Petani Indramayu Mengeluh, Biaya Tanam Membengkak gegara Banjir

Petani Indramayu Mengeluh, Biaya Tanam Membengkak gegara Banjir

Sudedi Rasmadi - detikJabar
Senin, 29 Jan 2024 22:30 WIB
Sawah di Indramayu kebanjiran.
Sawah di Indramayu kebanjiran. Foto: Sudedi Rasmadi
Indramayu -

Masuki musim hujan, para petani di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat mulai bersiap untuk melakukan tanam padi. Namun, tidak semua berjalan mulus, karena sebagian petani di Desa Arahan, Kecamatan Arahan, harus merogoh kocek tambahan lantaran lahan persawahannya dilanda banjir.

Terlihat puluhan hektare lahan persawahan di Blok Pulo Gosong, Desa Arahan ini nyaris rata tertutup genangan air. Ketinggian genangan yang mencapai hingga di atas 30 sentimeter itu pun merendam tanaman padi yang baru saja ditanam.

Salah seorang petani, Rasua (60) terlihat sedang mengangkut kembali bibit padi yang hendak ditanam di persawahan tersebut. Sebab, kondisi air yang menggenang menyulitkan petani untuk menanam bibit padi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Padahal ini bibit sudah berusia sebulan lebih. Harus segera ditanam. Makanya ini akan ditanam di persawahan lainnya yang tidak banjir," kata Rasua ditemui detikJabar, Senin (29/1/2024).

Hal senada disampaikan Samud (67), belasan hektare lahannya nyaris tak bisa ditanami padi. Kondisi itu menurutnya sudah dialami sejak lama. Namun, akibat minimnya saluran pembuangan ditambah adanya pengerjaan proyek di sungai sekitar mengakibatkan genangan di persawahan. Apalagi kalau intensitas hujan sedang tinggi, genangan air semakin meningkat.

ADVERTISEMENT

"Hujan sedikit aja langsung terendam. Kalau ada saluran pembuangan mah mending bisa. Baru tiga tahun terakhir aja sejak ada proyek di saluran kali Pranggong," ungkap Samud.

Bukan hanya kesulitan, Samud pun mengaku harus merogoh kocek tambahan untuk melakukan tanam padi ulang. Karena bibit yang sudah tumbuh sebelumnya telah habis akibat terendam banjir.

"Ada yang sudah dua kali ada yang belum karena airnya banjir. Baru enam bahu (satuan luas) yang sudah ditandur (tanam). Selebihnya belum karena terendam. Winih (bibit padi) sekarang sudah habis karena mati terendam," ujarnya

Kondisi diakui Samud cukup berat. Sebab, selain sudah menghabiskan banyak modal selama pengelolaan awal masa tanam. Kini, ia pun harus menambah modal biaya.

Dalam perhitungannya, lahan seluas sekitar 12 hektare itu biasanya menelan biaya hampir mencapai Rp90 juta. Salah satunya untuk biaya tandur yang dikenakan Rp1,3 juta sampai Rp1,6 juta per 7.000 meter persegi sawah.

"Ya kalau biaya awal bisa Rp90 jutaan lah. Nah sekarang ada tanaman yang mati jadi harus nambah biaya," keluhnya.

Kondisi lahan persawahan di Blok Pulo Gosong itu diakui oleh pemerintah desa setempat. Pihaknya menjelaskan, kendala pertanian seperti itu dialami petani sejak lama. Apalagi, saluran pembuangan yang cukup lambat sering menimbulkan genangan banjir di sawah.

"Kondisinya itu kalau hujan gede pasti banjir di situ. Karena saluran pembuangannya kurang cepat. Itu setiap tahun, setelah ada proyek itu semakin parah," katanya.

Pemerintah desa diakui tidak bisa berbuat banyak untuk mengatasi kondisi tersebut. Namun, pihaknya tetap berupaya melakukan normalisasi rutin di sekitar titik saluran pembuangan.




(sud/sud)


Hide Ads