Siang itu di Terminal Cicaheum, panas terik matahari tak menyurutkan semangat Ricky (42) membersihkan badan bus yang bakal ia kemudikan ke Tasikmalaya. Waktu menunjukkan pukul 11.30 WIB, tapi belum kunjung ada penumpang di dalam bus yang sudah mulai ia panaskan mesinnya.
Sudah 25 tahun Ricky berprofesi jadi sopir bus. Ia bercerita, siang itu sudah sekitar setengah jam ia 'ngetem', tapi penumpangnya masih satu orang. Itu pun salah satu pedagang asongan Terminal yang hendak pulang ke kampungnya.
"Ini kita mau berangkat setengah satu, sudah setengah jam ngetem baru ada satu orang yang naik, itu pun temen-temen pedagang. Sehari-hari itu paling cuma 8-10 orang, kalau dulu penuh ini kapasitas 41 orang," cerita Ricky, Kamis (25/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ricky bercerita betapa menyenangkannya wajah Cicaheum kala itu. Bus-bus dikelilingi oleh para penumpang, pedagang asongan menambah riuh berisik suasana di terminal. Ia pun tak perlu repot-repot menanti penumpang.
"Dulu itu ramai banget, telat sedikit aja jadwal berangkatnya, penumpang banyak yang pada berebut bus udah kayak di pasar. Sampai akhirnya ada COVID-19, jadi libur 2 tahun nggak ada beroperasi, jadi busnya yang rebutan penumpang," kata Ricky.
Dari puluhan tahun 'narik' bis, Ricky bisa menyekolahkan ketiga anaknya sampai SMK. Tapi penghasilannya kata dia segitu-segitu saja, bahkan kini ia dibuat pusing dengan penumpang yang bisa dihitung jari.
"Anak saya tiga, semua sudah STM (sekarang SMK) semua alhamdulillah. Tapi ya gitu, sekarang tiap hari pusing, paling cuma buat makan. Ya sama teman-teman pedagang juga, banyak yang mati-matian di sini cari uang," tutur dia.
Di lain sisi, keberuntungan berpihak pada Yuli (49) dan Dudu (60). Dua wanita itu sudah panen rupiah saat Cicaheum jaya-jayanya. Kini, mereka masih berdagang tapi untuk meneruskan hidup sehari-hari.
Yuli (49) adalah perantau dari Wonosobo, Jawa Tengah. Ibu tiga anak itu sudah 26 tahun berdagang batagor di Cicaheum.
Bersama sang suami, sekitar akhir tahun 90-an lalu, pasangan itu memutuskan untuk mengadu nasib ke ibu kota Jawa Barat ini. Yuli berdagang batagor, sementara suaminya berjaga kios di Cicaheum.
"Akhir tahun 90-an itu harga bus di Cicaheum masih senilai Rp15 ribu. Sekarang, harga bus sudah jadi Rp150 ribu. Terus dulu dagang sehari bisa dapat Rp3 juta, gampang. Sekarang paling Rp300 ribu kadang," ujar Yuli.
Kini, memori indah Cicaheum sudah tak lagi terasa. Meski begitu Yuli bersyukur, Cicaheum sudah jadi tempatnya memanen rezeki selama puluhan tahun.
"Dulu penghasilan banyak, kalau sekarang seret. Tapi alhamdulillah, dari dagang di sini bisa nyekolahi anak, yang satu sudah kerja, yang kedua kuliah di Ariyanti, yang terakhir masih SD. Juga sudah kebeli rumah kecil," syukurnya.
Sementara Dudu yang tinggal sebatang kara, begitu bangga menceritakan kebahagiaannya menyekolahkan dua keponakannya. Dudu yang sudah berjualan di Cicaheum selama separuh usianya, memutuskan untuk berjualan makanan ringan dan minuman botolan.
Dulu, dia sempat berjualan peyeum, tapi dengan kondisi Cicaheum yang sudah sepi membuatnya memutuskan tak berjualan makanan yang cepat basi.
"Dulu wah juta-jutaan sehari, bisa sampe kuliahin dua keponakan. Ada tiga keponakan saya yang diurus dari bayi, yang pertama lulusan SMA sekarang udah kerja, yang kedua lulusan UPI, yang ketiga lulusan UNPAS," katanya dengan semringah.
"Sekarang mah jualan nggak tentu, paling buat makan sehari-hari sama kontrakan. Yang lumayan mah biasanya kalau udah malem-malem ada aja yang laku," lanjut perempuan asal Tasikmalaya itu.
![]() |
Kecipratan Untung Berkat Jadi Lokasi Syuting Sitkom
Di tahun 2015 sampai sekarang, Cicaheum juga jadi tempat syuting salah satu sinetron komedi (sitkom), Preman Pensiun. Yuli bercerita, dulu dagangannya kerap diborong oleh para pemain dan kru Preman Pensiun saat tengah syuting di sana.
"Dulu ramai orang, terus tambah ramai juga karena sempet dipakai syuting. Suka pada jajan juga di tempat saya yang pada pemainnya, sama ada warung gitu langganan buat syuting," kata Yuli.
Warung Nasi Pak Asep, salah satu warung yang masih bertahan dari deretan kios yang tutup itu jadi saksi bisu kejayaan Cicaheum. Warung ini juga selalu jadi langganan sang pemeran utama Preman Pensiun, Kang Mus atau Epy Kusnandar.
