Cerita dan Mitos 'Kampung Tak Bertembok' di Cirebon

Jelajah Kampung Adat

Cerita dan Mitos 'Kampung Tak Bertembok' di Cirebon

Ony Syahroni - detikJabar
Senin, 11 Jul 2022 19:00 WIB
Kampung Keputihan di Cirebon.
Rumah warga di Kampung Keputihan. (Foto: Ony Syahroni/detikJabar)
Cirebon -

Kampung Keputihan yang berada di Desa Kertasari, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki beragam cerita. Mulai dari cerita kepercayaan masyarakat soal bangunan rumah hingga tentang sebuah sumur yang diyakini berkhasiat bisa menyembuhkan penyakit.

Berada di tengah rimbunnya pepohonan, Kampung Keputihan merupakan sebuah daerah di Kabupaten Cirebon yang masyarakatnya hidup dengan warisan adat dari pendahulunya. Hal ini dapat dilihat dari sisi bentuk bangunan rumah.

Saat memasuki Kampung Keputihan, kita akan melihat bentuk rumah-rumah warga yang hanya dibangun sederhana, tanpa dinding berbentuk tembok.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukan tanpa alasan, bagi warga di Kampung Keputihan, membangun rumah dengan dinding tembok adalah suatu hal yang harus dihindari. Mereka percaya jika hal itu dilakukan, maka akan mendatangkan bala atau musibah bagi penghuni rumah.

Di kampung Keputihan, kepercayaan itu telah berlangsung sejak lama dan berjalan turun-temurun. Saat ini, setidaknya ada sekitar 16 rumah warga di Kampung Keputihan yang dibangun sederhana tanpa dinding berbentuk tembok.

ADVERTISEMENT

"Kata orang tua dulu itu katanya tidak boleh kalau membangun rumah pakai tembok. Karena nanti ada bahayanya. Nanti penghuninya bisa sakit," kata Sartina (74), salah seorang warga Kampung Keputihan, belum lama ini.

Kampung Keputihan di Cirebon.Jalan menuju Kampung Keputihan di Cirebon. Foto: Ony Syahroni/detikJabar

Pengalaman soal larangan membangun rumah dengan dinding tembok pernah dirasakan sendiri Sartina beserta keluarganya. Hal ini bermula saat Sartina mencoba membangun sebuah kamar mandi yang lokasinya persis berada di samping rumah.

Oleh Sartina, kamar mandi tersebut dibangun dengan dinding tembok yang terbuat dari beberapa bahan material, seperti batu bata, pasir dan semen. Kepercayaan yang selama ini diyakini warga setempat, entah kebetulan atau tidak, benar-benar terjadi. Tidak lama setelah kamar mandi selesai dibangun, istri dan anaknya mengalami sakit.

"Saya sendiri pernah merasakan waktu bikin kamar mandi. Kamar mandinya saya bikin pakai tembok dengan bahan pasir, batu bata dan semen. Tidak lama setelah kamar mandi jadi, anak saya sakit. Kurang lebih selama satu minggu," ucap Sartina.

"Setelah anak saya sembuh, gantian istri saya yang sakit. Sakitnya waktu itu cukup lama, sekitar satu bulan dan hampir setiap hari pingsan. Dan sembuhnya itu waktu kamar mandinya saya bongkar lagi," kata dia.

Menurut Sartina, rumah-rumah warga di kampung Keputihan sejatinya memang dibangun sederhana menggunakan bahan-bahan tradisional.

Seperti pada bagian dindingnya, rumah-rumah warga di kampung tersebut hanya dibangun menggunakan bahan anyaman bambu atau bilik. Sementara pada bagian atapnya dibangun menggunakan daun tebu atau daun kelapa.

Namun seiring berjalannya waktu, adat di Kampung Keputihan soal bangunan rumah kini mulai mengalami pergeseran. Rumah-rumah warga yang semula hanya dibangun menggunakan bahan-bahan tradisional, kini mulai diganti dengan bahan-bahan lain.

Pada bagian dinding rumah, kini sebagian warga mulai mengganti bahan anyaman bambu dengan GRC. Sedangkan pada bagian atap, yang semula menggunakan daun tebu atau daun kelapa, kini mulai diganti dengan asbes maupun bahan lain.

Hal ini lantaran sebagian warga di kampung Keputihan mengaku mulai kesulitan mencari bahan-bahan tradisional, seperti yang selama ini mereka gunakan untuk membangun rumah.

"Sekarang sudah mulai pada ganti. Mulai pakai GRC dan asbes. Karena sekarang cari bahannya juga sudah agak susah," tutur Sartina.

Sumur Keputihan yang Dipercaya Berkhasiat

Selain cerita tentang kepercayaan masyarakat soal bangunan rumah, di Kampung Keputihan juga terdapat cerita lainnya. Yakni tentang sebuah sumur yang dipercaya berkhasiat bisa menyembuhkan penyakit. Oleh warga setempat, sumur itu diberi nama Sumur Keputihan.

Menurut Sartina, sumur Keputihan merupakan sebuah sumur yang dibangun warga setempat ketika musim kemarau terjadi di wilayah itu beberapa puluh tahun lalu. Semula, Sumur Keputihan sengaja dibangun untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat sekitar saat musim kemarau.

"Sumurnya sebenarnya dibangun. Tapi sebelum dibangun di lokasi itu memang sudah ada sumber airnya. Dan waktu musim kemarau panjang, di situ masih saja ada airnya. Sehingga ada yang minta agar sumur itu dibangun," kata Sartina.

Seiring berjalannya waktu, Sumur Keputihan kemudian dipercaya memiliki khasiat menyembuhkan penyakit. Hal ini berawal saat ada salah seorang warga desa yang sakit. Warga itu lantas meminta air dari Sumur Keputihan dengan tujuan untuk menyembuhkan penyakitnya.

"Dulu pernah ada orang yang sakit. Sakitnya sakit perut. Terus minta air dari situ (Sumur Keputihan). Dan setelah airnya diminum, tidak lama sembuh," kata Sartina.

Cerita itu kemudian menyebar hingga akhirnya banyak orang yang datang untuk mengambil air dari Sumur Keputihan.

Menurut Sartina, saat itu orang-orang yang datang ke Sumur Keputihan bukan hanya warga Cirebon, melainkan ada yang berasal dari luar daerah.

"Dulu hampir setiap hari banyak orang yang datang ke Sumur Keputihan. Ada yang dari Cirebon, Indramayu, bahkan Bandung," ucap Sartina.

Kampung Keputihan di Cirebon.Sumur Keputihan di Kampung Keputihan Cirebon. Foto: Ony Syahroni/detikJabar

Lokasi dan Jarak Tempuh

Bagi yang penasaran ingin berkunjung ke Kampung Keputihan yang memiliki beragam cerita, bisa datang langsung ke lokasinya di Desa Kertasari, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Jika dari pusat kota Cirebon, Kampung Keputihan memiliki jarak sekitar 11 Kilometer dan bisa ditempuh dalam waktu sekitar 26 menit menggunakan kendaraan.

Sementara jika dari pusat pemerintahan Kabupaten Cirebon di Kecamatan Sumber, lokasi kampung Keputihan hanya berjarak sekitar 6 Kilometer dan bisa ditempuh dalam waktu sekitar 14 menit menggunakan kendaraan.

Lokasinya sendiri bisa diakses dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Namun, mengingat akses jalan menuju kampung Keputihan tidak terlalu besar, maka akan lebih leluasa ketika menggunakan kendaraan roda dua.

Halaman 2 dari 2
(ors/ors)


Hide Ads