Membuat kerajinan tangan boboko hingga nyiru ternyata bukan hal yang mudah. Meskipun bahan baku bambu melimpah, tetapi warga Desa Sukasirna, Kecamatan Campakamulya, Cianjur harus pergi ke hutan hingga menginap beberapa hari demi mendapat bahan baku demi menyelesaikan kerajinan anyaman tersebut.
Neneng (40), perajin anyaman bambu mengatakan, untuk membuat boboko hingga nyiru, bukan hal yang mudah. Bahkan prosesnya cukup panjang, dengan diawali mencari batang bambu dengan diameter sekitar 30 centimeter atau lebih.
Setelah itu, batang bambu dipotong hingga menjadi lembaran dengan ukuran panjang 50 centimeter, lebar 3-4 centimeter, dan ketebalan 1 milimeter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak adanya mesin potong dan serut, membuat pengolahan bambu menjadi lembaran bahan baku anyaman membutuhkan waktu yang cukup panjang.
"Pengerjaannya masih manual, dipotong pakai gergaji, golok, dan diserut atau dihaluskan pakai pisau. Prosesnya bisa sampai dua hari dari satu batang bambu menjadi lembaran bahan anyaman," kata Neneng, belum lama ini.
Setelah lembaran bambu selesai dibuat, Neneng langsung mengayamnya menjadi boboko atau nyiru. Untuk boboko, dia membuat dasaran dengan susunan anyaman bambu sebagai patokan ukuran.
"Kalau untuk ukuran kecil itu 4 rengse (susunan anyaman), ukuran sedang 6 rengse, ukuran besar di atas 9 rengse. rengse itu susunan jajarnya, sebagai patokan ukuran," ucap Neneng menjelaskan.
Usai membuat dasaran, proses anyaman dilanjutkan dengan membentuk anyaman hingga ke bentuk yang diinginkan. "Kalau membuat boboko berarti dibentuk menggelembung, kalau nyiry lebih mudah karena pada dasarnya bentuknya datar kemudian dicekungkan sedikit," kata dia.
Pembuatan dasar hingga berbentuk ini biasanya dilakukan dengan jumlah banyak sekaligus, sehingga nantinya perajin tinggal menyelesaikan tahap akhir.
"Bukan satu dibikin sampai selesai, tapi biasanya bikin dasar dulu beberapa buah, dilanjutkan pembentukan, baru finishing. Jadi proses finishingnya langsung banyak," kata Neneng.
Namun dibandingkan proses awal hingga setengah jadi, proses finishing merupakan tahapan yang paling memakan waktu. Bukan karena sulit, melainkan karena harus mencari dahulu bahan baku rotan sebagas pengunci bagian atas boboko atau nyiru, dan kayu pohon suren untuk dudukannya.
Ahmad (50), perajin anyaman mengatakan, untuk mencari rotan dan kayu suren warga harus masuk ke dalam hutan. Bahkan untuk mencarinya, warga harus menginap hingga dua malam di dalam hutan.
"Rotan dan kayu surennya ada di alam, tapi harus mencari ke dalam hutan. Biasanya kita cari berkelompok, menginap semalam atau dua malam di hutan. Yang lebih susah nyari kayu suren sebagai dudukan. Karena kayu suren ini lentur, bisa dilipat. Kalau pakai kayu lain keras dan cenderung akan patah kalau dilipat untuk soko (dudukan boboko)," ucap dia.
Sulitnya mencari bahan baku, lanjut dia, membuat proses pembuatan boboko menjadi lama. "Jadi lamanya itu di proses finishing. Karena harus cari bahan bakunya dulu. Kalau sudah ada bahan baku rotan dan kayu suren, bisa cepat," ungkapnya.
Ahmad menambahkan, membuat boboko hingga nyiru menjadi penghasilan tambahan bagi warga. Dari setiap boboko, warga bisa mendapatkan uang mulai dari Rp 8 ribu sedangkan untuk nyiru bisa dihargai Rp 7 ribu per buah.
"Dalam sebulan, kita bisa bikin 50 sampai 100 buah boboko. Jadi lumayan untuk belanja kebutuhan di rumah, karena ada tambahan Rp 400 ribu-Rp 800 ribu per bulan," pungkasnya.
(mso/mso)