Roda Nasib Ahmad Perajin Gerabah Panjunan yang Tersisa di Cirebon

Roda Nasib Ahmad Perajin Gerabah Panjunan yang Tersisa di Cirebon

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Sabtu, 04 Mei 2024 10:30 WIB
Ahmad (61) perajin gerabah panjunan
Ahmad (61) perajin gerabah panjunan (Foto: Fahmi Labibinajib)
Cirebon -

"Ini kan khas dari leluhur saya harus dilestarikan, jangan sampai hilang, sejarahnya sama dengan Masjid Merah. Nggak boleh musnah, ini amanah leluhur," ungkap Ahmad kala ditanya kenapa masih tetap mempertahankan usaha gerabah di Panjunan, Kota Cirebon.

Ahmad yang sudah menginjak usia 61 tahun, mengatakan, dahulu di Panjunan ada ratusan orang yang memiliki usaha gerabah, tapi sekarang hanya dirinya seorang yang masih mempertahankan usaha gerabah secara turun temurun. "Sisa dua, satu lagi baru jualan belum lama, paling dapat 3 bulan atau 4 bulanan," tutur Ahmad. Kamis (4/5/2024).

Ahmad sendiri merupakan generasi kedelapan yang meneruskan usaha gerabah, Di depan rumahnya, masih terlihat berbagai macam jenis gerabah berjejer di lemari kayu terbuka miliknya. "Kalau saya sendiri ada 20 tahun, terusan dari orang tua saya," tutur Ahmad.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sambil mencontohkan cara pembuatan gerabah. Ahmad bercerita, kala Panjunan masih menjadi tempat pembuatan gerabah. Sejak kecil anak-anak penduduk Panjunan sudah diajarkan untuk membuat gerabah. "Ia diajarin buat muterin gerabah, lama-lama jekong lalu diratakan terus dikasih air, atau ada momolo patah, itu dibenerin," tutur Ahmad.

ADVERTISEMENT

Proses pembuatan gerabah sendiri, menurut Ahmad membutuhkan waktu yang berbeda-beda. "Kalau gentong sehari juga jadi, lama itu buat pembakaranya, dijemur dulu terus di bakar, diambil lagi terus di bakar lagi," kata Ahmad.

Ahmad menuturkan, masa itu, gerabah Panjunan terkenal karena kualitasnya yang tinggi. "Kalau gerabah Panjunan itu diambil dari tanah liat asli, kekuatannya sama dengan bata. Kalo nggak kena air, kuat ratusan tahun, pembelinya sampai mancanegara" tutur Ahmad.

Ahmad juga menceritakan, pernah ada orang yang rumahnya selalu ambruk. Namun, setelah genting rumahnya diganti dengan genting dari Panjunan, kerusakan di rumahnya jarang terjadi. "Setelah bikin suhunan, orangnya beli gentengnya di sini. Tadinya rumahnya sering ambruk," tutur Ahmad.

Ia menuturkan, selama ratusan tahun penduduk Panjunan banyak yang hidup dari usaha gerabah. Menurut Ahmad, keahlian dalam membuat gerabah diajarkan secara turun temurun sejak era Syekh Syarif Abdurrahman atau Pangeran Panjunan seorang penyebar agama Islam yang ahli dalam membuat gerabah.

Menurut Ahmad, gerabah Panjunan mulai punah ketika tempat pembakaran, yakni Pengobongan dan tanah Sipung yang menjadi bahan pembuatan gerabah beralih fungsi. "Pengobongan dijual, tanah Sipung dibikin rumah, akhirnya mati kutu atau mati obor, semuanya mati," tutur Ahmad.

Ahmad (61) perajin gerabah panjunanAhmad (61) perajin gerabah panjunan Foto: Fahmi Labibinajib

Ahmad mengenang, ketika masih ramai, dalam sehari Ahmad mendapatkan penghasilan dari mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. "Zaman dulu Alhamdulillah sehari bisa mencapai Rp 1.000.000, atau Rp 900.000 itu sehari, wah dulu mah rame nggak ada libur, hampir tiap hari," tutur Ahmad.

Ahmad membeberkan, dahulu sepanjang jalan Panjunan menjadi tempat penjualan dan pembuatan gerabah. "Sekarang udah jadi rumah semua, bayangkan dari ujung sini sampai itu gerabah semua. Itu yang perempatan dekat Masjid Merah juga ada lapangan tempat pembakaran," tutur Ahmad.

Ada banyak jenis gerabah yang dijual oleh Ahmad seperti kendi, momolo, cup kendi, ari-ari, padasan, gentong, genteng dan pendaringan. Dahulu, Ahmad mendapatkan gerabah dari Panjunan. Namun semenjak perajin gerabah Panjunan punah, gerabah tersebut Ahmad dapatkan dari Desa Sitiwinangun, Kabupaten Cirebon.

Kampung Panjunan penghasil gerabah di Kota Cirebon.Kampung Panjunan penghasil gerabah di Kota Cirebon. Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar

Meski tidak seramai dulu, Ahmad menuturkan, penghasilan dari penjual gerabah cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari keluarganya.

"Alhamdulillah cukup buat sehari-hari. Karena apa yah amanatnya begitu, pada waktu Syekh Syarif Hidayatullah bertanya tentang gimana nih bekal anak cucunya, Syekh Abdurrahman menjawab, buat anak cucu saya tidak usah keder-keder, insyaallah semua pada bisa makan, sudah saya bekali cara pembuatan ini (gerabah)," tutur Ahmad.

Ahmad percaya bahwa rezeki yang diberikan Tuhan kadangkala datang dengan cara yang tidak terduga. "Makannya kita enjoy aja, karena rezeki kadang tidak terduga. Kadang-kadang kita hanya duduk di sini setiap harinya, ada saja yang dateng beli di sini, alhamdulillah, yang penting yakin," tutur Ahmad.

Ahmad sendiri memiliki dua orang anak dan tiga cucu. Sesuai dengan tradisi di keluarganya, Ahmad akan tetap meneruskan usaha gerabah ke anak-cucunya. "Insyallah masih tetap terusin, itu harus ada nggak boleh punah," tutur Ahmad.

Walaupun gerabah Panjunan sudah punah, Ahmad berharap ke depan masih ada orang yang berusaha mengembangkan gerabah Panjunan."Jangan sampai menghilangkan ciri khas Panjunan dari leluhur saya. Di sini tanah udah nggak ada, kita hanya bisa bersyukur saja bisa menjual gerabah bersejarah. Meski hanya bisa menjual gerabah Panjunan saja tidak sampai membuat," pungkas Ahmad.

(yum/yum)


Hide Ads