Kawasan Cibaduyut Kota Bandung dikenal sebagai sentra produksi sepatu. Pandemi COVID-19 membuat produksi sepatu menyusut. Bahkan, beberapa di antaranya bangkrut.
Perlahan produksi sepatu kembali bergeliat. Ada yang mulai normal. Adapula yang meningkat tajam. Namun, masalah lain muncul. Perajin yang ada mayoritas berusia senja. Ya, regenerasi menjadi pekerjaan rumah bagi Pemkot Bandung.
Tak sedikit anak-anak perajin sepatu memilih pekerjaan lain. Alasannya, penghasilan sebagai perajin tak cukup menggiurkan. Produksi sepatu dianggap kurang menjanjikan untuk masa depan.
Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Kelurahan Cibaduyut Ina Herlina tak menampik adanya badai penyusutan perajin. Saat ini, di Kelurahan Cibaduyut tersisa 170 perajin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Ina memastikan produksi sepatu tak hanya berada di kelurahannya. Tiga kelurahan lain yang ada di Kecamatan Bojongloa Kidul juga menjadi sentra produksi sepatu.
"Mereka itu bisa menakar penghasilan sebagai perajin sepatu. Kan produksi ini biasanya dari pesanan. Jadi, memang regenerasi jadi sulit. Anak-anak perajin ada yang kerja lain, nggak meneruskan orang tuanya," kata Ina kepada detikJabar, Senin (19/9/2022).
Cibaduyut memang tersohor sebagai kawasan produksi sepatu. Ironinya, tak banyak perajin di Cibaduyut yang memiliki brand sendiri. Tak sedikit perajin yang memproduksi untuk perusahaan besar. Keuntungan yang didapat pun berbeda.
Ina mengaku tengah berupaya untuk memotivasi perajin agar bisa membuat produk sendiri. Kondisi demikian bisa menjadi faktor anak-anak muda di Cibaduyut untuk mau melanjutkan produksi sepatu. Hasil kajian Ina, pemasaran menjadi faktor penting.
"Ya mereka merasa sulit memasarkannya. Makanya, kemarin kita kerja sama untuk pelatihan pemasaran, membuat konten, edit foto dan lainnya. Berharap mereka bisa punya brand," kata Ina.
Kelurahan Cibaduyut bekerja sama dengan salah satu universitas dan perusahaan e-commerce. Sejumlah perajin dilibatkan. Mereka diharapkan bisa bertransformasi ke digital.
"Waktu pandemi itu, perajin yang sudah online bisa tetap produksi. Ada beberapa yang tidak produksi sama sekali sekitar tiga sampai lima bulan. Yang tidak produksi ini karena hanya mengandalkan online," ucap Ina.
Baca juga: September Full Senyum bagi Persib |
Pemanfaatan digital menjadi misi utama. Namun, kendalanya adalah para perajin sudah berusia senja. Adaptasi pun terbilang sulit. "Makanya kemarin yang kita latih itu termasuk yang anak-anak mudanya," tutur Ina.
Ina menjelaskan saat ini produksi sepatu di Cibaduyut mulai bangkit kembali. Sebelum pandemi, produksi sepatu rata-rata bisa 100 hingga 150 per minggu, ada juga yang per hari. "Kalau yang online, ada peningkatan. Ada yang tambah karyawan, dan produksi ada yang meningkat 80 persenan juga," ucap Ina.
(sud/mso)