Catatan Serikat Pekerja di Jabar Usai UU KIA Disahkan

Catatan Serikat Pekerja di Jabar Usai UU KIA Disahkan

Rifat Alhamidi - detikJabar
Kamis, 06 Jun 2024 15:30 WIB
ilustrasi ibu hamil
Ilustrasi pekerja wanita hamil. Foto: thinkstock
Bandung -

DPR RI mengesahkan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang menjadi angin segar bagi kalangan pekerja perempuan. Sebab dalam undang-undang tersebut, pekerja perempuan bisa diberi cuti melahirkan selama 6 bulan.

Kehadiran UU KIA ini pun mendapat respons dari Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jawa Barat. Serikat menginginkan hak untuk cuti melahirkan seorang pekerja perempuan diberikan penuh selama 6 bulan lamanya.

"Undang-undang ini bagus karena untuk kesehatan maternitas para pekerja perempuan. Walaupun mungkin nanti akan ada pro kontra dengan pengusaha, karena narasinya belum saklek masih menggunakan bahasa minimal 3 bulan dan maksimal 6 bulan," kata Ketua SPN Jabar Dadan Sudiana saat dihubungi via telepon, Kamis (6/6/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal lain yang SPN soroti adalah pemenuhan upah untuk pekerja perempuan yang mendapat cuti 6 bulan setelah melahirkan. Idealnya kata Dadan, upah tersebut dibayarkan secara penuh, sementara di UU KIA ada porsi yang telah disesuaikan.

"Kalau saya baca sekilas, upahnya ini kan dibayar full sampai bulan keempat. Tapi bulan kelima dan keenam, itu menjadi 75 persen upahanya. Nah ini yang harus dikaji ulang sebetulnya," ucap Dadan.

ADVERTISEMENT

Selanjutnya, Dadan beranggapan UU KIA tidak perlu menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan bagi kalangan pengusaha. Sebab menurutnya, tidak semua pekerja perempuan akan menjalani proses melahirkan setiap tahunnya yang berpotensi mengganggu produktivitas kerja.

"Produktivas pekerja di Indonesia memang terbilang bagus di ASEAN, ini yang sepertinya dikhawatirkan pengusaha. Tapi sebenarnya, itu tidak perlu jadi masalah. Karena enggak mungkin tiap bulan atau tiap tahun ada yang melahirkan. Terus, pekerja laki-laki kita juga banyak yang skillnya bisa mengerjakan pekerjaan pekerja perempuan di sektor padat karya," tuturnya.

"Yang jelas, banyak pekerja perempuan sekarang memang belum mendapat hak maternitasnya. Undang-undang ini bisa menajdi perlindungan bagi pekerja perempuan, karena mereka juga sama merupakan aset perusahaan," urainya menambahkan.

Menutup perbincangannya, Dadan berharap kehadiran UU KIA bisa menghadirkan perlindungan bagi pekerja perempuan di Indonesia. Pemerintah sebagai regulator, kata dia, harus tegas, terutama dalam menegakkan aturan hukumnya.

"Kita berharap undang-undang ini bisa implementatif, tidak hanya di tataran kertas saja, tapi penegakan hukumnya harus dikawal. Karena bisa saja aturan seperti itu masih banyak yang melanggar. Pemerintah sebagai regulator harus melakukan pengawasan terhadap undang-undang ini," pungkasnya.

(ral/sud)


Hide Ads