Pandemi COVID-19 mengakibatkan aktivitas produksi sepatu di Kelurahan Cibaduyut, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kota Bandung, menyusut. Produksi menyusut membuat pelaku usaha di Cibaduyut cemburut.
Kini, pandemi COVID-19 mulai mereda. Produksi Sepatu pun mulai stabil. Memang tak sama seperti sebelum pandemi. Tetap saja, pelaku usaha dan pekerja masih cemberut. Bedanya, masih ada senyum tipis di wajah para pekerja dan pelaku usaha produksi sepatu.
Salah satunya Taryana (42), seorang pekerja di salah satu rumah produksi sepatu. Taryana mulai percaya diri lagi untuk tetap terlibat dalam produksi sepatu yang bernama Cibaduyut Jaya. Saat awal pandemi, Taryana kelimpungan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Produksi menyusut, penjualan pun terpuruk. Hari-harinya dipenuhi kekhawatiran. Namun, itu semua berhasil ia lewati. Taryana dan sejumlah pekerja lainnya masih setia merawat Cibaduyut agar tetap memproduksi sepatu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pas awal pandemi itu sebenarnya tidak ada pilihan. Keluar dari kerjaan juga bukan solusi, sebab di luar sana (kerja lain) juga sama. Semua mengalami kesulitan," kata Taryana, Senin (19/9/2022).
Taryana menyaksikan kesulitan para pelaku usaha dan pekerja produksi sepatu. Produksi menyusut 50 persen dari biasanya. Biasanya, sehari bisa memproduksi seratus pasang sepatu.
"Dua tahun bertahan. Alhamdulillah sekarang sudah mulai naik lagi," ucap Taryana.
Wajah cemburut para pekerja mulai memudar. Orderan mulai kembali normal. Taryana dan pekerja lainnya di rumah produksi itu tak lagi khawatir.
"Sekarang satu pekerja untuk bisa mencapai target sekodi sudah bisa. Tapi untuk lembur sampai malam sudah jarang. Dulu mah sering," kata Taryana.
Sudah 14 tahun Taryana bekerja di produksi sepatu. Dulunya ia buruh pabrik. Ia tetap setia.
"Pas pandemi mah tidak ada kerjaan sampai malam. Sekarang mulai membaik sih. Semoga terus naik," kata Taryana.
Pekerja lainnya Gana (29) merasakan hal yang sama. Gana bekerja di divisi penjualan. "Pandemi mah susah pisan. Paling waktu itu mengandalkan penjualan melalui online," kata Gana.
Orderan borong menyusut drastis. Begitu pun penjualan online. Meski ada, tapi tak seperti saat sebelum pandemi. Gana menjelaskan saat ini penjualan mulai stabil. Per harinya rumah produksi tempat Gana bekerja bisa menjual 30 pasang sepatu secara online.
"Kalau yang borong 500 pasang. Tapi, waktu sebelumpandemi itu bisa 700 sampai 900 pasang," kataGana.
Inginkan Tugu Sepatu
Selain cemberut karena produksi menyusut. Warga Cibaduyut juga tengah cemburut karena tugu sepatu belum juga dibangun. Bagi warga Cibaduyut, tugu sepatu merupakan simbol kejayaan sepatu Cibaduyut.
"Itu kan ciri khas ya, harusnya tetap ada," kata Gana.
Ia menginginkan agar kontraktor pembangunan flyover Kopo di Jalan Soekarno-Hatta segera membangun tugu sepatu. "Yang namanya ciri itu harus ada. Apalagi Cibaduyut kan sudah terkenal soal sepatu," kata Gana.
Senada disampaikan Ridwan (20). Salah seorang pekerja lainnya yang menginginkan agar adanya tugu sepatu. Bagi Ridwan, tugu sepatu itu identitas Cibaduyut. Sebelumnya, tugu sepatu dibongkar karena ada pembangunan flyover.
"Sampai sekarang belum ada lagi. Harus dibangun, syukur-syukur lebih gede dari sebelumnya," kata Ridwan.
Sebelumnya, warga Cibaduyut Kota Bandung memprotes tulisan 'Selamat Datang dan Selamat Jalan di Kawasan Cibaduyut' yang terpampang di jalan layang Kopo di Jalan Soekarno-Hatta. Tulisan itu dinilai tak berestetika.
Tulisan selamat datang dan jalan itu terpampang di perempatan Cibaduyut dan Leuwipanjang. Tulisannya berwarna putih dengan latar belakang biru. Namun, font yang digunakan dianggap tak rapi.
"Dibilang kaya grafiti juga bukan. Kurang estetika kaya gitu mah," kata Riswan salah seorang warga Cibaduyut, Sabtu (17/9/2022).
Riswan mengatakan tulisan tersebut kurang pantas lantaran tak menguatkan karakter Cibaduyut sebagai kawasan sentra sepatu. Menurutnya, membangun tugu lebih baik ketimbang hanya membuat tulisan.
"Mending tidak ada sekalian. Mending tugu sekalian," ucap Riswan.