Menurunnya Minat Belajar Sastra Sunda di Kampus Unpad

Menurunnya Minat Belajar Sastra Sunda di Kampus Unpad

Bima Bagaskara - detikJabar
Minggu, 05 Mar 2023 09:00 WIB
Ilustrasi kata bahasa Sunda dalam KBBI.
Ilustrasi belajar (Foto: Istimewa)
Bandung -

Penggunaan bahasa daerah atau khususnya bahasa Sunda di Jawa Barat (Jabar) semakin pudar dari tahun ke tahun. Hal itu ditunjukkan dalam data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).

Dalam dokumen bertajuk Hasil Long Form Sensus Penduduk 2020, sekitar 30 persen warga Jabar sudah tidak menggunakan lagi bahasa daerah, termasuk bahasa Sunda.

Pada kelompok generasi, BPS mencatat generasi Pre Boomer (lahir 1945 dan sebelumnya) masih cukup tinggi menggunakan bahasa daerah dengan persentase 84,73%. Namun angka itu menurun ke generasi berikutnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada generasi Baby Boomer (lahir 1946-1964), angkanya turun jadi 79,90%, Millennial (1981-1996) 73,92%, Gen Z (1997-2012) 72,44% dan Post Gen Z (2013-sekarang) 63,99%.

Lalu seperti apa minat untuk mereka yang melanjutkan pendidikan khusus mengenai Kesundaan seperti Program Studi Sastra Sunda di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran (Unpad)?

ADVERTISEMENT

Hera Meganova Lyra selaku Kaprodi Sastra Sunda Unpad menerangkan, minat mahasiswa yang masuk ke Prodi Sastra Sunda juga mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hera mengungkapkan angka mahasiswa yang masuk dalam empat tahun terakhir.

"Mengenai minat yang masuk ke Prodi Sastra Sunda, kalau melihat data Unpad, dari 2019-2022. Memang kecenderungan mengalami penurunan, di 2019 itu 572, 2020 511, 2021 454 dan 2022 naik 458. Jadi fluktuatif, tapi cenderung mengalami penurunan," kata Hera saat dikonfirmasi detikJabar, Sabtu (4/3/2023).

Hera menjelaskan, penurunan tersebut didasari karena beberapa faktor. Yang pertama, Prodi Sastra Sunda berbeda dengan prodi lain. Sebab, seseorang yang mendaftar sebagai mahasiswa Prodi Sastra Sunda, cenderung memiliki minat khusus terhadap Sunda itu sendiri.

"Beda dengan prodi lainnya, yang lebih berorientasi dengan profit ya, misal ekonomi. Ke depannya mau ke kedokteran biar banyak uang jadi dokter misalnya," ungkapnya.

"Kalau Sastra Sunda memang orang yang dari dalam hatinya ingin tahu lebih jauh mengenai Sunda dan budaya Sunda itu bagaimana," lanjut Hera menerangkan.

Faktor yang kedua kata dia adalah karena label kelokalan pada Sunda itu sendiri. Hera mengungkapkan, saat ini baik itu Sastra Sunda ataupun hal lainnya mengenai Sunda banyak dianggap sebuah hal yang lingkupnya lokal.

Termasuk anggapan sulit mendapat pekerjaan jika menjadi lulusan dari Prodi Sastra Sunda. Padahal Hera menegaskan jika banyak alumni yang saat ini bekerja tidak hanya berkaitan dengan Kesundaan.

"Di masyarakat itu masih tertanam, tapi setelah masuk ke Sastra Sunda kemudian dia belajar mengenai ilmu di Sastra Sunda kan bukan hanya mengenai kesundaan aja. Jadi ketika lulus mahasiswa banyak yang kerja di bank, di perusahaan swasta hingga jadi jurnalis itu banyak," pungkasnya.




(dir/dir)


Hide Ads