Masyarakat Kabupaten Cirebon lebih banyak memilih menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dibandingkan bekerja baik formal ataupun nonformal di tanah kelahirannya.
Seperti yang dilakukan oleh Adi Karyadi (29) warga asal Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon mengungkapkan awal mula memilih berangkat ke Korea Selatan karena merasa kesulitan saat mencari kerja.
"Saya berangkat ke Korea Selatan waktu saya berusia 22 tahun, setelah lulus SMA saya enggak dapat-dapat kerjaan jadi saya pilih masuk ke LPK (Lembaga Pelatihan Kerja)," kata dia saat bertemu detikJabar, Minggu (5/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah beberapa tahun, katanya, ia hanya bisa bekerja serabutan karena lamaran kerja yang dikirimnya ke beberapa perusahan tidak mendapatkan respons.
"Awal saya dapet informasi untuk bisa kerja ke luar negeri dari teman saya yang sudah duluan daftar ke LPK, akhirnya saya ikut daftar juga," bebernya.
Ia melanjutkan, membutuhkan waktu selama 6 bulan menuntut pendidikan di LPK sebelum terbang ke Korea Selatan. Kemudian setelah berhasil menempuh berbagai macam pendidikan, kemudian ia melewati proses wawancara dan akhirnya mendapatkan penempatan di bidang pertanian.
"Setelah 6 bulan belajar di LPK akhirnya hasil wawancara saya lolos dan ditempatkan di bidang pertanian di Korea Selatan," terangnya.
Lalu ia melanjutkan, membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses magang untuk bisa bekerja di Korea Selatan.
"Beberapa tahun itu saya magang dulu di sana, alhamdulillahnya bisa saya lalui," bebernya.
Berbagai macam harapan yang dimilikinya saat pertama kali memilih untuk menjadi seorang PMI. Faktor yang paling utama memotivasinya bekerja di Korea Selatan adalah faktor ekonomi.
"Yang memotivasi saya buat kerja ke sana (Korea Selatan) ya apalagi kalo bukan soal ekonomi, saya ingin bantu orang tua aja supaya beban mereka enggak berat," ujarnya.
Hal itu dibuktikannya setelah 3 tahun bekerja di Korea Selatan berhasil merenovasi rumah milik orang tuanya dan membeli sejumlah bidang tanah di kampung halamannya.
"Alhamdulillah rumah orang tua udah bisa direnovasi, sisanya saya belikan tanah buat investasi," ucapnya.
Ia mengaku dalam sebulan bisa mendapatkan penghasilan maksimal sebesar Rp20 juta selama bekerja di Korea Selatan.
"Gaji segitu jangan dianggap besar, soalnya kan belum dipotong buat biaya hidup juga. Pinter-pinter kita aja buat jaga gaya hidup kita selama di sana," tuturnya.
Saat ini ia sedang pulang kampung karena adik perempuannya akan melangsungkan pernikahan yang bertepatan saat kontrak bekerjanya telah selesai.
"Saya ke sini soalnya adik perempuan saya mau nikah dan kebetulan masa kontrak kerja udah selesai. Saya juga sambil nunggu kelanjutan kontrak kerja sambil ngurus-ngurus dokumen buat berangkat lagi ke sana," ungkapnya.
Jumlah Pekerja Migran Indonesia Asal Cirebon
Sementara itu, Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menyebutkan sekitar 43,65 persen pekerja migran asal daerahnya sudah bekerja di sektor formal untuk beberapa negara penempatan pada 2023.
"Jumlah pastinya ada 4.603 orang pekerja migran di sektor formal. Mereka sudah tercatat dan berangkat ke negara penempatan secara legal dari penyalur resmi," kata Kepala Disnaker Kabupaten Cirebon Novi Hendrianto, Senin (6/5/2024).
Ia menjelaskan, sektor formal yang dimaksud adalah pabrik, perkantoran hingga bidang jasa yang sudah terisi oleh tenaga kerja asal Cirebon pada tahun tersebut.
Novi menjelaskan persentase pekerja migran yang bekerja di sektor formal itu cenderung meningkat dengan tersedianya lowongan pekerjaan di beberapa negara khususnya Jepang dan Korea Selatan. Namun meskipun demikian sektor nonformal pun masih tetap ada seperti di bidang pertanian.
"Sudah mengalami pergeseran, presentasenya saat ini sedikit demi sedikit banyak bekerja di sektor formal," ujarnya.
Ia mengatakan mayoritas pekerja migran itu telah mengikuti pelatihan dari segi bahasa maupun keterampilan, sehingga bisa beradaptasi dengan baik selama berada di negara penempatan.
Ia melanjutkan, pekerja migran yang diberangkatkan ke luar negeri sampai akhir tahun 2023 jumlahnya mencapai 10.545 orang dengan dominasi negara penempatan yaitu Taiwan.
"Dari jumlah itu, pekerja migran memang masih didominasi yang bekerja di sektor domestik sekitar 5.942 orang atau 56,35 persen," katanya.
Ia menambahkan jumlah pekerja migran yang dikirim ke luar negeri itu meningkat, karena pada 2022 jumlahnya hanya sebanyak 7.539 orang.
(yum/yum)