"Dampak dari kenaikan BBM khususnya solar, kami tunggu dari pemerintah pusat untuk tarif antar kota dan provinsi. Adapun kenyataan di lapangan, PO bus sudah menaikkan, kenapa? Mereka menyadari operasional sudah naik mereka membebankan kepada penumpang," kata Kepala Terminal Cicaheun Roni Hermanto kepada detikJabar di Terminal Cicaheum, Selasa (6/9/2022).
Pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan PO bus, jangan sampai kenaikan tarif ini dapat memberatkan penumpang dan merugikan pengusaha bus itu sendiri.
"Kita berkoordinsi dengan pengurus bus dan pengusaha, sebelum ada kenaikan, penumpang tidak keberatan dan pengusaha tidak rugi," ucapnya.
Sejauh ini, dia menyebut belum ada keluhan dari penumpang terkait kenaikan tarif tersebut.
"Alahamdulialah penumpang bijak, contoh ke Malang ada kenaikan dari Rp 36-Rp 40 ribu naiknya, ada juga yang kurang, kenapa gitu fasilitas nya beda-beda, jadi konsumen bisa milih," ucapnya.
Roni mencontoh, perbedaan bus tujuan Malang antara PO 1, 2 dan 3. Tiga PO ini nggak sama fasilitasnya ada yang Rp 370 ribu, ada juga Rp 400 ribu, bahkan ada yang lebih mahal, itu ditunjang dari fasilitas.
Meski demikian Roni menyebut, tidak ada gejolak signifikan dari penumpang.
"Kenaikan rata-rata Rp 30-Rp 40 ribu, karena operasional solar lumayan, naiknya mencapai Rp 1.700," ujarnya.
Di tengah kondisi yang terjadi, Roni menyebut ada penurunan penumpang di Terminal Cicaheum sekitar 20 persen sejak tiga hari terakhir ini atau sejak BBM naik.
Sedangkan untuk Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) notabene tidak terjadi kenaikan. Pasalnya jangankan menaikkan tarif penumpangnya pun cukup jarang.
"Beda dengan AKDP naik Rp 5 ribu nggak mau penumpangnya, ada PO ke Pangandaran dia tidak mau menaikkan ada juga, karena mereka juga tahu ekonomi masyarakat sejak COVID-19 terdampak," ujarnya.
Roni menambahkan jika sudah ada SK dari pemerintah pusat terkait tarif, maka tarif bus akan kembali disesuaikan. Namun, kebijakan itu hanya berlaku untuk bus ekonomi, bukan bus patas atau eksekutif. (wip/mso)