Bagi Lilla Syifa (29), perempuan asal Surabaya yang kini menetap di Jakarta, 2025 menjadi momen krusial dalam hidupnya. Pada Juli lalu, ia menerima diagnosis diabetes tipe 1,5 atau Latent Autoimmune Diabetes in Adults (LADA).
Perempuan yang akrab disapa Cipa itu menilai ada sejumlah faktor yang memicu kondisi tersebut. Ia menyebut empat faktor pemicu utama, yakni kebiasaan mengonsumsi makanan manis, pola tidur buruk, manajemen stres yang kurang baik, serta minimnya aktivitas fisik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat menjalani pemeriksaan awal, kadar gula darah Cipa mencapai 356 mg/dl. Angka tersebut menunjukkan kondisi hiperglikemia berat dan mengindikasikan diabetes.
Hasil pemeriksaan HbA1c Cipa juga tergolong tinggi, yakni 11,5 persen. Mengacu pada laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kadar HbA1c normal berada di bawah 5,7 persen.
FOMO Jajanan Manis Viral
Cipa mengungkapkan, kebiasaan mengonsumsi jajanan manis viral menjadi salah satu faktor pemicu diabetesnya. Ia menjadikan makanan manis sebagai mekanisme koping untuk melarikan diri dari tekanan pekerjaan.
"Aku tidak punya sama sekali keturunan diabetes dari keluarga. Jadi murni dari gaya hidup, pola makan, pola tidur, dan juga pola mengelola stres," kata Cipa kepada detikcom, Jumat (18/12/2025).
Ia mengaku kerap mengikuti tren makanan penutup yang ramai dibicarakan di media sosial.
"Aku sering banget makan dessert. Aku mencari yang manis, yang makanan-makanan viral, yang ramai-ramai. Entah itu brownies, donat, matcha, dan sejenisnya," jelasnya.
Kebiasaan tersebut hampir selalu dilakukan setiap hari. Setelah makan siang dan makan malam, Cipa rutin menutupnya dengan makanan penutup manis.
"Aku bisa dibilang tiga kali sehari, hampir setiap hari. Puncaknya terjadi setahun terakhir," lanjut Cipa.
Pola Tidur yang Buruk
Sebelum menjadi content creator penuh waktu, Cipa bekerja sebagai karyawan swasta di Jakarta. Beban pekerjaan membuatnya kesulitan memperoleh waktu tidur yang cukup.
"Karena aku kerja, sering lembur. Baru pulang jam 11 malam. Tidak mungkin langsung tidur setelah pulang kerja," katanya.
Rutinitas tersebut berlangsung hampir setiap hari dan berdampak pada waktu istirahatnya.
"Nah, itu terjadi setiap hari. Hampir setiap hari aku tidurnya di atas jam 2 atau 3 pagi. Padahal aku jam 8 pagi sudah kerja lagi," katanya.
Kurang Aktivitas Fisik
Selain pola makan dan tidur, Cipa juga mengakui minimnya aktivitas fisik. Ia jarang berolahraga dan tidak memiliki rutinitas latihan yang konsisten.
"Itu pun hanya seminggu sekali. Jadi gula yang aku makan tidak punya tempat 'persembunyian', yaitu otot. Aku tidak punya massa otot karena tidak pernah angkat beban," katanya.
Saat berolahraga, ia hanya melakukan aktivitas kardio ringan seperti lari atau tenis, tanpa latihan pembentukan otot secara rutin.
Artikel ini telah tayang di detikHealth.
(dpy/sud)










































