Kejayaan Kampung Melinjo di Indramayu yang Mulai Redup

Kejayaan Kampung Melinjo di Indramayu yang Mulai Redup

Sudedi Rasmadi - detikJabar
Senin, 13 Feb 2023 07:00 WIB
Produksi keripik melinjo di Kampung UGM, Indramayu.
Produksi keripik melinjo di Kampung UGM, Indramayu. (Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar)
Indramayu - Sebuah kampung di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat yang dulu dijuluki Kampung Usaha Gedig Melinjo (UGM) kini terlihat redup. Aktivitas di sana tak 'meriah' lagi.

Dulu, usaha keripik melinjo di Desa Benda, Kecamatan Karangampel, Kabupaten Indramayu itu sangat terkenal. Bahkan, beberapa orang menyebut perkampungan dengan julukan Kampung UGM atau Usaha Gedig Melinjo karena deretan wilayah itu ramai pekerja menumbuk biji melinjo.

Tawinah (62) namanya, menjadi salah satu perajin keripik melinjo yang kini masih bertahan. Usaha yang dirintis suaminya pada tahun 1987 itu sempat mengalami masa kejayaannya hingga membuka cabang tempat produksi. Bahkan, ketika itu banyak bermunculan pengusaha baru yang juga memproduksi keripik melinjo.

"Waktu lagi tinggi-tingginya kalau nggak salah tahun 1996 menjelang moneter sampai pernah buka cabang produksi. Sampai banyak yang ikut produksi ada sekitar 10 tempat produksi di blok tumaritis aja," kata Tawinah kepada detikJabar, Kamis (9/2/2023).

Meski hasil produksi kala itu tidak bisa memasok ke luar daerah. Namun, peminat keripik dari biji melinjo itu sangat digemari masyarakat Indramayu. Saking larisnya, banyak warga yang jadi pengecer hingga di jual oleh pedagang asongan.

"Sebelum ada jalan tol, banyak bus yang lewat Karangampel, nah penjual asongan di bus itu juga ikut jualan melinjo, termasuk kalau musim hajatan atau libur lebaran banyak yang beli buat oleh-oleh," ungkap Tawinah sambil menerawang.

Produksi keripik melinjo di Kampung UGM, Indramayu.Produksi keripik melinjo di Kampung UGM, Indramayu. Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar

Kejayaan keripik melinjo produksi Indramayu berjalan cukup lama, hingga mendekati tahun 2008, geliat produksi mulai redup. Bahan baku biji melinjo mulai sulit dicari, bahkan harganya sangat melambung.

"Soal bahan kesulitan mah nggak, cuma harga sering naik, apalagi kalau belum musim. Dulu mah dari Cianjur, Sumedang, Kuningan, Rajagaluh kalau lagi musimnya bareng enak, harga bahan murah. Sekarang sudah Rp 2,3 Juta per kuintal dulu masih murah," tuturnya.

Sejak saat itu, tempat produksi keripik melinjo mulai berjatuhan. Bahkan, beberapa tempat produksi kini tutup. "Dulu ada 10 tempat sekarang paling sekitar 4 tempat produksi," ujarnya.

Meski masih berjalan, Tawinah mengaku cukup kesulitan. Sehingga, ia hanya mampu memproduksi sekitar 2 ton keripik melinjo dalam sebulan.

"Sekarang orang kerja paling dua sampai tiga hari. Terus dua minggu libur tidak produksi, mas ini beruntung lagi ada produksinya," tutur Tawinah.

Tingginya biaya produksi mulai dari bahan baku dan lainnya membuat harga penjualan semakin meningkat. Dari yang dulu hanya dijual sekitar belasan ribu per kilogram kini sudah mencapai Rp 70 ribu per kilogram.

Tak hanya itu, sepinya penjualan setelah marak isu efek samping dari keripik melinjo, mulai dari darah tinggi, kolesterol dan lainnya, makin memperparah penjualan.

"Sekarang harga beras dibanding melinjo sangat jauh, makanya pantas kalau penjualan turun. Paling orang tertentu atau buat oleh-oleh," katanya.

Banyaknya perajin keripik melinjo kala itu diakui pemerintah setempat. Bahkan, dari geliat produksi yang masif menjadikan keripik melinjo sebagai salah satu ikon di Kecamatan Karangampel.

"Dulu ada gudang besarnya. Tapi (sekarang) sudah nggak ada," kata Camat Karangampel, Ade Sukma Wibowo.

"Kalah bersaing tapi produksi masih ada yang bertahan di empat tempat. Dan selama ini sudah ada PIRT dicap juga dan bisa dipasarkan pameran hingga supermarket," pungkasnya. (iqk/orb)



Hide Ads