mohammad Pasha. Untuk mengabadikan jasanya, lanjut Lingga, nama Mohammad Pasha diabadikan menjadi nama sebuah gedung di Jalan Cipto, Kota Cirebon.
Akhir Agresi Militer I
Mengutip detikNews, setelah pemerintah Republik Indonesia melaporkan agresi militer Belanda ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Oleh PBB, Belanda dinilai telah melanggar perjanjian internasional yakni, perjanjian Linggarjati.
Pada tanggal 1 Agustus 1947, PBB mengeluarkan resolusi yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata yang dilakukan oleh Belanda di Indonesia dihentikan. Namun, sampai tanggal 4 Agustus 1947, Belanda masih melakukan agresi militer.
Pada tanggal 15 Agustus 1947, atas tekanan Dewan Keamanan PBB, Pemerintah Hindia Belanda menerima resolusi Dewan Keamanan PBB, untuk menghentikan pertempuran. Lalu, tepat pada 17 Agustus 1947, Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia menerima resolusi Dewan Keamanan PBB untuk gencatan senjata.
(iqk/iqk)