Asal-usul Watubelah Cirebon, Kisah Utusan Galuh Halangi Syiar Islam

Asal-usul Watubelah Cirebon, Kisah Utusan Galuh Halangi Syiar Islam

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Kamis, 04 Apr 2024 07:00 WIB
Kantor Kelurahan Watubelah, Kabupaten Cirebon.
Kantor Kelurahan Watubelah, Kabupaten Cirebon. Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar
Cirebon -

Watubelah merupakan kelurahan yang terletak di Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon. Nama Watubelah diambil dari bahasa Cirebon yang dalam bahasa Indonesia berarti batu yang terbelah. Lantas kenapa dinamakan Watu Belah?

Pegiat sejarah dan naskah kuno dari komunitas Latar Wingking, Farihin menceritakan asal-usul Watubelah tidak lepas dari sosok bernama Ki Patih Manik dari kerajaan Galuh. Menurutnya Ki Patih Manik datang ke Cirebon bertujuan mengganggu dan mencegah pengaruh kerajaan Cirebon yang saat itu sedang berkembang untuk menyebarkan agama Islam di tanah Sunda.

"Ki Patih Manik itu utusan dari Cakraningrat penguasa kerajaan Galuh, ditugaskan untuk meredupkan kerajaan Cirebon yang pada saat itu masih berdiri," tutur Farihin belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika sampai di Cirebon, Ki Patih Manik bertemu dengan Pangeran Cakrabuana yang merupakan anak dari Prabu Siliwangi. Pada saat itu, Pangeran Cakrabuana sedang menjadi penguasa Cirebon. Melihat gelagat dari Ki Patih Manik yang ingin mencegah perkembangan kerajaan Cirebon. Pangeran Cakrabuana bertarung dan adu kesaktian dengan Ki Patih Manik.

Lalu pada saat pertempuran ada sebuah batu besar yang terbelah. Menurut Farihin, bekas batu itulah yang menjadi nama dari Watubelah atau batu yang terbelah. Ada kemungkinan batu yang terbelah akibat pertarungan tersebut masih ada di sekitar wilayah Watubelah.

ADVERTISEMENT

Dalam versi lain juga diceritakan, Ki Patih Manik datang ke Cirebon untuk membuka pedukuhan yang bertujuan agar penyebaran agama Islam dapat dicegah. Selain untuk membuka pedukuhan, juga bertujuan untuk membuktikan cinta Ki Patih Manik kepada seorang gadis cantik bernama Nyi Mas Serang, anak dari Ki Gede Mayaguna dan Nyi Gede Renda.

Namun, sebelum dipersunting oleh Ki Patih Manik, Nyi Mas Serang mengajukan syarat, yaitu untuk membuka sebuah padukuhan. Akhirnya Ki Patih Manik membuka padukuhan dengan membakar hutan. Pangeran Cakrabuana yang saat itu melihat kobaran api, datang untuk melihat siapa yang sedang membakar hutan.

Mengetahui, Ki Patih Manik dari kerajaan Galuh yang sedang membakar hutan. Pangeran Cakrabuana berniat untuk membantu Ki Patih Manik, tetapi tawaran tersebut ditolak oleh Ki Patih Manik. Karena tidak ingin dibantu oleh Pangeran Cakrabuana yang sudah memeluk agama Islam.

Terjadilah pertempuran di antara mereka berdua, hingga Ki Patih Manik hampir kalah dalam pertempuran. Untuk menghindari serangan dari Pangeran Cakrabuana, Ki Patih Manik bersembunyi di sebuah batu besar. Namun nahas, persembunyianya malah diketahui oleh Pangeran Cakrabuana.

Mengetahui bahwa Ki Patih Manik, bersembunyi di balik batu besar. Pangeran Cakrabuana melakukan salat di atas batu dan tiba-tiba batu tersebut terbelah menjadi dua bagian. Melihat tempat persembunyianya retak, Ki Patih Manik kabur dengan cara menggelinding sampai di wilayah pemukiman penduduk.

Melihat Ki Patih Manik sudah kabur, Pangeran Cakrabuana mengajak Nyi Mas Serang dan kedua orang tuanya, untuk masuk Islam. Dan wilayah hutan yang dibakar oleh Ki Patih Manik inilah yang sekarang dinamakan dengan Watu Belah.

Namun, menurut Farihin cerita tentang Nyi Mas Serang anak dari Ki Gede Mayaguna yang akan dipersunting Ki Patih Manik itu tidak sesuai dengan alur waktu dalam sejarah. Karena Nyi Mas Serang itu tidak sezaman dengan Pangeran Cakrabuana.

"Nah Nyi Mas Serang itu yang di Pasalakan. Cuma waktunya itu tidak semasa. Kalau di cerita masyarakat Pasalakan, Nyi Mas Ratu Serang anaknya Ki Gede Mayaguna. Itu nikahnya dengan Syekh Abdurrahman Pasalakan," tutur Farihin.

Menurut Farihin, Syekh Abdurrahman Pasalakan, masanya setelah era Sunan Gunung Jati yang meninggal pada tahun 1568. Sedangkan Pangeran Cakrabuana sendiri wafat tahun 1529. Syekh Abdurrahman sendiri merupakan seorang yang berasal dari Banten, datang dan bermukim di Cirebon pada akhir abad ke 16 sampai awal abad ke 17.

Farihin juga menuturkan adanya cerita yang tidak sesuai dengan periodisasi sejarah antara Pangeran Cakrabuana dan Nyi Mas Serang. Disebabkan oleh alur cerita yang bercampur-baur. Apalagi jarak antara wilayah Pasalakan dan Watubelah cukup berdekatan.

"Akhirnya Nyi Mas Serang itu nikahnya sama Ki Patih Manik. Nah jika secara urutan waktu itu tidak sesuai, kurang pas lah," pungkas Farihin.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads