Eceng Gondok yang Jadi Cuan di Tangan Sutirwan

Eceng Gondok yang Jadi Cuan di Tangan Sutirwan

Sudedi Rasmadi - detikJabar
Jumat, 21 Jun 2024 04:15 WIB
Sutirwan, mencari cuan dari eceng gondok.
Sutirwan, mencari cuan dari eceng gondok. (Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar)
Indramayu -

Eceng gondok yang tumbuh menghampar di sepanjang Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat menjadi masalah klasik. Namun, bagi Sutirwan (70), tumbuhan itu justru menjadi bahan cuan.

Usianya yang sudah senja membuat Sutirwan tak lagi lincah sebagai nelayan, meski terkadang tetap dilakukannya untuk mengisi kekosongan waktunya. Seringnya, ia bersama istrinya, Dasiah (60), terjun ke tengah Sungai Cimanuk Lama di Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu yang padat akan eceng gondok.

"Ya nggak ada lagi sih. Jadi terpaksa lah," kata Sutirwan ditemui detikJabar, Kamis (20/6/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rutinitas mencari eceng gondok sudah dilakoni keduanya selama 3 tahun terakhir. Meski terkadang, mereka berhenti memungutnya ketika sungai diberlakukan normalisasi.

Sejak pagi, pasutri asal Desa Pagirikan, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu itu pergi ke Sungai Cimanuk Lama. Meski eceng gondok terhampar di sepanjang sungai, namun, Sutirwan memilih titik yang dipenuhi tumbuhan lebih besar. Hal itu agar bisa ia jual dengan harga yang layak.

ADVERTISEMENT

Mengapung di atas tumpukan eceng gondok seolah menjadi kebiasaannya. Keduanya berbagi peran. Sutirwan dengan tongkat bambunya khusus memungut tumbuhan eceng berukuran besar. Sementara, Daniah mengumpulkan dan mengikat eceng-eceng tersebut. Sesekali, Daniah memotong setiap daun eceng sebelum diangkat ke darat.

"Iya Zuhur tuh istirahat, jam 02.00 WIB ke sini lagi sampai setengah lima baru pulang," kata Sutirwan.

Bermodal tenda sederhana beratap kain menjadi satu-satunya tempat mereka berteduh dari teriknya matahari. Rembesan air di tumpukan eceng menjadi hal biasa yang dirasakannya. Bahkan tak jarang ia terperosok saat beranjak ke tengah sungai.

Setiap ikat yang terkumpul rapi bertahap diangkut Sutirwan ke tanggul sungai. Daniah, turut membantu meski harus mengendap-endap berjalan di atas tangga yang terpasang.

"Bisa dapat satu ikat (ukuran besar) mah sehari. Itu keringnya ya," ujarnya.

Susah-senang dilakoni pasangan tersebut. Setelah anak-anaknya sudah menikah, mereka hanya fokus untuk mencari penghasilan hanya sekedar mencukupi kebutuhan rumah tangannya. Terlebih untuk membayar listrik, air PAM dan sebagainya.

Penghasilan dari eceng gondok diakui Sutirwan cukup untuk memenuhi kebutuhan itu. Dalam sepekan, eceng gondok kering yang dijualnya kepada tengkulak asal Cirebon dibayar sekitar Rp400-500 ribu.

"Paling nggak jauh Rp40 ribuan (sehari). Seminggu itu dijual dapat Rp400 ribu, Rp500 ribu. Ya lumayan aja lah," ucapnya.

Sebenarnya, mencari eceng gondok bukan satu-satunya mata pencaharian Sutirwan. Ia justru berkeinginan bekerja di tempat yang bisa mendapatkan penghasilan lebih.

Namun, kemampuannya membuat jaring nelayan tak bisa ia dioptimalkan. Lantaran, ia malas harus memohon-mohon kepada pengusaha jaring untuk ikut bekerja.

"Kalau ada kerjaan lain ya nggak nyari (eceng) soalnya kan beda jauh hasilnya. Kalau jahit di perahu itu bisa dapat Rp120 ribu lumayan kan. Cuma ya itu nyari-nyari nya tuh kayak orang minta-minta," ungkapnya.

"Kalau ini kan bebas nggak ada yang nyuruh. Yang penting kita semangat sendiri lah, kalau semangat mungkin bisa dapat banyak," katanya.

Aktivitas itu terkadang terhenti. Apalagi pihak berwenang sudah melakukan normalisasi sungai dan eceng gondok terkuras. "Ya kalau dikuras ya berhenti," ucapnya.

(orb/orb)


Hide Ads