Cerita Bakiak dan Gerak Kilat KH Abbas Abdul Jamil Saat Perang

Cerita Bakiak dan Gerak Kilat KH Abbas Abdul Jamil Saat Perang

Ony Syahroni - detikJabar
Minggu, 22 Okt 2023 09:00 WIB
Ponpes Buntet Cirebon
KH Abbas Abdul Jamil (Foto: Ony Syahroni)
Cirebon -

Peran kiai dan santri tidak bisa dipisahkan dalam sejarah bangsa Indonesia saat berjuang melawan penjajah. Salah satu pertempuran yang turut melibatkan para kiai dan santri adalah perang 10 November 1945 di Surabaya, Jawa Timur.

Peristiwa itu pun menjadi bukti sejarah atas kontribusi para ulama dan santri dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dari tangan penjajah. Salah satu ulama yang menjadi tokoh penting dalam peperangan itu adalah KH Abbas Abdul Jamil.

KH Abbas Abdul Jamil atau yang juga dikenal dengan sebutan Kiai Abbas merupakan seorang ulama yang berasal dari Pondok Pesantren Buntet Cirebon. Banyak cerita yang melekat dari diri Kiai Abbas. Terutama tentang kesakitannya saat ia terlibat dalam pertempuran melawan pasukan sekutu di Surabaya, Jawa Timur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut pemerhati sejarah pesantren-pesantren di Cirebon, Akhmad Rofahan, sebelum mengikuti perangan 10 November di Surabaya, Kiai Abbas berangkat dari Cirebon dengan ditemani oleh pengawalnya bernama Abdul Wachid.

Saat berangkat, Kiai Abbas pun turut membawa bungkusan yang di dalamnya terdapat sebuah benda. Bungkusan itu lalu ia titipkan kepada pengawalnya yakni Abdul Wachid.

ADVERTISEMENT

Awalnya, Abdul Wachid mengira jika bungkusan yang dititipkan oleh Kiai Abbas itu berisi barang berharga. Namun ketika ia melihat isinya, benda yang tersimpan di dalam bungkusan ternyata sandal bakiak.

Meski dihinggapi perasaan bingung, namun Abdul Wachid hanya bisa mengikuti perintah Kiai Abbas. Ia pun membawa bungkusan yang dititipkan oleh Kiai Abbas.

Setelah menempuh perjalanan dari Cirebon, Kiai Abbas pun berhenti di Rembang, Jawa Tengah. Setibanya di Rembang, Kiai Abbas bertemu dengan para Kiai lainnya. Di sana, Kiai Abbas lalu ditunjuk untuk menjadi komandan perang 10 November oleh para kiai yang sudah menunggunya.

"Jadi waktu di Rembang itu para kiai kumpul dulu untuk menentukan Kiai Abbas menjadi pemimpin perang," kata Rofahan saat berbincang dengan detikJabar di Cirebon, baru-baru ini.

Setelahnya, para kiai dan santri pun lantas bersiap menuju Surabaya, Jawa Timur. Namun saat itu, Kiai Abbas meminta pengawalnya, yaitu Abdul Wachid untuk tidak ikut ke Surabaya. Abdul Wachid diminta untuk tetap menunggu di Rembang.

"Jadi Abdul Wachid ini ngawalnya sampai Rembang. Tidak sampai ikut perang (di Surabaya)," ucap Rofahan.

Sebelum berangkat, Kiai Abbas meminta bungkusan berisi sandal bakiak yang sebelumnya dititipkan ke Abdul Wachid. Dengan membawa benda itu, Kiai Abbas kemudian berangkat ke medan pertempuran untuk melawan penjajah di Surabaya.

Meski Abdul Wachid tidak ikut ke medan peperangan, namun cerita tentang kemampuan Kiai Abbas banyak ia dapat dari para santri yang turut terlibat dalam pertempuran melawan penjajah.

Dikisahkan, dalam pertempuran melawan penjajah di Surabaya, Kiai Abbas banyak mengeluarkan berbagai macam kelebihan-kelebihannya. Termasuk tentang kelebihan sandal bakiak Kiai Abbas yang dibawa dalam pertempuran itu.

"Abdul Wachid ini tidak ikut ke Surabaya. Tapi dia mendapat informasi dari orang-orang yang ikut ke sana. Diceritakan lah oleh orang-orang itu ke Abdul Wachid, bahwa Kiai kamu (Kiai Abbas) hebat sekali. Dia (Kiai Abbas) pakai bakiak, tiba-tiba ketika berdoa, alu-alu (alat penumbuk) itu berterbangan dan mukulin orang (musuh)," kata Rofahan.

Menurut Rofahan, Kiai Abbas sendiri merupakan seorang ulama asal Pondok Pesantren Buntet Cirebon yang menguasai ilmu bela diri. Dan saat mengenakan sandal bakiak, Kiai Abbas pun bisa mengeluarkan jurus-jurus dengan gerakan yang sangat cepat.

"Jadi Buntet itu punya silat. Namanya silat Buntet. Dan Kiai Abbas kalau mau silat, sandalnya diganti pakai bakiak. Kalau Kiai Abbas sudah pakai bakiak, jangankan mukul, noel (nyentuh) aja ngga bisa. Karena saking cepatnya gerakan Kiai Abbas," kata Rofahan.

Lebih lanjut, Rofahan mengatakan Kiai Abbas merupakan satu dari sekian banyaknya ulama dan kaum santri yang ikut terlibat dalam pertempuran melawan penjajah di Surabaya. Puncaknya, yaitu perang 10 November 1945.

Seruan Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945 mampu membakar semangat juang berbagai lapisan masyarakat. Tidak terkecuali kaum santri. Mereka bersatu untuk berperang melawan tentara sekutu yang mencoba menancapkan kembali kekuasaannya di tanah air.

Peristiwa itu pun menjadi bukti sejarah atas peran kaum santri dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Untuk mengenang jasa kaum santri yang terlibat dalam peperangan melawan penjajah di Surabaya, pemerintah Indonesia pun telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan itu berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia nomor 22 tahun 2015.

(yum/yum)


Hide Ads