Balai Kota Cirebon salah satu gedung peninggalan zaman Hindia-Belanda. Balai Kota Cirebon menjadi gedung dengan arsitektur terindah di Jawa Barat. Meski sudah berusia ratusan tahun gedung Balai Kota Cirebon masih tetap kokoh berdiri.
Gedung balai kota terdiri dari tiga bangunan, yakni bangunan inti, kemudian bangunan penunjang di sebelah kiri dan kanan. Di bagian depan terdapat taman dengan air mancur yang berbentuk bentuk udang. Serta ada tiang sebagai tempat menambatkan bendera. Sebelum pintu masuk ada prasasti yang bertuliskan "Kotapraja Cirebon bebas dari buta huruf sedjak tanggal 20 Mei 1962".
Namun, menurut pegiat sejarah dari komunitas Cirebon History, Putra Lingga Pamungkas, prasasti yang tertulis tersebut merupakan prasasti baru. Untuk prasasti lamanya sudah hilang dicongkel. Prasasti yang hilang tersebut bertuliskan keterangan tentang sebuah benteng yang ada di Cirebon. "Cirebon punya benteng yang sekarang jadi Jalan Benteng. Di situ ada benteng tempat pertahanan VOC," tutur Lingga belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum masuk, harus melewati pintu masuk kayu dengan lima sudut di atasnya. Di bagian bawah terdapat batuan berwarna hitam yang sengaja ditimbulkan. Di bagian dalam tampak tiang lukisan kaca dengan motif kaligrafi dan mega mendung mengelilingi piagam adipura, yang dilindungi dalam kaca segitiga lancip. Menurut Lingga, sebelum ada lukisan kaca dan keramik, tempat tersebut merupakan kolam pendingin dalam ruangan.
Di kanan dan kiri terdapat ruangan yang menjadi kantor pejabat pemerintahan. Di tembok ruangan banyak terpampang foto era kolonial Belanda. Ada pula pintu kecil yang terdapat tangga, digunakan untuk menuju ruang sirene bel Belanda. Di ruangan kecil lain terdapat ruangan yang berisi barang-barang bekas.
Namun, jika diperhatikan, di salah satu ruangan, ada pintu besi tua berbentuk kotak. Pintu besi tersebut merupakan akses masuk ruangan bawah tanah atau bunker. Konon, bunker tersebut bisa tembus ke pelabuhan Cirebon. "Ruang bawah tanah fungsinya pada saat ada penyerangan, memudahkan pimpinan Gemeente Cirebon untuk melarikan diri," tutur Lingga.
Di bagian atap terdapat susunan kaca dengan relief sungut urang atau mulut udang. Menurut Lingga, memang kebanyakan relief di bangunan Cirebon merupakan sungut udang. Sedangkan udang merupakan simbol dari kota Cirebon.
"Cirebon kan kota pesisir penghasil udang, dari Pangeran Cakrabuana mata pencaharian sebagai nelayan penghasil udang, makanya dari Pangeran Cakrabuana tercetuslah nama Caruban Nagari atau Cai Rebon. Sampai zaman Belanda pun masih pakainya udang," tutur Lingga.
Di lantai dua terdapat ruangan yang dulu digunakan oleh para dewan kota untuk rapat. Sedangkan di lantai satu digunakan untuk kantor wali kota. Mulanya, gedung balai kota digunakan hanya untuk dewan perwakilan kota, tapi setelahnya digunakan juga sebagai kantor wali kota, tempat pertemuan dan juga tempat pesta bagi penduduk Eropa.
Pada masa Hindia Belanda, Cirebon memiliki slogan yang sampai sekarang masih terpampang di bagian atas pintu dalam balai kota. Yakni, Per Aspera ad Astra yang berarti dari jerih payah menuju bintang. Menurut Lingga, semboyan ini dicetuskan sebagai filosofi agar Cirebon bisa bangkit dari keterpurukan.
"Ketika itu, Cirebon sedang masa sulit, banyak yang terjadi dari mulai kebanjiran, penyakit menular dan sungai kotor. Kemudian 1906 Gammente Cirebon dengan tekad kuatnya, membangun Cirebon sebagai kota yang maju," tutur Lingga.
Lingga mengatakan, pada masa itu Cirebon menjadi kota terbesar ke 4 di Hindia Belanda, setelah Batavia, Semarang, Surabaya, dan Cirebon sebagai kota pesisir. Untuk memudahkan administrasi dan ekonomi, Pemerintah Hindia Belanda membangun Gemeente Cirebon pada 1 April 1906. Sedangkan gedung balai kota Cirebon mulai dibangun 1924 dan selesai tahun 1927.
Gedung balai kota dibuat oleh JJ Jiskoot, seorang arsitek Belanda yang menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum. Untuk gaya bangunan, meniru gaya arsitektur Art Deco. Sebuah gaya arsitektur bangunan yang menggambarkan kemegahan dan kebebasan. Dalam membangun balai kota, pemerintah Hindia Belanda banyak melibatkan penduduk pribumi sebagai pekerja kasar.
Sebelum dibangun balai kota, pusat pemerintahan Cirebon berada di Kebumen dekat dengan gedung Bundar dan SMP 14 Kota Cirebon. "Jadi di situ ada satu gedung namanya gedung residen Cirebon yang mencakup sewilayah 3 Cirebon. Tidak ada Kota Cirebon, nggak ada Kabupaten Cirebon. Tapi residen Cirebon," tutur Lingga.
Salah satu yang ikonik dari balai kota Cirebon adalah sirene. Dulu, sirene tersebut digunakan sebagai tanda para pejabat Hindia-Belanda masuk dan pulang kerja. Tapi sekarang, meski sudah berusia seratus tahun lebih, sirene masih bisa dibunyikan. Di bulan Ramadan sirene dibunyikan ketika waktu berbuka puasa dan sahur.
detikJabar berkesempatan melihat sirene tua tersebut dibunyikan. Terdengar suara sirene masih terdengar keras, suaranya melengking cukup panjang. Dulu, sirene dinyalakan dengan cara diputar, tapi sekarang sirine cukup dinyalakan menggunakan tombol yang ada di balai kota.
Setelah Indonesia merdeka, gedung Balai Kota Cirebon berfungsi sebagai kantor Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cirebon. Tetapi setelah gedung Sekretariat Daerah (Setda) jadi, kantor wali kota dan wakil wali kota pindah ke gedung setda. Sehingga gedung Balai Kota Cirebon sudah tidak digunakan lagi sebagai kantor.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon, Agus Sukmanjaya, mengatakan, gedung balai kota sebelah kanan akan dijadikan museum wayang wong. "Pada 2024 kami sudah izin dan melaporkan kepada Pj Wali Kota dan Sekda. Area sebagian gedung balaikota yang sebelah kanan dijadikan museum topeng wayang wong," tutur Agus, Jumat (19/1/2024).
(sud/sud)