Tak hanya berisi sumber literasi umum, perpustakaan umum daerah di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat juga menyimpan maha karya para leluhur yang berupa manuskrip. Koleksi duplikat naskah kuno ini pun diakses secara digital dan mudah dipahami.
Di salah satu sudut perpustakaan, ruang khusus bernama Pojok Dermayon, pemustaka bisa melihat khasanah tulisan khas nenek moyang Indramayu. Goresan tulisan dengan menggunakan huruf Carakan (Jawa) dan Pegon (Arab Jawa) itu tersimpan rapih. Bahkan, duplikat naskah kuno yang ditulis dalam kayu daluwang dan daun lontar mirip seperti aslinya.
"Pojok Dermayon ini baru berdiri tahun 2021 kemarin, tapi sudah diinisiasi sejak tahun 2019. Sekarang koleksinya baru mencapai delapan judul manuskrip," kata Kabid Pengelolaan Perpustakaan dan Pelestarian Bahan Pustaka, Tati Hartati, Kamis (2/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejauh ini, dinas perpustakaan dan arsip kabupaten indramayu, baru mengoleksi delapan jenis judul naskah kuno. diantaranya Primbon, Tembang Ulama, Babad Bagelen, Sewidak Jawokan dan Babad Dermayu, Syekh Madekur, Sejarah Kunjit, dan naskah Purwaning Jagat.
Tak hanya duplikasi, manuskrip yang ditulis dengan huruf Carakan (Jawa) dan Pegon (Arab Jawa) itu pun mudah dibaca oleh pemustaka. Sebab, naskah kuno itu telah diterjemahkan. Bahkan, pemustaka bisa membacanya secara digital.
Setiap naskah kuno di Pojok Dermayon ini terdapat QR atau Barcode Scanner. Sehingga, pemustaka bisa langsung men-scan kode dengan menggunakan handphone untuk melihat isi dalam tulisan manuskrip tersebut.
"Pojok Dermayon ini kita buat sedemikian rupa biar menjadi daya tarik. Khususnya generasi muda karena di sana banyak hal yang butuh dipelajari sampai saat ini," kata Tati.
Inovasi satu-satunya di perpustakaan se Jawa Barat ini, dipastikan akan terus berkembang. Dinas Perpustakaan dan Arsip akan terus menambah koleksi manuskrip.
"Di tahun ini rencananya kita nambah 3 koleksi lagi," ujarnya.
Baca juga: Senjakala Seni Bujanggaan di Indramayu |
Keberadaan Pojok Dermayon ini belum banyak dikenali oleh masyarakat. Terlihat, peminat pemustaka untuk membaca manuskrip yang sudah di alih media itu tergolong minim.
"Mayoritas yang membaca orang yang sedang penelitian atau lainnya. Tapi ini jadi PR kami agar supaya terus di sosialisasikan kepada masyarakat," pungkasnya.
(dir/dir)