Setiap nama tempat tentu memiliki asal usulnya tersendiri. Khusus di Cirebon terdapat beberapa nama tempat yang memiliki asal-usul yang menarik untuk diulas lebih jauh.
Menurut pegiat sejarah dan naskah kuno dari komunitas Latar Wingking, Farihin, penamaan tempat dari suatu wilayah biasanya diambil dari nama sebuah peristiwa, tokoh, pohon atau aktivitas yang ada di daerah tersebut.
Sedangkan ilmu yang digunakan untuk mencari tahu nama suatu tempat adalah Toponimi, sebuah cabang ilmu Linguistik yang mempelajari asal usul dari sebuah nama tempat atau wilayah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih jelasnya, berikut 8 asal usul nama tempat yang ada di Cirebon, Jawa Barat.
1. Kandang Perahu
Merupakan sebuah nama jalan yang letaknya tidak jauh dari gua legendaris di Cirebon. Yakni, gua Sunyaragi, sebuah taman air yang letaknya di Kelurahan Sunyaragi, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon. Kandang Perahu sendiri memiliki arti tempat menambatkan perahu.
Menurut Farihin, penamaan Kandang Perahu berasal dari aktivitas di tempat tersebut, yaitu sebagai tempat untuk menambatkan perahu para bangsawan yang ingin menuju gua Sunyaragi. Menurutnya, dahulu area sekitar gua Sunyaragi merupakan perairan.
![]() |
Namun, seiring berjalanya waktu, terjadi perubahan geografis yang menyebabkan daerah sekitar goa Sunyaragi menjadi kering seperti sekarang. Dijelaskan Farihin, pada masa Sultan Matangaji, goa Sunyaragi diserang oleh para penjajah, ditambah dengan adanya kekeringan, dan penutupan sungai oleh pemerintah kolonial Belanda.
Menurut Farihin, hal ini yang menyebabkan ketika musim hujan di beberapa wilayah di Cirebon banyak terjadi banjir. Padahal sudah sejak dulu para leluhur sudah mendesain tata kota sedemikian rupa, agar tidak banjir. Tapi malah dihancurkan oleh pemerintah kolonial Belanda.
2. Karanggetas
Karanggeratas merupakan nama dari sebuah jalan yang cukup terkenal di Cirebon. Jalan tersebut menghubungkan pusat Kota Cirebon dengan keraton. Selain sebagai jalan penghubung. Konon, jalan Karanggetas juga memiliki mitos yang masih dipercaya oleh sebagian orang.
Putra Lingga Pamungkas, pegiat sejarah dari Cirebon History menuturkan, nama Karanggertas berasal dari dua kata yaitu karang yang berarti hutan dan getas yang berarti tumpul. Jika digabung memiliki makna hutan yang menumpulkan. Penamaan ini sesuai dengan mitos yang ada di Jalan Karanggetas, yaitu barangsiapa yang memiliki kesaktian lalu sombong, maka jika lewat Jalan Karanggetas, kesaktianya akan tumpul atau luntur.
![]() |
Menurut Lingga, mitos ini tidak lepas dari cerita Syekh Magelung Sakti yang hidup pada masa Sunan Gunung Jati. Kala itu, Syekh Magelung Sakti dikenal sebagai orang yang memiliki kesaktian yang tinggi. Sampai rambutnya yang panjang tidak bisa dipotong oleh siapapun. Merasa dirinya sakti, Syekh Magelung Sakti bersumpah, barangsiapa yang bisa memotong rambutnya maka akan ia jadikan sebagai guru.
Sumpah tersebut, terdengar oleh Sunan Gunung Jati yang kala itu sedang menyebarkan agama Islam. Oleh Sunan Gunung Jati, rambut Syekh Magelung Sakti dipotong hanya menggunakan jari. Melihat hal tersebut, akhirnya Syekh Magelung Sakti masuk Islam dan berguru kepada Sunan Gunung Jati.
Diceritakan Lingga, Presiden Soeharto juga pernah menghindari jalan Karanggetas saat menuju acara peresmian di Pelabuhan Cirebon. Selain itu juga, di sekitar jalan Karanggetas banyak terdapat toko mas. Konon, banyaknya toko mas tidak lepas dari mitos Jalan Karanggetas yang masih dipercaya.
"Kenapa banyak toko emas, karena konteksnya pengusaha yang berjualan disitu berpikir tidak ada penjahat. Ketika ada penjahat yang ingin berbuat jahat maka kejahatannya akan runtuh," tutur Lingga
3. Jagabayan dan Jagasatru
Di Sebelah utara keraton, terdapat sebuah daerah bernama Jagabayan. Sedangkan di sebelah selatan terdapat daerah bernama Jagasatru. Menurut Farihin, penamaan Jagabayan dan Jagasatru tidak lepas dari fungsi tempat tersebut sebagai benteng penjagaan kerajaan Cirebon di masa lalu.
