Hebatnya semangat nenek Pipin. Ia masih semangat mencari cuan meski tubuh sudah renta dimakan usia. Bahkan, stamina nenek Pipin cukup prima karena masih mampu berjalan turun naik bukit sejauh ribuan meter.
Nenek Pipin terlihat tengah mondar-mandir sembari mengendong beberapa hasil buminya untuk dijajakan kepada para wisatawan di kawasan Green Canyon, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang.
"Nenek jualan lalapan dari ladang, tadi pagi dapat kangkung, genjer dan ini ada cabai rawit juga," kata Nenek Pipin saat dihampiri detikJabar di salah satu warung makan di Kawasan wisata Green Canyon, Kabupaten Karawang, Minggu (2/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, untuk setiap ikat kangkung hasil buminya ia hargai Rp5 ribu, sedangkan genjer Rp3 ribu, dan setiap bungkus cabai rawit dihargai Rp10 ribu.
"Nenek cuma bawa satu gendongan, ada 2 bungkus cabai rawit, 4 ikat kangkung dan 3 ikat genjer. Kebetulan belum laku, ayo dek dibeli," kata dia.
Kendati tubuhnya sudah bungkuk, nenek Pipin memiliki stamina yang cukup prima sebab mampu berjalan kaki melewati hutan, dan persawahan. Ia datang dari gubuknya di tengah hutan kaki Gunung Rungking, kurang lebih berjarak tiga kilomter dari kawasan wisata Green Canyon.
"Nenek dari tonggoh (atas), saung nenek di kaki Gunung Rungking, kalau jalan ke sini sekitar 3 kilometer. Lewat sawah sih, gak turun ke kampung," imbuhnya.
Nenek Pipin mengaku, ia kerap menjual hasil bumi nya kepada wisatawan setiap akhir pekan, sebab hari itu merupakan hari yang ramai dan banyak wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata Green Canyon.
"Kalau jualan Sabtu-Minggu aja. Kan di sini ramainya Sabtu-Minggu, barang dagangan juga gak banyak karena berat bawanya, dan jauh jaraknya, yang penting cukup buat nenek sehari-hari sampai minggu depan," ungkap Nenek Pipin.
Ia mengaku, jika semua barang dagangannya habis, uang yang diperoleh antara Rp30-50 ribu, dan uang tersebut ia gunakan sebagian untuk membeli beras sedangkan sisanya ia belikan bumbu masak dan gula serta kopi.
"Kadang bawa uang Rp30 ribu, paling gede Rp50 ribu kalau laku semua dagangan. Cukup lah buat hidup sendiri, separuh beli beras sisanya bumbu dapur sama gula-kopi," paparnya.
Nenek Pipin sendiri, hidup sebatang kara di gubuk tengah hutan, sang suami telah lama meninggal. Sedangkan anak semata wayangnya telah berumah tangga dan jarang mengunjungi Nenek Pipin.
"Abah (suami) meninggal sudah lama, kalau anak nenek ada 1, dia sudah rumah tangga dan punya cucu juga 1. Tapi jarang ketemu, kadang-kadang aja datang ke gubuk nenek, mungkin karena jauh dan nenek tinggal di hutan jadi gak ada jalan untuk kendaraan," ujar dia.
Tak hanya itu, kisah paling menarik dari nenek Pipin adalah ia tetap tak ingin mengandalkan bantuan orang lain kendati kondisinya memang sangat layak dibantu.
"Bantuan itu sebenarnya ada dari desa (pemerintah desa), katanya punya nenek juga ada jatah sembako. Uang itu yang harus diambil ke kantor pos, tapi nenek gak pernah ambil, karena jaraknya jauh dan nenek juga masih bisa cari uang sendiri," ucapnya.
Nenek Pipin mengaku, ia tetap bersyukur masih bisa hidup sehat, kendati kondisi ekonominya terbilang sangat kekurangan, "Alhamdulillah masih sehat kuat jalan, bisa nyari uang sendiri, gak perlu dibantu. Ini saja sudah bersyukur dan mudah-mudahan hidup lebih berkah," pungkasnya.
(sud/sud)