"Iya kalau nggak syuting juga Kang Mus sering makan di sini, kadang ada kru atau pemain lain juga. Kalau Kang Mus sukanya nasi, lalap, telur, pokoknya dia itu nggak suka daging. Nah kalau yang buat syuting, itu di Warung Bu Yayah agak di depan sana," cerita Asep (68), sang pemilik warung.
Asep sudah berjualan dengan istrinya sejak tahun 1986. Ia bercerita, di warungnya yang hanya sepetak dan cukup untuk duduk 5-6 orang itu, Kang Mus juga pernah disorot infotainment saat sedang makan siang.
"Pernah sama Silet, acara gitu lah syuting di sini, Kang Mus menunjukkan makanan siangnya pakai apa. Dulu mah alhamdulillah ramai, apalagi waktu dipakai syuting karena banyak yang nonton," cerita dia.
Sehari-hari, aktivitas buka warung dimulai dari dini hari. Sekitar pukul 03.00 sang istri harus belanja dan memasak, lalu jam 08.00 istrinya pulang dan giliran Asep yang jaga warung sampai jam 22.00.
"Dulu itu sehari bisa 2-3 kali masak karena banyak masakan yang sudah habis. Saya ini ada 12 lauk dan sayur, paling sering habis paling telur balado. Dulu hari biasa bisa dapat Rp2 juta, sekarang hanya Rp500 ribu ke bawah," kenangnya.
Masa kejayaan itu tak pernah Asep lupakan. Dari warung yang sudah jadi mata pencaharian sejak 38 tahun yang lalu, Asep sanggup menghidupinya, istri, dan lima anak mereka.
"Ya dulu itu pemasukan ramai, preman banyak juga, pernah kena palak juga sama preman yang nggak kenal gitu sama saya. Kalo banyak yang sudah kenal, itu nggak pernah nodong, cuma mabuk-mabuk aja sembarangan," ucap Asep.
"Tapi dulu itu seneng, terminal lebih rame, bisa menghidupi 5 anak. Sekarang udah pada kerja, udah pada nikah alhamdulillah," sambungnya.
Kata Mereka Jika Nanti Cicaheum Jadi Depo BRT
Beredar kabar Terminal Bus Cicaheum akan berhenti beroperasi mulai tahun 2025. Terminal legendaris di Kota Bandung tersebut, rencana akan dijadikan Depo Bus Rapid Transit (BRT) Bandung Raya.
Meski berbagai pihak berwenang belum bisa memastikan kapan Cicaheum bakal berhenti beroperasi atau dialihkan jadi Depo BRT, tapi kenangan serta zona nyaman para pencari nafkah di sana, tak dapat terelakkan.
Asep dan Yuli bisa jadi salah satu dari segelintir pedagang yang lebih memilih pasrah. Keduanya ingin tetap bertahan di Cicaheum, syukur-syukur kalau terminal yang sudah usang itu dipercantik dan mereka diberi tempat dagang. Meski ada rasa sedih dan khawatir yang menyelimuti.
"Ya kalau saya mau gimana lagi, saya ngikut aja. Mudah-mudahan saya masih bisa di sini jualan, soalnya mau kemana-mana ngelamar udah nggak bisa, udah ketuaan pasti ditolak. Kalau tahun depan jadi terminal bus listrik, semoga tambah bagus dan saya tetap dagang di sini," doa Asep.
"Saya sih berharap tambah bagus mudah-mudahan, kayak Leuwipanjang itu. Terus saya tetap bisa jualan di sini, sama suami juga kan ada kios. Karena ya sudah biasa di sini, kontrakan juga dekat. Tapi ya saya setuju kalau ada bis listrik itu," harap Yuli.
Sementara Ricky dan Dudu mungkin punya pendapatnya sendiri. Mereka mengutarakan rasa khawatir akan dipindah ke Leuwipanjang meski untuk sementara waktu, jika nanti Cicaheum transisi jadi Depo bus listrik.
"Saya nggak setuju terminal akan pindah ke Leuwipanjang, soalnya tambah numpuk nanti premanisme nambah. Ibaratnya di sana udah ada preman lama, nambah lagi ada preman baru karena jadi rame. Jadi pusing nanti. Premanisme banyak, pengangguran juga banyak kalau di sini nggak beroperasi," ucap Ricky.
"Terus juga temen-temen pedagang asongan ini kasihan. Mereka mau kemana? Karena Leuwipanjang itu asongan nggak bisa masuk. Paling bener sudah kombinasi saja, jadi Cicaheum diperbaiki, ada bus listrik tapi semua masih tetap di sini," sarannya.
Baik Ricky dan Dudu, ingin supaya aktivitas mereka sehari-hari tetap berjalan seperti biasa di Cicaheum. Mereka berharap keberadaan bus listrik dan bersoleknya Cicaheum dapat mengembalikan kejayaannya lagi.
"Ya semoga nggak ke Leuwipanjang lah, karena jauh. Saya kontrakan juga sudah di sini, nanti pusing dan tambah PR di ongkos. Terus juga meski di sini sedikit, tapi alhamdulillah ada aja pembeli. Kalau dibagusin nggak apa-apa, tapi ibu sudah senang jualan di sini," kata Dudu.
(aau/sud)