Untuk Jagasatru berasal dari dua kata, yakni Jaga yang berarti menjaga dan satru yang berarti musuh. Sehingga dapat diartikan sebagai penjagaan dari musuh. Sedangkan untuk Jagabayan, berasal dari nama seorang patih kerajaan Pajajaran yang masuk islam bernama Tumenggung Jagabayan. Nama belakang Jagabayan dapat diartikan juga sebagai orang menjaga dari bahaya.
Menurut Farihin, kedua pos penjagaan tersebut berfungsi sebagai penyeleksian dan pengamanan sebelum masuk ke dalam keraton. Kala itu, Pangeran Cakrabuana dari kerajaan Cirebon sedang berkonflik dengan kerajaan Galuh yang dipimpin oleh Cakraningrat.
"Pada waktu itu, pos-pos penjagaan tersebut digunakan untuk pengamanan dari serangan dan gangguan politik kerajaan Galuh," tutur Farihin.
Sebagai tanda, di daerah Jagabayan terdapat masjid tertua dan sumur keramat yang dibangun oleh Tumenggung Jagabayan. Sedangkan di daerah Jagasatru terdapat tiga makam keramat yakni, makam Pangeran Sapujagat, Pangeran Cucimanah dan Pangeran Jagasatru. Konon, Pangeran Jagasatru inilah yang menjaga pos Jagasatru.
4. Watubelah
Di Kelurahan Watubelah, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon. Terdapat cerita yang dituturkan secara turun-temurun, mengenai asal usul nama Watubelah. Konon, nama Watubelah berasal dari nama sebuah batu yang hancur karena pertempuran antara Pangeran Cakrabuana dan Ki Patih Manik.
Diceritakan Farihin, Ki Patih Manik merupakan bangsawan dari kerajaan Galuh. Ki Patih Manik, sengaja datang ke Cirebon untuk menghalangi penyebaran agama Islam di tanah Sunda. Beliau datang ke Cirebon lalu berencana membangun sebuah padukuhan. Namun, saat membakar hutan untuk digunakan sebagai padukuhan. Diketahui oleh Pangeran Cakrabuana anak dari Prabu Siliwangi.
Awalnya Pangeran Cakrabuana ingin membantu Ki Patih Manik, untuk membuka padukuhan. Tetapi melihat Pangeran Cakrabuana yang sudah masuk Islam. Ki Patih Manik menolak tawaran tersebut dan malah menyerang Pangeran Cakrabuana. Akhirnya terjadilah pertempuran antara keduanya.
Pada saat bertempur, Ki Patih Manik tersudutkan dan bersembunyi dibalik sebuah batu besar. Oleh Pangeran Cakrabuana batu tersebut terbelah menjadi dua. Menurut Farihin, batu itulah yang menjadi asal usul dari nama Watubelah yang berarti batu yang terbelah.
Dalam versi lain juga disebutkan. Keinginan Ki Patih Manik membuka padukuhan, tidak lepas dari syarat yang diberikan oleh gadis cantik yang ia cintai bernama Nyi Mas Serang yaitu membuka sebuah padukuhan. Namun, sebelum syarat tersebut terlaksana, Ki Patih Manik bertemu dengan Pangeran Cakrabuana dan terjadilah pertempuran antara mereka berdua, sampai sebuah batu besar ikut terbelah.
Tetapi, menurut Farihin, pertemuan antara Ki Patih Manik dengan Nyi Mas Serang yang merupakan anak dari Ki Gede Mayaguna dan Nyi Gede Rendra. Itu tidak sesuai dengan alur waktu sejarah.
Menurutnya Nyi Mas Serang hidup setelah Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1568.
Dipaparkan, Nyi Mas Serang dipersunting oleh Syekh Abdurrahman Pasalakan dari Banten yang hidup pada akhir abad 16 sampai 17 awal.
"Nah Nyi Mas Serang itu yang di Pasalakan. Cuma waktunya itu tidak semasa. Kalau di cerita masyarakat Pasalakan, Nyi Mas Ratu Serang anaknya Ki Gede Mayaguna. Itu nikahnya dengan Syekh Abdurrahman Pasalakan," tutur Farihin.
5. Kejawanan
Selain memiliki pantai yang cocok untuk tempat berwisata. Kejawanan juga memiliki asal usul yang unik. Konon, nama Kejawanan berasal dari nama perkampungan orang-orang Jawa di Cirebon.
"Kata dasar Kejawanan yaitu Jawa dengan tambahan Ka dan akhiran An yang artinya Ka berarti Komunitas dan An adalah aktivitas. Jika digabung menjadi nama Kajawanan atau Kejawanan," tutur Farihin.
