Pelopor Tahu Sumedang Kurangi Produksi 30% Imbas Harga Kedelai Melonjak

Pelopor Tahu Sumedang Kurangi Produksi 30% Imbas Harga Kedelai Melonjak

Nur Azis - detikJabar
Selasa, 04 Okt 2022 20:31 WIB
Tahu Bungkeng di Sumedang.
Tahu Bungkeng di Sumedang (Foto: Nur Azis/detikJabar).
Sumedang -

Harga kedelai yang terus melonjak berdampak bagi para perajin tahu di Kabupaten Sumedang. Tidak terkecuali bagi perajin tahu Bungkeng atau pelopor dari lahirnya tahu Sumedang.

Weily (50), istri dari pemilik toko tahu Bungkeng, yakni Suryadi Ukim mengatakan lonjakan harga kedelai mulai dirasakan bersamaan dengan kenaikan harga BBM.

"Naiknya harga kedelai itu mulai dirasakan pas harga BBM naik," ungkap Weily kepada detikJabar, Selasa (4/10/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menyebut harga kedelai semula kisaran Rp 7 ribu sampai Rp 8 ribu per kilogramnya pada Februari 2022. Namun, sejak harga BBM naik pada 3 September 2022, harga kedelai pun menjadi naik atau di kisaran Rp 11 ribu.

"Dan sekarang, harga kedelai tembus di angka Rp 12.700 per kilogramnya," terangnya.

ADVERTISEMENT

Meski tidak mau menyebutkan berapa rata-rata jumlah produksi dalam setiap harinya, namun ia mengaku imbas dari kenaikan harga kedelai telah mengakibatkan menurunnya jumlah produksi tahu Sumedang hingga 30 persen.

"Ya produksi turun lah sekitar 30 persen dari produksi normal," ujarnya.

Meski demikian, toko Bungkeng yang kini telah memiliki 5 cabang di Kabupaten Sumedang, tidak sampai mengurangi jumlah karyawannya.

"Kita tidak mengurangi jumlah karyawan karena mereka telah lama kerja di kita ya," ucapnya.

Sekedar diketahui, Tahu Bungkeng dikenal sebagai cikal bakal dari tahu Sumedang. Nama Bungkeng sendiri diambil dari nama orang yang pertama mengkreasikan tahu khas Tiongkok menjadi Tahu Sumedang pada 1917.

Toko tahu Bungkeng yang berlokasi di Jalan 11 April, No. 53, Kotakaler, Sumedang Utara dikenal sebagai toko pertama yang menjual tahu Sumedang.

M.Luthfi Khair A dan Rusydan Fathy dalam Tahu Sejarah Tahu Sumedang, (LIPI Press, 2021 : 49) mengungkapkan, tahu yang dibuat Ong Kino kala itu adalah tahu putih khas Tiongkok yang penyajiannya dengan cara direbus. Tahu tersebut hanya dikonsumsi oleh Ong Kino bersama istrinya dan terkadang dibagikan ke sesama warga etnis Tionghoa pada saat perayaan hari raya.

Tahu buatan Ong Kino kala itu mendapat respon cukup baik dari lingkungan sekitarnya. Hingga kemudian, ia pun mencoba untuk menjualnya. Namun sayang, tahu yang dijualnya tidak begitu laku.

Hingga di tangan Ong Bungkeng-lah, makanan olahan kedelai itu sangat laku terjual hingga populer seperti sekarang. Olahan tahu peninggalan ayahnya dikreasikan kembali sedemikian rupa menjadi serupa cemilan dengan warna kecoklatan, bertekstur renyah diluarnya namun empuk dan berisi di dalamnya saat digigit.

"Ong Kino sendiri memilih kembali lagi ke Tiongkok pada sekitar tahun 1940-an, sementara Ong Bungkeng sejak tahun 1917 tidak pulang lagi dan melanjutkan usahanya dan meninggal di Sumedang," ungkap Suryadi saat diwawancara detikjabar beberapa waktu lalu.

Suryadi menyebutkan, Ong Bungkeng melanjutkan usaha ayahnya dari tahun 1917 sampai 1980-an. Darisana, kemudian dilanjutkan oleh Ong Yukim yang tidak lain ayah dari Suryadi sendiri pada sekitar tahun 1950-1960.

"Dari Ong Yukim ayah saya, baru dilanjutkan oleh saya dan sekarang mulai diturunkan ke anak saya, Edric," ujarnya.

(mso/mso)


Hide Ads