Menjajakan nasi campur dengan beragam lauk telah menjadi pekerjaan yang telah dijalani Ali selama bertahun-tahun. Melalui pekerjaan tersebut, Ali menjadi sangat akrab dengan mahasiswa.
Di dalam warungnya yang berlokasi di Jalan Perjuangan, Kota Cirebon, pria 52 tahun itu nampak sibuk memasak beragam lauk-pauk untuk dijual. Sementara istrinya, Mulyati (50) juga tak jauh berbeda, ia terlihat sibuk melayani para pembeli yang datang ke warungnya.
Ali bersama istrinya telah menjalani usaha Warung Tegal atau Warteg sejak puluhan tahun lalu. Ali menyematkan nama 'Warteg Gaul' pada warung makannya. Sama seperti warung makan kebanyakan, di Warteg Gaul milik Ali banyak tersedia beragam pilihan lauk pauk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi mahasiswa UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Warteg Gaul boleh dibilang merupakan salah satu warung makan yang sudah cukup populer. Sebab, lokasinya memang berada tepat di seberang kampus tersebut dan banyak mahasiswa yang selalu datang untuk makan.
Ali lalu menceritakan perjalanannya dalam menekuni usaha warung makan. Sebelum memutuskan menjalani usaha sendiri, Ali lebih dulu bekerja di warung makan milik orang lain.
"Waktu masih muda saya kerja ikut orang di warteg," kata Ali saat berbincang dengan detikJabar di warungnya, Senin (3/6/2024).
Selama bekerja itu, Ali banyak mendapat pengetahuan untuk menjalani usaha warung makan, termasuk dalam urusan memasak. Hingga akhirnya, dalam menjalani usaha warung makan ini, Ali bertugas memasak berbagai macam lauk pauk.
"Yang masak saya sendiri. Setiap hari ada puluhan menu masakan yang saya buat. Kalau istri bagiannya di depan (melayani pembeli) sama ke belanja ke pasar," ucap Ali.
![]() |
Ali mulai menjalani sendiri usaha warung makannya pada tahun 2004 silam, tepatnya setelah ia menikah dengan Mulyati. "Saya nikah sama istri tahun di 2004. Setelah menikah baru saya mulai menjalani usaha sendiri. Sekarang jualan sama istri aja berdua," ucap Ali.
Karena memang warung makannya berada di seberang kampus, Ali mengakui jika para pelanggannya memang lebih banyak dari kalangan mahasiswa. Namun ada juga beberapa kalangan masyarakat lain yang menjadi pelanggan warungnya.
Sejauh ini, Ali mengaku cukup akrab dengan para mahasiswa yang memang sering datang ke warungnya. "Mayoritas yang makan emang mahasiswa, jadi ya akrab. Malah kadang ada juga yang sudah lulus, tapi masih datang ke sini," ujar Ali.
Dalam menjalani usaha warung makan, Ali sendiri mengaku selalu berusaha memberikan harga yang cocok dengan kantong mahasiswa. Seperti misalnya untuk satu porsi nasi dan ayam goreng maupun ayam opor, Ali menjualnya hanya dengan harga Rp 10.000.
"Karena memang yang beli mayoritas mahasiswa, jadi harganya juga kita sesuaikan. Seperti nasi dengan lauk ayam, kita jualnya Rp 10.000," kata Ali.
Dalam sehari, Ali mengaku bisa meraup omzet sekitar Rp 1 juta hingga Rp 1,2 juta. Namun jika mahasiswa libur, omzetnya pun biasanya menurun.
"Kalau mahasiswa libur pendapat turun. Kan memang mayoritas pembelinya mahasiswa. Kalau libur biasanya dapat Rp 800 ribu," ucap Ali.
Saat ini, Ali bersama Mulyati memiliki dua anak. Anak pertamanya baru saja lulus dari bangku SMA, sementara anak bungsunya masih duduk di bangku di sekolah dasar (SD).
Hingga kini, Ali bersama istrinya, Mulyati masih setia menekuni usahanya. Melalui usaha tersebut, Ali bercita-cita menyekolahkan anak-anaknya hingga ke tingkat perguruan tinggi.
"Cita-cita saya sebisa mungkin inginnya anak-anak bisa kuliah. Saya akan berusaha agar anak-anak bisa menempuh pendidikan di perguruan tinggi," pungkas Ali.
(orb/orb)