![]() |
Menurut Farihin, Cirebon sudah sejak dulu dikenal sebagai tempat tinggal banyak etnis, seperti etnis Sunda, Jawa, Sumatra dan Malaya. Banyaknya etnis tersebut tidak lepas dari letak Cirebon yang dekat dengan pantai utara pulau Jawa. Sehingga banyak orang dari berbagai suku bangsa, yang datang untuk berdagang.
Adanya beberapa perkampungan yang dinamai dengan nama etnis seperti Kejawanan menunjukan Cirebon sebagai kota yang beragam dan penuh toleransi. Farihin, juga memaparkan, dalam versi lain nama Kejawanan diambil dari nama anak Pangeran Girilaya yang bernama Pangeran Kejawanan. Yang memiliki nama lengkap Pangeran Sukmajaya Kajawanan bin Panembahan Girilaya.
Hal ini dibuktikan dengan adanya sebuah petilasan yang ada di Kejawanan. Bernama monumen Kejawanan atau petilasan Kejawanan. Letaknya sebelum pintu masuk Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan Cirebon. Pangeran Kejawanan sendiri dikenal sebagai seorang diperintahkan ayahnya untuk menjaga perbatasan Cirebon dan Mataram, bersama dengan Bagus Jaka, yang juga anak Panembahan Girilaya.
6. Panjunan
Nama Panjunan berasal dari nama seorang yang ahli dalam membuat gerabah, bernama Syarif Abdurrahman putra dari Syekh Datuk Kahfi dari istrinya Syarifah Halimah. Beliau merupakan pendakwah yang menyebarkan agama Islam di Nusantara.
Baca juga: Kala Kopi Picu Meletusnya Perang di Cirebon |
Selain sebagai pendakwah, Syarif Abdurrahman juga dikenal sebagai ahli dalam membuat gerabah. Hal ini membuat ia dijuluki sebagai Pangeran Panjunan. Menurut Budayawan Cirebon, Jajat Sudrajat, nama Panjunan berasal dari kata Anjun yang berarti gerabah.
Bukti lain yang menyebutkan bahwa dahulu, Panjunan merupakan sentra pembuatan gerabah adalah adanya sebuah blok yang bernama blok Pengobongan yang berasal dari kata obong yang berarti bakar. Blok tersebut digunakan sebagai tempat pembakaran gerabah dilakukan.
Menurut Jajat, untuk mengenang aktivitas pembuatan gerabah, kata Panjunan diabadikan menjadi sebuah nama tempat. Sekarang daerah Panjunan sudah tidak ada lagi aktivitas pembuatan gerabah. Namun, di Panjunan masih berdiri sebuah masjid berwarna merah yang dibangun oleh Pangeran Panjunan yakni Masjid Merah Panjunan yang terletak di Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.
7. Majasem
Majasem merupakan sebuah wilayah yang terletak kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon. Berbeda dengan nama tempat lain yang diambil dari nama sebuah peristiwa, aktivitas atau tokoh. Nama Majasem diambil dari nama sebuah pohon yakni pohon Maja dan pohon Asem.
Menurut Jajat Sudrajat, dahulu area Majasem merupakan kawasan hutan yang letaknya dekat dengan perairan gua Sunyaragi. Pohon Maja dikenal juga sebagai pohon berenuk, sedangkan pohon Asem merupakan pohon yang banyak ditumbuh di daerah tropis. Oleh masyarakat Jawa buah dari pohon asem yang sudah matang dan tua disebut dengan asam kawak.
Hingga sekarang, meski sudah tidak berbentuk seperti hutan. Pohon Maja dan pohon Asem masih dapat ditemui di sekitar Jalan Majasem, Kota Cirebon.
8. Palimanan
Palimanan terletak di Kabupaten Cirebon. Disana terdapat sebuah monumen patung gajah putih. Dipilihnya patung gajah putih tidak lepas dari, nama Palimanan itu sendiri yang berasal dari kata Liman yang berarti gajah. Dengan tambahan Pa dan An yang menunjukan nama tempat dan aktivitas. Menurut dosen sejarah dari IAIN Cirebon, Tendi. Palimanan dahulu merupakan tempat pemukiman yang dipenuhi gajah.
Diceritakan Tendi, Palimanan sudah ada sejak era Sunda Kuno. Palimanan menjadi tempat pertempuran antara kerajaan Galuh dan Kerajaan Cirebon. Dari Cirebon dipimpin oleh Adipati Kuningan sedangkan dari Kerajaan Galuh dipimpin oleh Adipati Kiban yang menunggangi gajah.
Pada saat pertempuran terjadi. Jika tidak ada bantuan pasukan dari Demak, kerajaan Cirebon akan kalah. Menurut Tendi, Perang kerajaan Cirebon melawan kerajaan Galuh disebabkan oleh penyebaran agama Islam yang mulai masuk ke dalam wilayah pedalaman yang dikuasai oleh kerajaan Galuh, yang notabene masih memeluk agama Hindu atau Sunda Wiwitan.
(dir/dir)